Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Tiba-tiba saja Aku takut Mati
Hari ini, tiba-tiba saja aku takut mati. Penyebabnya sepele. Saya membaca berita dari sebuah koran yang sudah usang. Sebuah potongan koran yang diberikan kepada saya untuk membungkus nasi dan lauk pauk yang saya beli tadi malam di 'restoran favorit'. Warung Tegal dekat rumah. Ceritanya, ada seorang pengemis yang tertabrak mobil hingga tewas di tempat. Pengemis tersebut bukannya ditolong oleh sang penabrak, malahan melarikan diri. Akibatnya, dia tergeletak mati tak berdaya di tempat itu selama beberapa menit. Tak ada satu orangpun yang berada di tempat itu bersedia untuk mengangkatnya. Mereka hanya menaruh papan yang dijadikan tiang sebagai semacam tanda bahaya lalu menutup seadanya dengan koran.
Saya tiba-tiba saja takut mati dengan membayangkan seandainya diri saya yang berada di tempat itu. Saya menjadi korban tabrak lari lalu mati sia-sia. Betapa mudahnya kita kehilangan nyawa. Betapa rapuhnya kehidupan dan betapa gampangnya kita pada akhirnya harus meninggalkan dunia ini. Saya benar-benar takut mati. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana saya akhirnya harus meninggalkan istri, anak-anak, keluarga dan teman-teman. Mereka pasti akan sedih dan lambat laun akan melupakan aku.
Setelah sekian lama merenung, pada akhirnya saya menyadari bahwa kematian itu adalah sebuah bagian dari perjalanan hidup manusia. Tidak dapat dihindari dan tidak bisa diabaikan. Siap atau tidak siap, suatu hari dengan cara apa saja dia akan datang dan melengkapi hidup kita sebagai rangkaian terakhir dari perjalanan hidup kita. Saya takut mati bukan karena kematian itu sendiri. Saya takut mati karena saya sadar bahwa tidak ada yang bisa saya bawa setelah kematian. Kesenangan, harta, keluarga, teman dan uang pada akhirnya harus ditinggal. Kita datang ke dunia ini dengan tidak membawa apa-apa, dan akhirnya kita harus meninggalkan dunia ini juga dengan cara yang sama. Tidak membawa apa-apa
Oleh karena itu, saya akhirnya tahu bahwa kehidupan yang ada sekarang ini tujuannya hanya satu. Memberi buah. Memastikan hidup kita dapat memberi warna bagi kebaikan orang lain. Keberadaan kita dapat memberkati kehidupan orang lain. Kita ada untuk menjadi solusi bagi kesulitan yang dialami oleh orang lain.
Saya memang tidak ubahnya dengan pengemis itu. Kami sama-sama akhirnya harus mati. Caranya saja yang mungkin beda. Apapun caranya bukan itu persoalan utama. Pengemis itu mungkin mati dengan tidak memberikan pengaruh apa-apa buat orang lain. Tapi bagaimana dengan Albert Einstein, Abraham Lincoln, Jendral Sudirman, atau siapapun nama-nama besar yang kita tahu. Mereka bukan cuma orang hebat semasa hidupnya, meskipun akhirnya harus takluk dengan kekuatan kematian tapi nama mereka masih tetap dikenang sebagai orang yang mempunyai kontribusi yang luar biasa buat orang di zamannya dan orang yang di zaman ini.
Semestinya inilah yang menjadi tujuan hidup kita. Apa yang bisa menjadi kontribusi kita terhadap lingkungan kita. Tidak peduli kita mengerjakan hal besar atau hal kecil. Tidak peduli apakah kita negarawan yang memimpin negara besar atau hanya kepala keluarga yang memimpin keluarga kecil. Kita dapat melakukan banyak hal yang dapat memberikan warna buat lingkungan kita. Kita dapat memberikan pengaruh positif buat orang lain. Lupakan soal uang, kekayaan, ketenaran. Semua itu pada akhirnya terkubur bersama dengan berakhirnya hidup kita. Tapi kebaikan, kemurahan, kasih akan tetap tinggal selamanya kepada orang-orang yang menerima kebaikan kita.
Kini, saya takut mati bukan karena kematian itu sendiri. Saya takut mati kalau saya belum berbuat apa-apa buat orang lain. Saya takut mati kalau saya justru selama ini hanya menjadi batu sandungan buat orang lain. Meskipun begitu, saya bersedia mati asalkan hidup saya sudah menjadi sesuatu yang berguna buat orang lain. Dengan demikian Istri, anak-anak, keluarga dan teman-teman saya pada akhirnya merasa mereka tidak pernah kehilangan. Semua senang, semua gembira, semua diberkati. Ahhh.. what a wonderful life...
- peterkambey's blog
- 10004 reads
Jason gak mau mati!
Keponakan saya, Jason, 5 tahun, beberapa hari yang lalu juga menangis karena takut mati. Ini kejadian kedua. Yang pertama beberapa bulan yang lalu. Ketika itu dia sedang bermain-main dengan neneknya, dan mulai membanding2kan tangan mereka:
"Emak kok tangannya seperti kulit jeruk?"
"Iya, kan emak sudah tua."
"Jason juga bisa tua?"
"Iya, semua orang nanti tambah tua."
"Habis itu mati ya?"
(Rupanya dia teringat kakeknya yang sudah mati ketika dia berumur 2 tahunan.)
"Betul, nanti masuk surga, ketemu sama Tuhan Yesus."
