Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Teologi Sukses, Penderitaan dan Kenikmatan
Amen. Itulah yang terbersit di hati saya saat pertama kali mendengar kalimat itu diucapkan, dibaca dan dibahas bersama di dalam kelas-kelas yang saya ikuti. Ada rasa senang yang dangkal? Perhaps. Because Gloria is my middle name (gee...!) and then I made a mental note to name one of my (future) children, Joy. Or Hope. That shallow, I know. It so happened, however, a journey is to be taken to make that chief end’s of man, my end. And with that divine plan, a journey to live that end out began...
Berkenalan dengan kata "memuliakan Allah" sejak batita mungkin membuat kata tersebut cukup familir buat saya karena memuliakan Allah termasuk kata-kata yang paling sering didengar, mulai dari diteriakkan di mimbar dengan berapi-api, dinyanyikan merdu segenap hati hingga dibisikkan dalam doa diantara tetesan airmata. Mirip dengan itu, adalah kata "menikmati Allah". Karena buat saya kata menikmati Allah mengandung suatu kedekatan yang lebih dibandingkan dengan kata memuliakan Allah. Seperti kedekatan yang saya rasakan dalam kata "mencintai Allah". Kedekatan antara seorang anak dengan ayahnya. Jadi, tidak ada yang terasa aneh saat berkenalan dengan kata itu.
Perjalanan selanjutnya membawa saya bertemu dengan bahasan tentang Enjoyment theology atau teologi Kenikmatan. Disinilah saya mulai mengenal arti Menikmati Allah dengan lebih dalam lagi, meskipun pada awalnya ada alarm yang menyala saat mendengar bahasan tentang teologi Kenikmatan. Aliran baru apalagi ini?! Bersenjatakan pengetahuan kognitif akan firman Tuhan yang tidak seberapa itu, dengan penuh kecurigaan saya dengarkan baik-baik pembahasan itu dibawakan. Hm… apakah bahan "baru" ini punya relasi dengan Teologi Sukses? Bagaimana relasi menikmati Allah dengan teologi Kenikmatan?
Teologi Sukses vs Penderitaan
Terus terang, pemahaman saya yang terbatas tentang teologi Sukses ditambah rasa sok tahu saya ternyata tetap membawa saya untuk melawan pengajaran ini. Secara ringkas yang saya mengerti dari teologi Sukses adalah bagaimana mewujudkan surga di bumi dengan menjadikan sang Pencipta sebagai Sinterklaas yang berkewajiban mengabulkan setiap permohonan. Sehingga setiap anak Tuhan sudah seharusnyalah hidup makmur, sukses, bebas dari masalah dan bahagia. Jika kau tidak mendapat, itu karena imanmu terlalu kecil. Maka, berimanlah! Masalahnya beriman kepada diri sendiri sama sekali berbeda dengan beriman kepada Tuhan. Let me be God # let God be God. Padahal melihat kehidupan Kristus selama di dunia tidak pernah satu kalipun Ia tidak merendahkan diri dan tunduk di hadapan Allah Bapa. Tujuan hidupNya adalah melaksanakan kehendak BapaNya, seperti yang Dia katakan selalu, “For I have come down from heaven, not to do My own will, but the will of Him who sent Me." John 6:38 NASB
Saya kerap membandingkan pengajaran teologi Sukses dengan teologi Penderitaan/Salib yang saya kenal dalam kurun waktu bersamaan dengan teologi Sukses. Secara ringkas pengajaran teologi Penderitaan yang saya mengerti adalah bahwa setiap pengikut Kristus yang telah diselamatkan dari kematian kekal, dipanggil keluar dari kegelapan, akan menjalani hidup yang berhadapan dengan penderitaan akibat eksistensinya di dalam dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa ini. Setiap orang wajib menyangkal diri mengikut Tuhan, let God be God. Karena seperti Kristus yang rela turun dari Surga, menjalani hidup yang penuh penderitaan dan mati di kayu salib untuk menebus dosa umatNya, begitulah seharusnya hidup setiap orang percaya. Teologi Penderitaan juga mengajarkan bahwa penderitaan meskipun menyakitkan adalah sangat perlu untuk menyadarkan bahwa this earth is not our home, only Heaven is and it will arrive one day upon Christ' second return.
