Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
THE WAR OF THE WARoengS - bag.4
Be creative
Ketika saya sedang berbincang-bincang dengan pemilik warung di sebuah desa di punggung Pegunungan Bukit Barisan, mendadak ada aroma harum lembut menyambar hidung saya. Seorang kernet angkutan umum berdiri di dekat saya membeli air mineral. Saya hafal bau itu karena pernah mengakrabinya. Rambutnya kinclong. Itu bau pomade merek beken yang pernah saya pakai. Krismon membuat saya beralih merek. Tetapi di sini malah seorang kernet bisa memakainya. Keluar dari warung itu, melihat angkutan umum berlalu lalang, saya heran. Kebanyakan rambut kernetnya rapi berminyak. Saya mendekati seorang kernet yang sedang mencari penumpang. Hidung saya menangkap bau wangi lembut merek lain. Saya penduduk kota besar, mengapa kalah dengan kernet di pelosok pegunungan ini? Pertanyaan “mengapa” memberi tantangan untuk berburu.
Usaha saya tidak sia-sia. Di ujung satu-satunya jalan desa itu, ada sebuah kios yang ramai karena di dekatnya ada sebuah sekolah dan tempat angkutan umum mangkal. Di situ saya melihat ada 4 cup pomade merek beken dijual eceran. Satu colekan pada sebilah bambu pipih dijual 2000 rupiah. Pembelinya menerima colekan itu di telapak tangan dan langsung mengusapkan ke rambutnya. Sebuah cermin kecil dan sisir disediakan di sana.
Sebuah ide brilian. Dengan cara yang sama kita bisa menjual parfum mahal secara eceran. Satu semprotan, criiiit, 4 ribu rupiah misalnya. Dengan demikian para ibu yang mau kondangan bisa berganti-ganti parfum tanpa harus merobek dompet suaminya. Pernahkah terpikir oleh kita untuk menjual coklat batangan merek beken tidak per batang, tetapi ¼ batangan agar anak yang uang jajannya sedikit bisa juga menikmatinya?
Kreatif (creative) berasal dari kata to create, menciptakan. Menciptakan sebuah ide yang sebelumnya tidak ada. Mungkin ide itu pada awalnya dianggap aneh. Ketika kertas tisiu mulai dipasarkan, sementara setiap orang yang keluar rumah pasti membawa saputangan, orang bilang ini ide gila. Begitu juga ketika untuk pertama kalinya air mineral dipasarkan. Saat itu harganya per liter di atas harga premium. Kalau saja premium tidak berbahaya bila diminum, pasti kita akan lebih suka minum premium daripada air mineral.
Pewarung kecil juga harus kreatif menghadapi persaingan yang ketat. Misalnya,
Menyiasati ruang kecil
Biasanya, sempitnya ruang warung membuat pemiliknya tidak bisa menambah ragam barang yang dijual. Inginnya sih jual beras juga. Tetapi ditaruh di mana? Jual minyak goreng eceran? Aduh repot, mengotori tangan. Be creative, man. Masih ada ruang kosong yang Anda punya. Di mana?
Sebuah warung menempelkan poster di daun pintu bertuliskan “Jual minyak goreng eceran, gula pasir dan beras”. Tetapi tidak ada barang itu di warungnya, kecuali 3 kantong plastik bening berisi beras, 1 kantong plastik bening berisi gula, dan 1 botol air mineral berisi minyak goreng. Itu sampel. Lalu bagaimana bila ada yang mau membelinya?
Ia menekan tombol HT mainan dan berkata, “Cepetan bawa ke depan, gula pasir ¼ kilo, mentik wangi super ½ kilo, minyak goreng ¼ liter.” Sebentar kemudian seorang anak keluar menenteng keranjang berisi barang-barang itu. Lihat, tidak makan tempat, tidak berceceran dan bersih.
