Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
PENGAMPUNAN
PENGAMPUNAN
(REALITA KEHIDUPAN ORANG BERIMAN)
Mengampuninya? Setelah semua perbuatannya terhadap saya? Sudah keterlaluan! Saya manusia biasa. Saya sangat sakit hati dan tidak bisa melupakannya. Saya tidak suka melihat wajahnya lagi. Saya tidak akan pernah mengampuninya.
Mengampuni diri saya? Bagaimana sampai saya telah melakukan hal yang mengerikan itu? Saya telah terus-menerus membuat kesalahan-kesalahan bahkan dosa-dosa yang sama walaupun saya telah diperingatkan dan berusaha untuk tidak melakukannya. Bagaimana Allah dapat mengampuni saya? Saya tidak pernah dapat memaafkan diri saya.
Pengakuan-pengakuan tersebut di atas sering didengar dari orang-orang yang telah sekian lama menjadi Kristen namun diasuh tanpa pernah memahami sepenuhnya pengampunan dari Allah dan pengaruhnya atas setiap tingkat kehidupan mereka.
Hal yang paling menyedihkan dari semua ini adalah belenggu yang dialami orang-orang tersebut bila mereka tidak memahami luasnya pengampunan Allah. Itulah belenggu yang membuat kemampuan mereka menjadi lumpuh untuk mengasihi dan menerima orang-orang yang mereka yakini dalam hati paling layak menerima kasih mereka. Ketidakmampuan melepaskan pengampunan, menjadi suatu belenggu yang melumpuhkan pernikahan sejak awalnya, belenggu ini sering diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya sehingga menghentikan kehidupan berkelimpahan yang dijanjikan Kristus kepada orang-orang yang mau percaya. Bahkan lebih menyedihkan lagi, mereka yang menyebut dirinya para pelayan Tuhan terhambat & tertambat erat dalam ikatan belenggu ini, sehingga menyebabkan visi & misi pelayanan Gereja menjadi tersendat.
Pengampunan merupakan kasih karunia Allah yang dilepaskan bagi manusia agar dapat keluar dari belenggu dosa kebencian, akar kepahitan, amarah, kedengkian, sakit hati, kekecewaan, permusuhan, pertengkaran, fitnah, pembenaran diri dan menyalahkan orang lain, dll. Pengampunan telah tersedia (diberikan) ketika manusia pertama yakni Adam dan Hawa jatuh dalam dosa di Taman Eden (Kejadian 3:8-9, 21).
STUDI KATA
Dalam PL (Perjanjian Lama), terdapat 46 kali penyebutan kata pengampunan yang terambil dari bahasa Ibrani “s?lah”. Terjemahan kata “s?lah” dalam bahasa Inggris adalah “to forgive” (memaafkan), bahasa Aram & Syria dipakai sebutan “to pour out” (menumpahkan keluar/dibuang/dikeluarkan/tidak diingat-ingat). Dalam PL, kata ini timbul untuk pertama kalinya tercatat ketika Musa memohon pengampunan untuk bangsa Israel (Keluaran 34:9). YHWH (Allah Bapa) adalah sumber pengampunan.
Pengampunan yang terdapat dalam PL adalah suatu bentuk typology dari bayangan pengampunan yang telah dikerjakan oleh Jesus Kristus. Para pemercayaj (orang-orang percaya) yang hidup pada masa PL yakin bahwa “pengampunan” didasarkan atas pengorbanan (Bil. 15:25, 28). Dan para Imam memegang peranan penting dalam usaha pendamaian dengan Allah yakni sebagai pemimpin upacara korban penghapus dosa didalam Kemah Pertemuan orang Israel. Pengorbanan selalu dihubungkan/dikaitkan dengan penebusan dosa. Tidak akan pernah ada “pengampunan” tanpa mencucurkan/mengeluarkan darah. (Imamat 4:20; Ibrani 9:22).
Dalam Septuaginta (terjemahan kitab Perjanjian Lama), kata “s?lah” lebih sering diterjemahkan sebagai hileos einai (to be gracious/belas kasihan, be merciful/kemurahan hati), hilaskesthai (to propitiate/meredakan amarah, to expiate/menebus dosa) dan apievai (to forgive, pardon, leave, cancel).
