Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
seekor anjing
kalo udah ada yang pernah post.. aku delet yah.. aku lupa denger cerita ini dari mana..
one day ada seekor anak anjing yang diikat lehernya di batang pohon.. anak anjing itu diikat oleh tali dengan radius 2 m.
setiap kali anjing tersebut melihat temannya , ia berusaha lari menemui temannya, tapi setelah 2 m ia tertarik lagi ke batang pohon itu.. ia nggak bisa pergi lebih dari 2 m.
lama lama mind set anjing itu terbentuk kalau dunianya nggak bisa lebih dari 2 m..
setelah anjing itu dewasa, pemiliknya merasa kasihan pada anjing itu. lalu melepaskan talinya.
tampaknya anjing tersebut gembira sekali.. kemudian pemiliknya mengajaknya masuk kedalam rumah. tapi tiba tiba anjing tersebut berhenti pada jarak 2 m dari batang pohon. pemiliknya pun bingung.. dipanggil nama anjing itu ia mendongak, tapi ngga bergerak lebih dari 2m. alhasil anjing itu kembali dengan lesu ke bawah pohon.. disamping batang pohon yang mengikatnya.
aku denger cerita ini lupa dari siapa, tapi aku gembira aku pernah mendengarnya karena ini sangat berguna bagiku..
sebelum percaya Yesus, dosa bagai tali yang mengikat leher kita.. dosa kita dari kanak kanak, dan itu membuat kita nggak bisa lepas. terus berada di dalam lingkaran dosa.. dan itu kita bawa sampai dewasa.
setelah percaya Kristus, tali yang menjerat kita sudah diputuskan.. tapi mind set kita sudah terbentuk.. itulah sebabnya kita nggak keluar dari dosa itu.. walo Tuhan panggil berkali kali, kita tetap diam dalam dosa..
sekarang ayo ubah mind set kita.. kita dah bebas dari jeratan tali itu.. ayo kita ubah perilaku hidup kita.. biar kita hidup bersama-sama dengan Kristus di surga...
kalo ada yang post dengan isi yang sama.. aku berbaik hati mau menghapus tulisan ini.. hehehe.. soalnya aku baru inget kemarin...
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-
- Raissa Eka Fedora's blog
- 13871 reads
Ikatan tali-tali = pembunuhan karakter
kalau itu mungkin disebabkan
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-
mindset tentang alam roh
Lies. kalo seperti itu sih
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-
Pelupa
haha.. jangan gituu
jangan doain pikun dong..
kan namanya lupa..
anak kecil berbicara, didengarkah?-
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-
anjing dan kutu
salam, www.pwijayanto.net .
=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)
Anjing Diikat
Raissa, saya tidak tahu dari mana anda mendapatkan kisah anjing tersebut. Namun sebagai pelatih anjing, saya menjamin bahwa kisah anjing tersebut SALAH.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
aku juga denger dari orang lain
aku juga belum pernah membuktiin.. punya anjing aja belum.. hehe
tapi entah dari mana kisahnya.. kalau salah yah itu merupakan suatu pelajaran baru^^
maklum aku bukan pelatih
-anak kecil berbicara, didengarkah?-
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-
Beda...
Mindset manusia beda sama mindset anjing.
Ilustrasi yang membingungkan
Raissa, janganlah merasa bersalah bila saya katakan blogmu ini tidak benar. Bukankah kamu dapat dari orang lain? Nah, orang lain itu yang salah.
Saya menilai ilustrasinya tentang anjing salah. Saya sependapat dengan hai hai, Pwijayanto dan PSS. Biar diikat bertahun-tahun, pasti seekor anjing akan berlari jauh setelah ikatannya dilepas. Ini saya tahu karena saya punya anjing yang selalu saya kandangkan. Begitu terlepas keluar kandang ia segera keluar rumah dan saya harus mengambil sepeda motor untuk mengejarnya. Saya lebih setuju dengan ilustrasinya Pwijayanto tentang keterbatasan lompatan seekor kutu. Atau, pernah dengar burung yang tidak bisa terbang karena sejak bayi diasuh oleh ayam? Memang untuk berlatih terbang seekor burung perlu pijakan yang tinggi yang tidak mungkin didapatinya di tanah datar.
Walaupun ilustrasinya salah, cerita tentang “mind set”-nya betul dan ini ditegaskan oleh kesaksian Joli.