Buat saya pengajaran ini lebih bertanggung jawab dan menyadari posisi yang tepat dari relasi I and Thou antara kita dengan Tuhan. Apalagi Kristus sendiri dengan kematianNya di kayu salib sudah dengan sangat jelas memberikan contoh dan gambaran akan apa yang harus dihadapi setiap pengikutNya nanti. Sehingga meski saya tidak bisa menerima pengajaran teologi Sukses dan saya menyambut teologi Penderitaan/Salib dengan tangan terbuka lebar. Dan kemudian saya bertemu dengan pembahasan bernama teologi Kenikmatan...
Penderitaan vs teologi Kenikmatan
Teologi Kenikmatan yang saya mengerti berawal dengan penjabaran dari katekismus Westminster bahwa tujuan hidup manusia selain memuliakan Allah adalah juga untuk menikmatiNya. Pengajaran ini secara lebih detail membahas tentang apa arti menikmati Allah dan bagaimana hubungan antara menikmati Allah dengan memuliakan Allah terutama jika dikaitkan dengan sisi penderitaan yang memang pasti menyentuh hidup setiap anak-anak Allah. Itulah sebabnya pembahasan tentang teologi Kenikmatan selalu mengikutsertakan pengajaran dari teologi Penderitaan karena penderitaan dapat dikatakan sebagai salah satu guru terbaik untuk mengerti lebih dalam arti memuliakan dan menikmati Allah.
Teologi Kenikmatan yang saya kenal merupakan penggenapan dari teologi Penderitaan. Mengajarkan bahwa meskipun kita menyadari, mengakui dan menerima akan kehadiran penderitaan yang harus dihadapi setiap anak Allah, tujuan hidup kita bukanlah untuk menderita. Melainkan untuk untuk memuliakan Allah dan menikmatiNya. Secara pribadi saya mulai memahami hal ini saat berhadapan dengan masa-masa tersulit dalam hidup saya. Penderitaan adalah sesuatu yang riil harus dihadapi setiap anak Allah seperti yang ditulis dalam surat Ibrani, "But remember the former days, when, after being enlightened, you endured a great conflict of sufferings,..." Hebrews 10:32 NASB.
Tetapi berpikir bahwa penderitaan yang dihadapi ini adalah sesuatu yang harus saya terima sebagai tujuan hidup, betul-betul membuat saya berpikir bahwa sangat lebih baik saya tidak pernah dilahirkan dan membuat saya sedikit lebih memahami kenapa orang lebih memilih bunuh diri saat kehilangan harapan. Disadarkan lewat penderitaan bahwa this earth is not our home is one thing, tetapi berpikir bahwa menjadikan penderitaan sebagai tujuan yang harus dicapai is certainly another different thing!
Saya merasa menemukan pencerahan saat diingatkan bahwa tujuan hidup saya selain untuk memuliakan Allah adalah juga menikmatiNya. Mengapa? Karena dalam arti menikmati buat saya bernuansa sesuatu yang menyenangkan, memberikan kesukacitaan, semangat dan keinginan untuk terus merasakannya, makanya disebut nikmat. Mana ada orang yang sedang merasakan penderitaan mendefinisikan penderitaan tersebut dengan hal-hal tadi? Yang mungkin adalah meskipun menderita tetapi tetap bisa menikmati saat-saat itu karena this and that. Tetapi bukan berpikir bahwa arti menderita dan menikmati itu sama. Orang yang mengatakan menikmati penderitaan pun bukan berarti dia menyamakan penderitaan dengan kenikmatan karena tidak ada penderitaan yang nikmat. Kalau bisa menikmati saat menderita itu memang karena ada unsur nikmat di dalamnya tapi tidak berarti penderitaan bisa diidentikkan dengan kenikmatan.