Perjanjian Baru (PB) memakai istilah “aphi?mi” (bhs. Greek) dengan pengertian utama adalah “to send fort (mengeluarkan), send away (mengusir). Kata “aphi?mi” juga dapat menunjuk pada pengertian “to remit or forgive” (mengampuni, membebaskan atau memaafkan) untuk hal-hal berikut seperti, hutang (Mat. 6:12; 18:27, 32) yang benar-benar telah dibatalkan; dosa-dosa (Mat. 9:2,5,6; 12:31-32; KPR. 8:22; Rom. 4:7; I Yoh. 1:9; 2:12). Pengampunan (“aphi?mi”) ini dapat dijabarkan lagi dalam : pertama, pembebasan dari hukuman karena melakukan dosa.
Dalam Perjanjian Lama korban penghapusan/penebusan dosa dan “pengampunan” seringkali dipakai bersama-sama, Imamat 4:20, 26.
Kata Kerja ini digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menunjuk/menyebut : kesalahan (parapt?ma), Mat. 6:14-15 ; dosa (hamartia), Luk. 5:20; hutang (opheil?ma), Mat. 6:12 (opheil?), 18:32 (daneion), 18:27; niat (dianoia) hati, Kis. 8:22.
Kalupt?, “menutupi” (I Pet. 4:8, Yak. 5:20); dan epikalupt? “menyelubungi/menutupi” (Roma 4:7), mewakili/menunjukkan kata-kata Ibrani untuk taubat/penebusan kesalahan/dosa.
Pengampunan manusia sejalan dengan pengampunan dari Tuhan(Mat. 6:12). Jika syarat-syarat tertentu telah dipenuhi, maka tidak ada batas untuk hukum Kristus bagi pengampunan(Mat. 18:21-22). Syarat-syaratnya adalah menyesal/bertobat dan mengaku dosa à Matius 18:15-17, Wahyu 17:3.
Adapun batas yang memungkinkan pengampunan Tuhan lihat Mat. 12:32 (menentang Roh Kudus), I Yoh. 5:16 (dosa yang mendatangkan maut).
Pengertian yang berikut dari kata pengampunan dalam bahasa Greek adalah charizomai (menyimpan kemurahan hati tanpa syarat). Digunakan baik untuk pengampunan Tuhan Ef. 4:32, Kol. 2:13, 3:13; maupun manusia Luk. 7:42, 43, 2 Kor. 2:7, 10, 12:13, Ef. 4:32.
TERMINOLOGI
Pengampunan adalah wujud kekuatan kasih Allah dan sifat Allah yang diberikan kepada manusia. Pengampunan adalah prakarsa Allah dalam tindakan untuk memerdekakan manusia dari ancaman hukuman kekal akibat dosa dan juga adalah suatu tindakan manusia untuk memerdekakan manusia lain dari kewajibannya sebagai akibat dari kesalahan yang diperbuatnya. Misalnya, suatu utang diampuni bila Anda memerdekakan orang yang berutang pada Anda dari kewajibannya membayar kembali apa yang dipinjamnya dari Anda (Matius 18:23-35).
Dengan demikian maka pengampunan melibatkan 3 (tiga) unsur yaitu : kerugian, utang – sebagai akibat dari kerugian itu dan pembatalan dari utang itu. Manusia akan terbelenggu bila proses ini diabaikan. Kebanyakan orang menderita karena sikap tidak suka mengampuni, tidak tahu bahwa sikap ini adalah akar dari masalah yang dihadapi. Yang mereka ketahui hanyalah bahwa mereka “tidak tahan” berada di sekitar orang-orang tertentu. Mereka mendapati diri mereka ingin melabrak orang bila suatu bahan percakapan sedang dibahas. Mereka merasa gelisah berada di dekat jenis kepribadian tertentu. Mereka mudah marah karena soal-soal kecil. Mereka selalu bergumul dengan rasa bersalah atas dosa-dosa yang dilakukan pada masa lampau. Mereka tak dapat melepaskan diri dari perasaan yang bertentangan untuk membenci orang-orang yang paling mereka kasihi. Perasaan dan pola perilaku semacam itu menunjukkan bahwa seseorang belum mengerti pengampunan dari Allah dan maksud pengampunan itu.