Kembali kepada ilustrasi cerita, ada sebuah ilustrasi terkenal tentang katak yang dimasukkan ke dalam panci. Panci ini kemudian diletakkan di atas api kompor yang diatur sedemikian rupa sehingga suhu air akan naik (sangat) perlahan. Karena perubahan suhu air terjadi sedikit demi sedikit, katak ini tidak merasakan perubahan itu sampai akhirnya ia mati karena tubuhnya tidak tahan pada titik suhu tertentu. Ini ilustrasi (untuk menjelaskan kebiasaan buruk bisa mendatangkan kematian) betul-betul tidak ilmiah. Karena bahan-bahannya mudah didapat, Raissa boleh iseng-iseng mencobanya. Kompornya diganti lilin kecil.
Jangan kata dimasukkan ke dalam panci dengan air hangat, dimasukkan ke dalam ember plastik yang diisi air sejuk katak segera berusaha terus-menerus untuk melompat keluar. Ini saya tahu karena saya sering menangkapi katak dari halaman depan rumah untuk saya pindahkan ke halaman belakang untuk mengurangi populasi nyamuk. Mengapa begitu? Karena ia tidak nyaman dengan tempat yang sangat asing baginya (Emangnya si katak itu pernah saya wawancarai?). Katak juga tidak pernah membenamkan seluruh tubuhnya di dalam air walaupun ia ampibi.
Dalam menyampaikan Firman, orang bisa khilaf membuat ilustrasi yang membingungkan, bahkan menyesatkan. Saya sekeluarga setiap malam bersama membaca buku renungan harian. Sering kami tertawa bila mendapatkan ilustrasi cerita yang aneh. Puteri saya yang guru Sekolah Minggu kadang berkomentar, “Penulisnya dalam berimajinasi kebablasan. Karena itu Papa jangan menulis renungan. Pasti nanti lebih ngawur.”
Suatu malam kami membaca sebuah ilustrasi yang sering dikutip orang untuk menjelaskan akibat perkataan yang menyakitkan. Ibarat paku-paku yang ditancapkan ke sebuah tonggak kayu, begitulah perkataan yang menyakitkan hati. Kita bisa mencabutnya satu persatu (minta maaf) tetapi bekas paku-paku itu tidak hilang. Bekasnya tinggal untuk selamanya.
“Seperti kedua puteriku yang sering menyakitkan hati bapaknya ini dengan perkataannya,” saya berkomentar setelah si bungsu selesai membaca buku renungan itu.
“Kapan? Jangan menuduh tanpa bukti,” tuntut si sulung.
“Aku lupa. Aku tidak lagi mengingatnya begitu kamu minta maaf atau menunjukkan penyesalanmu.”
“Berarti tidak ada bekas paku.”
“Berarti ilustrasi itu tidak berlaku bagi aku,” kata saya menimpalinya.
“Karena kamu itu papaku?”
“Bukan. Paku itu meninggalkan bekas pada tonggak kayu. Tonggak kayu itu adalah pohon yang sudah ditebang, yang melambangkan orang yang rohaninya sudah mati. Tapi aku ini seperti pohon yang hidup. Coba kamu tusuk pohon papaya di halaman belakang itu dengan paku. Lalu kamu cabut pakunya. Bekas itu pelan-pelan akan menghilang karena pohon itu hidup. Ia sendiri yang akan menghilangkan bekas lukanya. Apalagi bila kamu rajin menyirami dan memberinya pupuk. Bekasnya pasti lebih cepat menghilang.”
“Kok pakai pupuk? Aplikasinya gimana?” tanya si bungsu.
“Kalau kamu ditraktir makan pizza sama pacarmu, bawa pulang 1 loyang buat bapakmu ini. Itulah yang aku maksud dengan pupuk.”
“Ngawur! Malu-maluin. Itu ilustrasi untuk menghalalkan upeti!” teriak si bungsu.
Mudah-mudahan komen ini tidak ikutan ngawur.
Salam untuk Raissa.Teruslah menulis.
Ilustrasi
Anaknya Purnomo:
“Penulisnya dalam berimajinasi kebablasan. Karena itu Papa jangan menulis renungan. Pasti nanti lebih ngawur”
Setuju... Firman Tuhan sendiri cukup...
2 Timotius
Ilustrasi memang membantu, tetapi bukan alat utama dalam pengenalan akan Tuhan. Jerat yang berbahaya adalah mencoba untuk mengerti Firman Tuhan melalui ilustrasi.
Harap Raissa tidak pantang mundur dalam mempelajari FirmanNya, karena pengenalan akan Tuhan didapat melalui kerja keras, mempelajari FirmanNya di dalam kerendahan hati.
Ketika Yesus berkata:
Markus 10
Ia menyambut mereka karena mereka mendengarNya, bukan karena mereka berbicara.