Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Kembali ke Titik Nol
Hampir 8 bulan lebih tragedi gempa 27 Mei di Yogya terjadi, ingatan akan kejadian itu masih hangat dalam memori saya. Berhubung saya adalah saksi hidup yang pas kedapatan tinggal di daerah selatan Yogya yang tingkat keparahan paling parah. Maklum pusat gempa tepat berada dekat di tempat saya tinggal. Perkembangan terakhir setelah pasca gempa cukup membawa angin segar buat penduduk di sekeliling. Pembangunan infrastruktur mulai menggeliat di beberapa tempat.
Sudah tidak terlihat lagi tatapan kosong seperti 1 bulan pasca gempa terjadi. Dulu waktu pasca gempa baru beberapa hari, saya sempat berpikir tentang tragedi tsunami di Aceh. Semua mata banyak tertuju pada Aceh. Bahkan setiap hari saya melihat berita tentang Aceh menghiasi hampir di semua mass media. Tapi sekarang giliran kita yang dilihat oleh berjuta mata di dunia. Realita ini sempat menjadi guyonan segar perbincangan kami sewaktu di dalam camp pengungsian. Ya setidaknya melihat bule-bule berdatangan adalah pemandangan yang terjadi setiap hari. Ya sedikit memberi kesegaran di tengah - tengah kepanikan kala itu.
Tak terasa Natal sudah menjelang. Natal kali ini berbeda dari Natal sebelum-belumnya, bahkan jauh sebelum saya lahir. Kita dibawa ke sebuah dimensi yang menghadirkan pada sebuah realita, bahwa kita kembali pada sebuah titik nol. Biasanya kemeriahan, panitia yang berpusing-pusing membahas rencana Natal yang semeriah mungkin dengan membuang dana besar-besaran, kini tidak terlalu terlihat geliatnya. Satu kata yang dapat saya cerap adalah sebuah kata " kesederhanaan". Kesederhaan itu jelas terlihat manakala kami harus melakukan ibadah di gereja yang belum seratus persen sempurna. Hal ini menimbulkan atmosfer tersendiri. Akan tetapi, bukan itu yang saya maksudkan. Keadaan sekeliling yang sederhana justru membawa kita pada eksistensi yang sebenarnya. Manusia yang lemah, tak punya kuasa, yang membutuhkan seorang penyelamat yang sejati,penguat di saat badai, yaitu Yesus. Bukan lagi kemeriahan. Bukan lagi pesta pora, tapi sebuah renungan yang terdalam. Kemurnian makna Natal yang sesungguhnya, yakni penyerahan diri sepenuhnya dalam Kristus Yesus. Kepolosan bayi Yesus yang hanya berbalutkan lampin, membawa pada pemahaman akan kekayaan duniawi hanya semu adanya.Pengabdian kepada Kristus lah yang harus ditempatkan pada lapisan tertinggi dalam setiap sisi hidup kita.
- ityna's blog
- 5059 reads
:)