Bila orang-orang menolak untuk mengampuni orang lain untuk kesalahan yang dilakukan atas diri mereka, maka mereka juga mengatakan hal yang sama atas diri sendiri. Tetapi sebagai ganti menyandera orang sebelum mereka memperolah tuntutannya, mereka menahan kasih, sambutan, kehormatan, pelayanan, kemarahan, kesabaran ataupun yang dihargai orang lain. Pesan yang sering dikirimkan adalah “Sebelum saya merasa Anda telah membayar kepada saya atas kesalahan yang dilakukan terhadap saya, Anda takkan memperoleh sambutan saya.” Bila melihat definisi tersebut di atas, maka unsur yang hilang dari skenario ini adalah pembatalan utang. Orang-orang yang menolak untuk mengampuni berarti menolak juga pembatalan utang itu.
IMAN DAN PENGAMPUNAN
Suatu kebiasaan yang paling sulit dihilangkan ialah bermain dengan waktu atau yang lebih dikenal dengan permainan waktu. Ketika kita merasa bersalah atau berdosa, kita akan memohon kepada Allah untuk mengampuni kita. Tetapi tergantung pada besarnya dosa. Terkadang kita akan menunggu sekitar 1 jam, dan adakalanya sampai hari berikutnya. Tanpa kita sadari, telah menghukum diri sendiri. Mungkin diantara kita ada yang berpikir, dengan meluangkan beberapa waktu setelah melakukan dosa, sebagai suatu usaha untuk meredakan amarah Allah terhadap kita. Tapi sebenarnya kita tidak bisa berjalan terus seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Mungkin kita mengerti segala sesuatunya tentang teologi pengampunan dalam benak/alam pikiran rasionil kita, tapi tidak dapat diterima oleh hati, emosi dan tindakan kita.
Banyak orang bisa menganggukkan kepala tanda setuju selagi pendeta menguraikan tentang kasih Allah yang tak bersyarat dan hasrat-Nya untuk memulihkan persekutuan dengan pria dan wanita yang terhilang. Tapi ketika ditanyakan, “Apakah Saudara berpendapat bahwa Allah benar-benar sudah mengampuni Saudara?”, lalu terdengarlah jawaban “Saya harap begitu,” atau Saya kira kita tidak tahu sampai kesudahannya kelak. Bagi banyak orang Kristen masih tersisa benih keraguan bahwa semua dosa pibadi mereka sungguh-sungguh telah diampuni, bahwa Allah benar-benar tidak menyimpan dendam terhadap mereka.
Sebelum yakin dengan kekuatan iman yang kita miliki dan sebelum menyelesaikan soal pengampunan secara tuntas, maka ada 2 (dua) hal yang selalu terjadi dalam kehidupan kekristenan kita. Pertama, kita takkan pernah mempunyai cukup keyakinan ketika kita memohon kepada Bapa kita yang di surga karena selalu merasa bahwa Tuhan menyimpan dendam terhadap kita. Kedua, kita akan menempatkan orang lain pada neraca yang kita gunakan untuk diri sendiri, yakni selalu mencoba melakukan sesuatu untuk memastikan pengampunan kita kepada orang tersebut. Kita juga akan mempunyai kecenderungan mengingatkan orang lain tentang kegagalan mereka dan kebutuhan mereka untuk menebusnya dengan suatu cara.
Allah menghendaki kita hidup dengan keyakinan sempurna bahwa kita telah diampuni selengkapnya. Untuk memudahkan ini, dia telah menyediakan petunjuk-petunjuk untuk memastikan hadiah pengampunan-Nya telah diterapkan pada situasi setiap orang.
Hukum orang Lewi di Perjanjian Lama melukiskan cara seseorang menjadi penerima tawaran pendamaian dari Allah (baca, Imamat 1:4). Seseorang harus membawa persembahan korban yang memenuhi standar tertentu lalu mempersembahkannya di atas mezbah. Dan bukan saja harus membawa seekor hewan untuk korban, tetapi orang tersebut harus meletakkan tangannya ke atas kepala hewan itu ketika dikorbankan. Dengan demikian, dia mempersamakan dirinya dengan hewan yang sekarat itu dan janji Allah mengenai pendamaian itu diperhitungkan atas dirinya.