Menangkap setiap kesempatan yang lewat
Ketika memeriksa stok produk yang saya jual di sebuah warung, saya melihat di rak paling bawah ada 4 kotak ban dalam sepeda motor. Lo, warung kelontong kok jual ban dalam sepeda motor? Lalu pemilik warung ini bercerita.
Suatu hari seorang lelaki tua yang berbelanja di warungnya bercerita mau pergi membeli ban dalam sepeda motor. Profesinya tukang tambal ban. Lalu ia diinterogasi. Merek apa yang biasa dibelinya. Berapa harga belinya. Daripada ia meninggalkan pekerjaannya, bagaimana bila warung ini menyediakan kebutuhannya dengan harga sama? Pemilik warung ini berpikir, bila saya beli sekaligus 10 buah ban, pasti dapat harga lebih murah daripada harga beli tukang tambal ban ini. Dengan demikian ia mendapat laba, sementara tukang tambal ban ini juga untung karena ia tidak perlu mengeluarkan biaya transpor. Akhir cerita, warung kelontong itu menyediakan ban dalam sepeda motor untuk 1 orang pelanggannya ini.
- o -
Harga susu kaleng untuk bayi di bawah 2 tahun saat ini tidak bisa dibilang murah. Memang susu asi adalah yang terbaik. Sayangnya tidak setiap ibu mempunyai kapasitas produksi sesuai demand. Kita bisa menolong mereka (yang bayinya telah berusia 1 tahun) dengan membeli susu sapi dari KUD dengan harga Rp.3.000 per liter dan setelah memasaknya (tanpa diberi gula) menjualnya dengan harga Rp.1.500 per ¼ liter yang setara dengan volume 1 gelas kecil. Mengapa labanya 100% padahal sebelumnya saya pernah menyarankan tidak lebih dari 12½%?
Menjual susu sapi tidak berbeda dengan berjualan nasi. Untuk makanan segar, pada umumnya orang menetapkan laba di atas 50%. Kita harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya sisa barang yang tidak terjual yang harus dibuang. Walaupun setelah memasaknya sampai mendidih dan kemudian memasukkannya ke lemari pendingin, setelah 24 jam susu sapi itu bisa mulai terasa sedikit masam. Bila ini terjadi, jangan dijual!
Jalan tengahnya, kita bisa menawarkan harga lebih murah, misalnya Rp.1.250, bila pembayaran oleh pelanggan dilakukan sehari sebelumnya. Dengan cara ini kita bisa menyediakan susu sapi sesuai dengan pesanan yang sudah masuk.
Kesempatan menjual susu sapi siap minum juga ada bila warung Anda berada dalam kawasan industri yang berpolusi tinggi. Ceritakan kepada para karyawan yang mampir di warung Anda bahwa susu sapi meningkatkan daya tahan tubuh. Kalau permintaan belum ada, apa salahnya menciptakannya. Teori supply mengikuti demand sudah kuno.
Warung kelontong menjual jasa
Jika Anda punya pembantu dan pekerjaannya belum optimal, cobalah menjual produk yang bernama jasa. Misalnya jasa pembayaran rekening listrik, telepon dan air minum. Pasti pelanggan Anda tidak berkeberatan membayar jasa Anda Rp.1.000 per rekening. Tetapi setelah dipotong ongkos parkir, untungnya kan jadi kecil sekali, mungkin itu komentar Anda. Jangan lupa, dengan cara ini Anda telah “mengikat” orang itu untuk setia datang ke warung Anda. Paling tidak sebulan 2 kali ketika ia menyerahkan rekening lama dan uang muka serta ketika mengambil rekening baru dan sisa uangnya. Masak ia tidak tergoda untuk beli barang lain?
