Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Kisah Seorang Ayah
Listrik seharusnya hidup jam lima sore, tetapi seperempat jam setelah itu baru menyala. Listrik juga seharusnya mati jam enam pagi, tetapi seperempat jam sebelumnya sudah mati. Lalu bila sudah hidup tiga hari berturut-turut, ada pemadaman satu malam. Tidak ada batas waktu kapan pemadaman bergilir ini selesai. Aku merasa, sebulan lagi di sini, dengan keadaan tetap seperti ini, aku pasti berkarat.
Apakah aku sudah terjebak kehidupan kota? Rasanya tidak. Aku bisa menikmati tinggal di sini. Dulu aku cukup menikmatinya, mencari ikan sambil berenang di musim migrasi ikan, pergi ke kebun setiap sore, menonton televisi bila malam, bertengkar dengan anak tetangga, atau menunggu durian sambil membaca cerita di musim buah.
Sekarang pun aku bisa menikmatinya kalau mau. Sungai memang sudah tidak layak minum, tetapi sudah ada galon isi ulang. Kebun? Harus kuakui godaan menanam jagung sambil menulis cerita di atas pondok cukup menggoda. Ikan? Memancing ikan memang sama artinya dengan minum air raksa. Menunggu durian? Sekarang musim hujan, durian sedang berbunga, natal nanti akan menjadi musim buah paling bagus dalam sepuluh tahun terakhir. Buku? Aku tidak menyalahkan Mantuh bila sudah membawa semua buku peninggalan kakek sampai buku sekolah kami. Ia juga bisa berkarat di kampung tetangga bila terlalu menikmati kesantaian kampung ini. Teman bertengkar? Orang yang ada di kampung ini kebanyakan tidak kukenal, anak-anaknya teman sekolah dulu. Mereka memanggilku mama--om, pasti tidak berani bertengkar denganku.
Hampir tiga minggu ini, aku hanya bergaul dengan palu, paku dan parang. Mau membaca? Waktu kesini aku membawa sepuluh buku kumpulan cerpen terbaik, sekarang satupun sudah tidak ada di rumah. Tujuh bersaudara itu membawanya satu persatu, meninggalkanku berkarat tanpa bacaan. Untung bila malam tiba, aku bisa menonton tv kabel. Benar-benar TV-Kabel. Sebuah kabel hitam besar tergantung di tengah tiang listrik. Bila masih bosan, aku tinggal membuka laptop, mengenang tiga hari terpanjang dalam hidupku.
Inilah kenangan itu:
Kisah Seorang Ayah[1]: Berita Duka
Kisah Seorang Ayah[2]: Hari yang Panjang
Kisah Seorang Ayah[3]: Pemakaman
Kisah Seorang Ayah[4]: Tak Terbalas
- anakpatirsa's blog
- Login to post comments
- 4868 reads
Saya tertawa lalu menangis
Anak borneo, terima kasih mau berbagi tawa dan tangis.