Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Sang Guru Sejati
Sepanjang hidupnya, Kristus Yesus dikenal sebagai seorang Guru, seorang Pengajar. Hal ini Dia lakukan sampai di masa akhir hidupnya sebagai manusia, yaitu di tiang salib. Tersebut dalam alkitab, ada satu kalimat yang membingungkan banyak orang. Sehingga orang berpendapat "Dia memanggil-manggil Elia!" Sebagian lagi berpendapat Dia memanggil Allah. Kalimat ini sering dikutip oleh banyak pihak, terutama mereka yang tidak percaya bahwa Kristus Yesus adalah Tuhan.
<i>Eloi, Eloi, lama sabakhtani. </i> Begitulah ujaran yang sebenarnya ajaran itu. Di dalam bahasa Indonesia disebut sebagai "Allahku, Allahku, mengapa Kau meninggalkanku?" Ada juga yang berpendapat bahwa - bukan meninggalkan - tetapi mengabaikan atau tidak mengacuhkan. Maknanya hampir sama. Mungkin banyak yang sudah tahu bahwa kalimat itu sama dengan kalimat dalam Mazmur Daud. Dan mungkin juga sudah banyak yang tahu bahwa kalimat itu setara dengan dua ayat terakhir dari Yehezkiel 1. Lalu apa sebenarnya inti dari pengajaran itu?
Dalam Mazmur, kalimat itu adalah bagian dari lirik lagu pemujaan terhadap Tuhan Allah. Sementara dalam Yehezkiel 1, kalimat senada itu adalah bagian dari doa pemulihan Yerusalem. Artinya, kalimat tersebut bukanlah seperti yang dituduhkan sebagai kalimat keputusasaan dari seorang manusia Yesus yang tengah disalibkan. Sebagaimana dalam Mazmur dan Yehezkiel, kalimat tersebut justru merupakan pujian kepada Allah. Jadi jelas dalam konteks Kristus Yesus sebagai Guru, di saat menjelang kematian itu, Dia masih mengkhotbahkan sesuatu yang paling penting. Yaitu bagaimana kita mengimani Tuhan kita dengan benar. Bagaimana?
Seperti dalam kalimat itu; cara mengimani Tuhan kita dengan benar adalah seolah-olah Tuhan sudah meninggalkan kita, seolah-olah Tuhan sudah tidak lagi peduli pada kita, bahkan seolah-olah Tuhan hanya memperhatikan belaka tanpa berbuat apa-apa kepada kita. Lalu apa gunanya Tuhan kalau begitu?
Di sinilah fungsi kalimat itu; kalimat yang mengajarkan kepada kita bahwa keimanan kita diukur bukan oleh kita sendiri. Bukan seperti tanggapan kita terhadap apa yang dilakukan Tuhan terhadap kita, tetapi biarlah kita yang merasa selalu membutuhkan Tuhan, selalu memerlukan kekuatan Dia, selalu merasa kita tidak ada apa-apanya sehingga senantiasa perlu Dia.
Maka, di tiang salib itu, Kristus Yesus sedang mengudar sebuah rahasia yang pernah dituliskan oleh Daud, yang pernah dituliskan Yehezkiel, bahwa itulah keimanan seorang raja, keimanan seorang nabi. Betapa mengherankan Kristus Yesus itu, bahkan di saat menjelang ajalnya, Dia masih sempat mengajarkan suatu rahasia kepada kita semua. Siapa yang tidak bangga kepadaNya?
Biarlah semua yang bernafas memuji Dia!
- dedyriyadi's blog
- Login to post comments
- 4921 reads
Iman seorang raja dan nabi
Saya suka sewaktu anda bicara soal Yesus yang melakukan iman seorang raja dan nabi.
Iman adalah sesuatu yang diperhitungkan sebagai kebenaran. Tapi iman itu sendiri bukan karena perbuatan kita, melainkan juga anugerah, seperti kamu bilang "seolah-olah Tuhan sudah meninggalkan kita ..."
Dari Allah, kembali ke Allah.
The only difference between a sarcasm and a satire is the first one is usually done with anger while the later one is done with a smile - PlainBread
kerennn
THis is somethinG
===================
Monik Tidak Suka Durennnn
Monik Tidak Suka Durennnn