- o -
Bila di sekeliling warung Anda banyak tempat kos mahasiswa, bagaimana bila Anda menyewakan kotak pos seperti yang ada di kantor pos? Orang kos biasanya sering berpindah-pindah alamat dan ini akan menyulitkannya apabila ada yang bersurat kepadanya. Nah, warung Anda boleh dipakai alamatnya untuk menerima surat-suratnya. Biayanya? Untuk setiap surat yang diterimanya lewat warung Anda, ia membayar Rp.500. Sedikit amat? Yang penting bukan berapa uang jasa Anda, tetapi berapa kali dalam seminggu ia mendatangi warung Anda untuk menanyakan apakah yayasan beasiswa sudah berkirim surat kepadanya. Tidak perlu menyediakan sederet kotak pos. Satu kotak kecil saja, cukuplah.
- o -
Apakah daun pintu warung Anda menganggur? Betul? Masih menganggur? Itu tidak bisa dibenarkan. Setiap centi ruang, dinding, pintu harus memberi manfaat bagi warung. Ambil papan triplek, potong selebar pintu itu, gantungkan di pintu, dan di bagian atas tempelkan tulisan “Iklan Mini”. Pelanggan bisa menempelkan iklannya selebar kertas A4. Ia bisa mengiklankan USB ¼ Giga-nya yang menganggur karena ia sudah memiliki yang 2 Giga. Ia bisa mengiklankan kebutuhannya akan seekor anak kucing. Ia bisa mengumumkan dirinya akan berwisata ke Bali dan mencari teman seperjalanan.
Pungut biaya sewa tempat Rp.500 untuk 1 lembar iklan A4 untuk waktu 1 hari. Murah amat! Betul! Kita tidak membutuhkan uangnya, tetapi kedatangan lebih banyak orang untuk menengok daun pintu warung kita. Ramainya orang di warung kita, memberi kesan kepada orang yang lewat bahwa warung kita punya banyak pelanggan. Kesan ini kelak membuat ia ingin mampir ke warung kita.
Bukankah hal yang sama terjadi bila kita melihat warung nasi tenda yang selalu ramai? Apa yang ada dalam pikiran kita? Pasti makanannya enak. Paling tidak harganya bersaing. Suatu saat aku mau mampir untuk tahu apa yang membuatnya laris.
Tetap rajin walau bermodal 1 talenta
Kreatif, sering dipelesetkan menjadi “kere aktif”. Kenyataan membuktikan plesetan ini tidak sepenuhnya salah. Lebih sering mereka yang berada dalam keterbatasan fasilitas yang termotivasi habis-habisan menyiasati keterbatasannya ini. Pernah seorang pengasuh remaja gereja meminta majelis membelikan 30 suling recorder untuk kelompok musik remaja yang akan dibentuk. Ditolak. Tetapi adanya kelompok musik ini sangat penting karena juga bertujuan mengakrabkan mereka. Apa yang kemudian ia lakukan sementara kas remaja juga kosong? Ia membeli pipa pralon, dipotong-potong, dilubangi. Lalu suaranya seperti apa? Wuh, ramai. Tapi jemaat tahu lagu apa yang coba diperdengarkan.
Beberapa mantan peniup pipa pralon ini, yang sekarang menjadi penatua, pasti terbahak bila diingatkan edannya kreativitas mereka saat itu. Mereka ingat setelah beberapa jemaat yang tidak rela telinganya dianiaya terus menerus merogoh dompetnya, mereka bisa mengganti potongan pipa pralon itu dengan suling recorder. Bahkan ditambah dua gitar akustik dan satu gitar bas listrik. Punya 1 mina (Lukas 19:13), dipergunakan. Ketika modal meningkat jadi 1 talenta (Matius 25:15), dipakai dengan hati-hati. Setiap selesai latihan, suling itu dicuci lalu disimpan di lemari gereja. Mereka berlatih dengan sungguh, sehingga berani tampil di gereja lain bahkan sampai ke luar kota. Setiap kesempatan tampil, diambil, walau di gereja kecil.
-o-
Dalam memperingati ulang tahunnya yang ke-40, sebuah gereja menerbitkan buku berisi kumpulan kesaksian jemaatnya di bawah judul “From Grace to Grace”. Salah satu artikelnya menceritakan kesaksian seorang ibu yang telah menjahitkan baju toga bagi lebih dari 20 pendeta yang berasal dari 15 gereja yang berbeda.
