Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ujian Nasional, Praktik Ketidakadilan atau ?
Ujian negara tengah melanda tanah air. Mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas menghadapi BENCANA nasional ini. Ada yang menganggap ini musibah, tidak sedikit yang menganggap ini malatapetaka. Ada apa dengan ujian nasional? Ujian nasional atau yang pernah terkenal dengan istilah EBTANAS ini memang sudah menjadi sosok menakutkan bagi kalangan pelajar. Bagaimana tidak, pada hari yang telah ditentukan, siap tidak siap, sehat tidak sehat, mau tidak mau. Seluruh pelajar kelas VI, IX dan XII se-Indonesia harus menghadapi ini, jika tidak maka ketidaklulusan sudah mengintip di depan pintu. Tidak heran, ada banyak pelajar-pelajar yang frustasi dan kalah sebelum berperang karena kegagahan UN yang bahkan mampu membungkam pelajar-pelajar yang cukup berprestasi di sekolah. Ironis memang, pelajar-pelajar yang diyakini akan menjadi penerus bangsa gugur karena kesehatan yang tidak bekerja sama. UN pun dituduh tidak adil oleh orangtua murid. Apakah adil usaha 3 tahun di SMA disebandingkan dengan 5 hari UN? Bagaimana kalau ada yang berhalangan? Begitulah cara saya dan teman-teman saya menolak UN. Ditambah lagi UN mengalami perubahan jadwal mendadak beberapa waktu lalu. ADILKAH UJIAN NASIONAL? TIDAK! Itulah jawaban saya hingga kemarin. UN tidak adil. Namun entah kenapa hari ini saya berubah pikiran, UN membuat saya sadar akan kehidupan iman saya. Bukan apa kesetiaanmu yang kemarin yang dinilai, tapi keteguhanmu tetap berpegang pada Kristus hingga akhir. Apa artinya setia namun pada akhirnya murtad? Bukankah itu sia-sia? Ini membuat saya kembali berpikir, Apakah UJIAN NASIONAL itu ADILl?
I won't die before I'm dead
- Rogue's blog
- Login to post comments
- 4901 reads
Bedanya?
Emang bedanya UN sama Ebtanas apa yah?
"It's not what I think that's important. It's not what you think that's important. It's what God thinks that's important. Now I'm going to tell you what God thinks!" - Chosen people of God
Beda nama saja
Sejauh ini tidak terlihat bedanya, hanya perubahan nama. Bukan rahasia umum lagi kalau tiap ganti menteri, ada aja yang diganti. Padahal inti dan pelaksaannya masih sama.
I won't die before I'm dead
I won't die before I'm dead
Ebtanas
Yah begitulah. Namaya juga ujian, dimana2 seperti itu.
Seperti kamu bilang, garis finish dalam perjalanan rohani yang menentukan, bukan berapa lama menjalaninya.
Kalo ada beberapa kekacauan, yah wajar, toh gak bisa dijadikan alat untuk mengukur hasil keseluruhan.
Saya baca di beberapa koran meributkan soal UN. Sejauh ini saya cuma liat kalo gak media cari2 berita, yah malah jadi pembahasan politis, alias pihak2 oposisi pemerintah selalu cari lubang untuk menyerang.
Memang ada kelemahan
UN memang tidak bisa 100% berhasil, dalam artian tidak menutup kemungkinan adanya hambatan yang dihadapi peserta atau soal yang cacad. Namun, disisi lain kesiapan UN itu salah satu yang menentukan. Karena kita sudah tahu hari H itu kapan, paling tidak peserta harus menyiapkan diri sesiap mungkin untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti teman-teman saya yang mengurangi aktifitas olahraga dan diganti dengan belajar bersama.
UN memang menjadi buah bibir dari tahun ketahun, dan yang saya lihat -sebagai peserta- kurangnya persiapan teman-teman. Mereka umumnya malah mencari contekan dan bantuan ke teman yang dirasa lebih mampu dan terus mengeluh, mungkin karena sosok UN yang sangat menakutkan. Tapi jujur saja, menurut saya soal UN adalah soal standar. Malah soal matematika dan fisika saat ulangan saya lebih sulit dari UN. Mengapa teman-teman saya mati gaya selama UN, namun tidak saat ulangan? Perlu dipertanyakan.
Mencari popularitas itu biasa, siapa tahu ada yang mau mendaftar menjadi menteri yang baru.
I won't die before I'm dead
I won't die before I'm dead
@Rogue Ebtanas dan Ujian Masuk Sekolah Baru
Saya gak tau sikon sekarang seperti apa.
Tapi kalo dulu saya bersekolah (SMP atau SMA), ebtanas itu biasanya nomor 2. Yang jadi nomor 1 adalah ujian masuk ke sekolah baru, apakah itu SMA katolik bergengsi, atau SMA negeri bergengsi, atau Kampus swasta bergengsi, atau kampus negeri bergengsi. Itu sih yang saya liat dari pandangan umum, setidaknya dari sekitar saya.
Ada beberapa keanehan yang sampai sekarang belum terjawab:
1. Ada kecendrungan antara Ebtanas vs nilai2 di rapor, hasil ebtanas lebih kecil daripada nilai2 di rapor.
Keanehan pertama ini justru jadi tanda atau kunci buat beberapa ortu yang mau mencarikan sekolah buat anak mereka. Kalo ada sekolah di mana rata2 hasil ebtanas murid2nya kurang lebih sama atau lebih jelek daripada nilai raport rata2 murid sekolah tersebut, berarti sekolah tersebut bagus. Kenapa? Karena dianggap memenuhi atau melewati standar nasional (ebtanas).
Sebaliknya, kalo nilai ebtanas mereka hancur sementara rata2 rapor mereka bagus2, itu artinya sekolah mereka di bawah rata2 nasional.