Maka bersyukurlah saya kepada Allah karena lewat teologi Kenikmatan saya lebih mengerti untuk tidak menjadikan penderitaan sebagai tujuan hidup saya! Hal ini bukannya tidak disinggung sama sekali dalam teologi Penderitaan, hanya saja menurut saya pembahasan mengenai penderitaan yang sangat besar disana kadangkala tidak dihubungkan dengan tujuan hidup manusia yang kemudian dikupas pula secara detail. Itulah sebabnya saya bisa mengerti saat dikatakan bahwa teologi Kenikmatan adalah yang lebih realistis dibandingkan teologi Penderitaan, apalagi teologi Sukses.
Tetapi sebetulnya pada akhirnya seindah apapun teologi atau pengetahuan atau pengertian yang saya dapatkan serta pahami tidak ada artinya kalau pada akhirnya hanya memperindah konsep saya akan siapa Allah tetapi tidak menjadikannya suatu realita dalam hidup saya. Allah saya adalah Allah yang hidup, bukan Allah di dalam keindahan konsep belaka. Takkan putus permohonan saya akan belas kasihan dan anugerahNya sehingga apapun yang ada dalam hidup ini akan semakin membawa saya mengenal Dia dan menikmati persekutuan yang penuh denganNya serta menguatkan saya saat Dia membukakan setiap kebenaran sejati yang seringkali akan menghancurkan segala keindahan palsu tentangNya yang saya percayai. Kyrie eleison... Kyrie eleison...
- xaris's blog
- 9827 reads
Q & A (1)
Theologia Sukses, Theologia Salib dan Theologia Kenikmatan
Xaris, kamu menulis:
Sebagaimana yang dibahas di dalam kelas, sebagai orang Kristen masa kini kita seolah tertarik ke dua kutub yang berbeda antara Teologi Sukses dengan Teologi Penderitaan/Salib.
Disinilah saya mulai mengerti bahwa Teologi Kenikmatan sesungguhnya lebih realistis dibandingkan dengan kedua yang lainnya. Ini bukan memilih status quo ataupun memilih titik tengah pendulum. Tetapi ini adalah kenyataan tentang bagaimana kita seharusnya hidup di hadapan Allah.
Theologia sukses, saya memahaminya dengan cukup baik, namun tentang Theologia Penderitaan, maukah menjelaskannya sedikit lebih terperinci, supaya saya dapat memahaminya dengan baik? Kalau Theologia Kenikmatan bukan status quo atau titik tengah pendulum, kenapa menjadikan kedua Theologia yang lainnya sebagai titik awal pembahasan Theologia Kenikmatan?
Ko Hai Hai, tentang apa yang dimaksudkan oleh saya tentang teologi Penderitaan/Salib saya sharing-kan di tulisan di atas. Semoga saya tidak salah mengerti pertanyaan Ko Hai Hai yah.
Tentang kenapa menjadikan teologi Sukses dan Salib sebagai titik awal pembahasan adalah karena:
- Teologi Kenikmatan yang saya kenal memang berjalan seiring dengan teologi Penderitaan karena keduanya saling melengkapi/menggenapi. Istilah teologi Kenikmatan memang belum lama saya dengar, tetapi bahasan yang ada disana sudah ada lama dan dibahas sejak dulu.
- Teologi Sukses saya ikutkan dalam pemikiran dan pembahasan saya karena kaitan dalam rangka mengenal apa kenikmatan sejati. Apakah hanya lewat berkat-berkat yang (harus) dikabulkan, apakah Allah yang menjadikan the enjoyment of Him dalam arti demikian?