Tukang jahit adalah profesi yang biasa-biasa saja. Tetapi jadi istimewa di tangan ibu ini, karena ia tidak memungut biaya serupiah pun dari kerja kerasnya ini. Tahun 2004 ia kena stroke. Baru 2 hari keluar dari rumah sakit, ia menerima telepon dari sebuah gereja, minta dibuatkan toga untuk pendetanya. Tubuh bagian kanannya belum pulih benar. Untuk bisa menggerakkan tangan kanannya, tangan kirinya harus membantu mengangkatnya. Untuk meletakkan kaki kanannya pada dinamo mesin jahit, tangan kirinya juga harus membantu. Tetapi ia tidak menolak permintaan ini. Empat hari dibutuhkannya untuk memotong kain. Dengan kemauannya yang keras, pekerjaan ini bisa diselesaikannya. Mengapa beliau tidak beristirahat 1-2 bulan dulu? Saya yakin, ia tidak mau kesempatan membelanjakan 1 talentanya lewat begitu saja.
Salah satu karakter pemodal kecil yang sukses adalah tidak pernah mau melepas kesempatan sekecil apa pun. Apakah kita mau mempergunakan strategi THE WAR OF THE WARoengS ini ketika berkiprah dalam THE WAR OF THE WARriorS di ladang Tuhan? Kita tidak akan membubarkan kelompok PA hanya karena yang hadir 10 orang. Kita tidak akan berdiri di depan 5 anak Sekolah Minggu tanpa persiapan yang baik. Kita tidak akan membiarkan 1 orang saudara seiman yang malas ke gereja tidak kita lawat.
Kita ingin kelak Bapa Surgawi tercengang ketika menyambut kita pulang. “Apa? Kamu bawa oleh-oleh untuk-Ku 25 talenta? Bukankah dulu Aku hanya memberimu 1 mina saja?”
(the end)
bagian ke-3 klik di sini.
Belum ada user yang menyukai
- Purnomo's blog
- 4016 reads
Melamar purnomo..
Salah satu karakter pemodal kecil yang sukses adalah tidak pernah mau melepas kesempatan sekecil apa pun.
Mental seperti itu lah yang membuat sukses.. tidak peduli berapapun talenta yang ditangan..
Setelah baca semua artikel Purnomo.. jadi tertarik melamar Purnomo nih.. untuk berbagi di gerejaku.. gereja kecil.. 60-70% anggota pasien diakonia.. artinya di gereja kami banyak yang kurang mampu.. seandainya semangat perang the waroeng ditularkan.. seandainya purnomo bersedia.... tahun depan sudah bukan banyak waroeng lagi.. sudah jadi Mall kali ya..
Aku suka ending nya..
Apakah kita mau mempergunakan strategi THE WAR OF THE WARoengS ini ketika berkiprah dalam THE WAR OF THE WARriorS di ladang Tuhan?
Joli melamar?
@purnomo.. membuatku trauma..
Waduh.. purnomo.. kenapa lamaranku ditolak? padahal aku paling benci melakukannya.. yaitu cewek melamar cowok.. kemarin itu dengan pergumuluan yang amat berat lho.. syukur kepada tuhan akhirnya kamu tolak.. so kapok.. kembali ke kodratku deh..
btw setuju kok hal : masih ada tingkat yang lebih bawah lagi yaitu “kebutuhan pengenalan akan Tuhan”.
Di sinilah diperlukan kehadiran seorang rohaniawan untuk merubah mental mereka agar mereka tidak malu menjadi tukang ojek, pembawa belanjaan di pasar, penjual koran eceran, produsen krupuk kecil-kecilan.
Usul yang bagus.. next aku mau usulkan di pembinaan orang tua anak2 compassion, kalau purnomo bersedia hadir.. kami sangat senang.. tapi beli tiket sendiri lho.. karena lamaranku dah ditolak..