Dan menangislah dia, "Emak gak boleh mati, Papah gak boleh mati, Mamah gak boleh mati, aku gak mau mati...."
Segala usaha untuk menghibur ("Di surga kan enak, banyak mainan", "Nanti bisa ketemu kung-kung lagi", dll) sepertinya sia-sia saja.
Gimana caranya ya?
Kalau Aku Mati
Beberapa waktu lalu saya pernah membayangkan, akan keren sekali seandainya saya mendadak mati. Mati tanpa sebab. Darah berhamburan di langit-langit kamar, namun tidak mengotori bagian mana pun dari kamarku. Mata melotot (atau merem saja, sembari darah mengalir dari celah-celah mata?). Atau dalam kondisi yang lebih sopan. Saya mati tanpa berlumuran darah seperti itu.
Sembari memikirkan betapa enaknya mati itu, saya malah merasa kasihan dengan orang-orang yang saya tinggalkan. Pertama, orang tua saya harus mengarungi lautan untuk menjemput mayat saya. Lalu mereka pasti harus mempersiapkan peti mati dan sebagainya (meski saya akan berkeras untuk dikremasi saja). Lalu teman-teman saya akan melayat. Tak enak kalau tidak merogoh kantong untuk memberi uang duka. Belum lagi saudara-saudara lain. Meski menangisnya sesaat dan bisa bersenda gurau dengan sanak saudara lain yang kebetulan menghadiri penghiburan dan sebagaimana macamnya itu.
Akhirnya, sampai mati pun masih harus merepotkan orang lain. Apa saya lebih baik tidak usah mati saja, ya? He, he, he. :P
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
Kalau Saya Mati Hari Ini
Kalau Saya Mati Hari Ini adalah judul surat wasiat yang saya perbarui setiap kali ulang tahun, yang saya tulis sejak saya SMP. Tujuannya adalah untuk mengurangi kebingungan orang-orang yang masih hidup kalau saya mati hari ini.
Saya siap mati kapan saja, karena menurut saya hidup itu jauh lebih mengerikan. Di dalam hidup ini, cita-cita saya juga mengerikan, saya bercita-cita, kalau saya mati hari ini, maka saya tidak menyesal. Tidak menyesal, karena saya sudah melakukan semua yang harus saya lakukan dan tidak melakukan semua yang tidak boleh saya lakukan. Menyesali semua yang tidk harus saya lakukan namun telah saya lakukan. Satu hal yang selalu saya hindari dalam hidup ini adalah merasa menyesal karena tidak melakukan sesuatu yang harus saya lakukan atau yang ingin saya lakukan. Itu sebabnya, banyak sekali hal yang seharusnya tidak saya lakukan, juga saya lakukan.
Kalau saya mati hari ini, saya ingin mayat saya dibakar dan semua abunya dibuang untuk memupuk bumi ini. Dengan begitu, maka semua orang yang masih hidup hanya mampu mengenang saya melalui kenangan.
Atas keinginan dibakar setelah mati itu, banyak handai taulan yang bartanya, kenapa? Saya akan pandang mereka lalu berkata, "Setelah mati, kalau tidak masuk surga atau neraka, maka saya akan pergi mengembara. Kalau di kubur, padahal saya ada di surga atau neraka itukan buang-buang duit? Sementara kalau saya pergi mengembara, siapa yang akan menunggu kuburanku? Anda pernah punya tetangga yang menyebalkan? Nah, kalau tetangga kuburan saya menyebalkan, bukankah saya akan sebal seMATI saya?" ha ha ha ...
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Ah... Kematian....
"I can do all things through Christ who strengthen me"
Mending Lompat Dari Menara Kolam Renang
Wah, Priska, aku sering bertanya-tanya, apa yang dirasakan oleh orang-orang yang bunuh diri waktu mereka bunuh diri?
Saya lalu melakukan survey dan bertanya kepada mereka yang gagal bunuh diri. Ada yang minum obat nyamuk, ada yang lompat dari gedung, ada yang menabrakkan diri, ada yang gantung diri, ada yang mengiris urat nadi. Jawabannya sangat melegakan, MEREKA MENYESAL namun tidak berdaya untuk menghentikan prosesnya.
Nah, sebelum kamu kepikiran melompat dari loteng tempat kost lagi, mendingan kamu pergi ke kolam renang lalu mencoba melompat dari menara ke dalam air. Itu namanya gladi resik. Di jamin, kamu nggak akan pernah mikir lagi untuk lompat dari loteng tempat kost.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
He..he... Kolam Renang
Ko Hai-hai... Aku aja sejak kecil itu takut dengan kolam renang. Berhubung aku ndak isa berenang... :). Dan masalah lompat-melompat, waktu aku kelas 2SD, aku sudah pernah gladi resik lompat dari atap rumahku. Itu sih bukan karena kesengajaan, tapi karena kepleset pas aku main-main di atap rumah. he he he...
Dan itu tu dulu sakit banget, makanya ketika kemaren mau lompat dari loteng, aku berfikir fikir lagi, dan inget jaman dulu pernah lompat dari atap itu. Karena aku tu takut sakit, makanya mendingan makan bakso aja di depan kost. itu kan lebih enak, dan kenyang lagi. hi hi hi... GBU
"I can do all things through Christ who strengthen me"
kalo boleh sih jangan mati dulu
Nah loh.. semua pada ngomongin mati
bilang begini sama anak itu...
BIG GBU!