Sejauh ini dua teologi itulah yang saya mengerti untuk bisa dipakai menjelaskan arti menikmati Allah lewat teologi Kenikmatan. Boleh share dengan saya kalau ada teologi lain yang bisa dimasukkan dalam bahasan ini yah...Q & A (2)
Theologia Kenikmatan dan Katekismus Westminster
Xaris, ini kali pertama saya membaca tulisan Theologia Kenikmatan dikaitkan dengan katekismus Westminster
Q. 1. What is the chief end of man?
A. Man’s chief end is to glorify God,[1] and to enjoy him forever.[2]
Silahkan klik katekismus Westminster untuk membaca terjemahan bahasa Indonesianya.
1. Pert. Apa tujuan utama dan tertinggi manusia?
Jaw. Tujuan utama dan tertinggi manusia ialah memuliakan Allah[a] dan bersukacita sepenuhnya di dalam Dia untuk selama-lamanya.[b]
a. Rom 11:36; 1Ko 10:31. b. Maz 73:24-28; Yoh 17:21-23.
Kamu menerjemahkan kata “and to enjoy him forever” menjadi Menikmati Allah, sedangkan para penerjemah katekismus Westminster menerjemahkannya sebagai bersukacita sepenuhnya di dalam Dia untuk selama-lamanya.
Apakah menikmati Allah berarti bersukacita sepenuhnya di dalam Dia untuk selama-lamanya? Kalau benar, kenapa menggunakan istilah baru? Kalau berbeda, dimana perbedaannya?
Ko Hai Hai, dalam (mungkin hampir) semua bahasan yang saya pernah temui tentang teologi Kenikmatan, to enjoy God, enjoyment of God, etc. salah satu titil awal pembahasan memang dimulai dari Q1. Westminster Catechism itu.
Sedangkan kalau untuk terjemahan "to enjoy God" jadi "bersukacita di dalam Dia", saya tidak tahu mengapa terjemahan yang ada di Sabda.org seperti itu. Di berbagai tempat lain kalimat "to enjoy God" diterjemahkan "untuk menikmati Allah". Saya coba lihat padanan katanya (Thesaurus) to take pleasure in, to benefit/get pleasure from, to like, etc. Jadi istilah menikmati Allah bukan baru sekarang ada. Hanya mungkin tidak sering dipaparkan.
Tentang apakah ada beda antara bersukacita di dalam Dia dengan menikmati Allah, menurut saya dalam menikmati Allah tidak terlepas dengan unsur bersukacita di dalam Dia, vice versa. Tapi saya lebih suka menggunakan arti menikmati Allah karena buat saya ada rasa kedekatan yang lebih, seperti kata "mengasihi Allah", itulah sebabnya saya lebih menggunakan terjemahan secara harafiah dari bahasa aslinya.
Q & A (3)
Beberapa minggu yang lalu seorang teman bercerita, seorang pengkotbah di Jawa Tengah mendapat perintah Allah untuk mengajarkan doktrin bertunangan dengan Roh Kudus dan Menikah dengan roh Kudus. Anda punya informasi lebih lanjut tentang kotbah itu? Apakah itu adalah pengejawantahan dari Theologia Kenikmatan?
Ko Hai Hai, saya baru dengar tentang kisah tentang pengkotbah itu. Sampai sekarang saya belum dapat informasi tentang dia. Mau share? Tentang apakah itu pengejawantahan dari teologi Kenikmatan, saya perlu kenali dulu baik-baik apa yang disampaikan pengkotbah itu. Teologi Kenikmatan yang saya kenal tidak membahas poin-poin seperti itu.
Saya jadi kepikir aja, kalau kita menikah dengan Roh Kudus, artinya menikah dengan Kristus, dengan Allah Bapa juga dong? Apa iya begitu? Rasul Paulus waktu menggambarkan hubungan suami dengan istri seperti Christ and His church mengacu pada "seperti" atau bahwa suami-istri harus menjadikan relasi Christ and His church sebagai model. Bukannya disuruh menikah dalam konteks seperti man-wife. What do you think?
Bagaimana menikmati Allah?
Q & A (4)
my be
Some times life is simple. So... what's up Doc.