2. Ada kecendrungan bahwa nilai Ebtanas lebih kecil nilainya daripada hasil ujian masuk sekolah baru (UMPTN, UMPT, dll).
Saya gak tau kenapa ini terjadi. Mungkin karena kebanyakan murid tidak berfokus ke Ebtanas atau UN, melainkan ke ujian masuk sekolah/PT baru.
Tentu saja apa yang saya tulis ini bukan kajian ilmiah, melainkan hanya pengamatan kasar saya atas yang terjadi di sekolah saya atau beberapa sekolah teman2 saya, yang tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk sekolah lain.
Kalo soal mati gaya, mungkin karena efek psikologis aja kali. Coba biasain kerjakan soal2 Ebtanas/UN yang dari tahun2 lalu. Karena format atau kertasnya sama, jadi kita bisa meraba2 tingkat kesusahan Ebtanas/UN itu seperti apa. Saya pernah kerjain soal2 Ebtanas selama 10 -15 tahun terakhir (sewaktu saya di SMP/SMA), perasaan saya sih semakin ke sini soal2nya malah semakin gampang.
"It's not what I think that's important. It's not what you think that's important. It's what God thinks that's important. Now I'm going to tell you what God thinks!" - Chosen people of God
Itulah yang membuat Indonesia begitu unik
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada sekolah-sekolah bergengsi, di SMA favorit daerah saya rata-rata UN terbilang tinggi dengan kelulusan SELALU 100%. Tidak heran menjadi sekolah favorit, tapi di balik semua itu, ternyata guru menjawab soal-sooal UN dan entah bagaimana caranya jawaban itu tersebar merata ke seluruh ruangan. Aneh bin ajaib.
Sejujurnya saya sendiri juga mementingkan SNMPTN dibanding UN, karena UN juga tidak begitu dianggap oleh PTN. Tapi saya tetap berusaha mendapat nilai semaksimal mungkin untuk membuktikan kemampuan.
Anehnya, dari 20 murid, hanya 10% (tepatnya 2 orang) anak dikelas saya yang mematok nilai mininum untuk UN dan yang lain hanya asal lulus amin. Mungkin satuan pendidikan sudah harus membangun mental pejuang kepada siswa sejak awal, karena kondisi seperti ini sangat MENGENASKAN karena tidak tampak keinginan untuk maju.
I won't die before I'm dead
I won't die before I'm dead
yg gw denger2 se yg suka jd
yg gw denger2 se yg suka jd msalah kan UN ntuk smua skul di sluruh indo. Jadi kota kecil ato besar smuanya dapet soal yg sama n kl ga capai min nilai kaga lulus. Pdhal masi ada kemungkinan kalo standar pendidikan tiap daerah bisa beda. Bisa karna fasilitas dikota besar lebih banyak drpd kota kecil (misalnya buku2, internet, n laen2), tenaga pengajar, n laen2.
kyakna gitu se kalo ga salah..
Menurut saya bukan masalah besar
Pertama tiap rayon memiliki paket soal yang berbeda, jadi daerah jakarta dan kota saya memiliki soal yang berbeda sama sekali.
Kedua standar kelulusan adalah nilai rata-rata 5.5 dan toleransi nilai minimal 4 untuk maksimal 2 mata pelajaran.
Bukankah nilai 5.5 itu masih merah? Bukankah nilai kelulusan pada masing-masing sekolah pasti di atas 6 bahkah 7? Bukankah pelajaran yang diUNkan adalah pelajaran sesuai bidang pilihan?
Dah sejujurnya soal UN tidak sesulit soal ulangan saya, padahal sekolah saya bukanlah sekolah yang terpandang di Tanjung Pinang.
Entah apa yang membuat UN begitu ajaib sehingga bisa menewaskan banyak siswa.
Saya bingung.
I won't die before I'm dead
Saya heran orang protes UN
Heran betul sama yang protes UN. Saya curiga orang yang protes itu adalah orang2 yang malas belajar...
Bukannya belajar malah protes ada UN, dasar negri orang aneh!
Nasib... nasib...
Debu tanah kembali menjadi debu tanah...
Debu Tanah, jempol untuk anda
Saya sangat setuju dengan anda, karena itulah yang terjadi sekarang. Alih-alih belajar, malah stres lalu bunuh diri. Apa kata dunia?
I won't die before I'm dead
I won't die before I'm dead
Rouge, menghadaplah ke Kepala Sekolah
bila berhalangan ikut ujian, atau bila nanti tidak lulus ujian. Ada ujian susulan. Syaratnya bayar lagi uang ujian. Adanya ujian susulan ini untuk mengantisipasi mereka yang berhalangan ikut ujian karena sakit atau waktu ujian biar di rapot berprestasi tetapi karena mental tidak kuat jadi jeblok.
Rouge menulis,
Begitulah cara saya dan teman-teman saya menolak UN.
Rouge tidak menceritakan dengan jelas CARAnya. Bisa dijelaskan? Apakah dengan menggalang demo damai, atau ramai-ramai tidak ikut ujian, atau membakar sekolah?
Salam.
Maaf format tulisan saya agak berantakan
Saya menulis
Apakah adil usaha 3 tahun di SMA disebandingkan dengan 5 hari UN? Bagaimana kalau ada yang berhalangan? Begitulah cara saya dan teman-teman saya menolak UN.
Beberapa bulan lalu saya protes dengan kepala sekolah tentang ini. Tidak secara besar-besaran karena tidak ada yang bernyali besar. Sebenarnya saya tidak begitu masalah dengan UN, hanya terbawa suasana. Mungkinkah yang lain juga seperti saya?
I won't die before I'm dead
I won't die before I'm dead