Bagaimana dengan kita yang hidup pada masa Pernjanjian Baru ? Sama seperti pemercaya Perjanjian Lama, harus mempunyai cara untuk menerima janji Allah mengenai pengampunan. Bedanya, kita tidak lagi harus disibukkan dengan menyembelih hewan korban lalu dipersembahkan di atas mezbah, tetapi kita harus memiliki iman, untuk menjadikan hadiah pengampunan dari Allah itu sebagai milik kita.
PENGAMPUNAN DAN PENGAKUAN
Setelah memeriksa dan mempelajari bagian Allah dalam pengampunan, maka kini kita dapat bertanya pada diri sendiri bagaimana dengan tanggung-jawab kita terhadap prakarsa Allah tersebut. Suatu perumpaan yang diberikan Tuhan Yesus dalam Lukas 15:11-24 (tentang AnakYang Terhilang), menjadi suatu pelajaran yang sangat berarti dalam kita menanggapi/merespon tawaran sifat Allah ini.
Beranjak dari kegagalan, tanpa pengharapan dan kerendahan hati, dia mengambil keputusan untuk kembali kepada ayahnya. Dia (anak yang terhilang tersebut) datang untuk mengakui dosa-dosanya kepada ayahnya. Penting untuk dicatat bahwa sebelum anak yang hilang ini dapat mengakui kegagalannya kepada ayahnya, “Ayah-nya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan; ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” Sambutan dan pengampunan yang diterima oleh anak itu tidak tergantung pada pengakuannya. Sang ayah tidak digerakkan untuk mengampuni berlandaskan pengakuan putrnya tentang kehidupannya dalam dosa. Anak yang terhilang ini telah diampuni oleh ayahnya ketika ia melangkah keluar meninggalkan rumahnya. Dan pengampunan sang ayah tetap tidak berubah sampai kapanpun, sampai anak ini kembali ke pangkuan ayahnya.
Mengapa Alkitab mengajar kita harus mengakui dosa kita jika kita telah diampuni ? Apakah peranan pengakuan itu? Jika kita telah diampuni, tampaknya pengakuan tidak perlu bukan?
Kata Yunani yang digunakan untuk kata mengaku berarti “setuju dengan”. Bila kita mengakui dosa-dosa kita kepada Bapa Surgawi, maka kita menyatakan setuju dengan Dia dalam sikap-Nya mengenai dosa; yaitu dosa itu melawan Dia, dosa itu merusak maksud-Nya bagi hidup kita dan dosa itu membawa bersamanya akibat yang akan terbukti menyakitkan.
Pengakuan juga berarti bahwa kita menerima tanggung jawab atas tindakan-tindakan kita. Kita tidak menyalahkan orang lain untuk tindakan kita. Pengakuan berarti bahwa kita melihat diri kita dalam hubungan dengan perbuatan dosa kita tepat seperti Allah melihatnya (1 Yohanes 1:9).
MENGAMPUNI DIRI SENDIRI
Pengampunan dilandaskan atas karya penebusan dari Salib, bukannya atas apa pun yang kita lakukan. Pengampunan dari Allah tidak bergantung pada pengakuan kita, demikian pula persekutuan-Nya. Pengakuan adalah sarana untuk melepaskan kita dari ketegangan dan belenggu rasa bersalah. Bila kita berdoa, Allah, Engkau benar. Aku telah berdosa kepada-Mu. Aku bersalah mengenai tindakan ini. Aku bersalah mengenai pikiran ini, maka kita mencapai kelepasan.
Persekutuan kita dengan Allah tidak dipulihkan oleh pengakuan, namun makna persekutuan kita dengan Allah dipulihkan. Bila kita berbuat dosa, berarti kita menarik persekutuan kita dari Allah; Dia tidak menarik persekutuan-Nya dari kita. Pada saat kita menerima Tuhan Jesus sebagai Juruselamat, Dia menjadi kehidupan kita. Tetapi kesanggupan kita untuk menikmati pengampunan -- kesanggupan kita untuk menikmati hati nurani yang bersih – dilandaskan kesediaan kita untuk mengakui dosa itu.
Pengampunan tak pernah lengkap sebelum, pertama, telah mengalami pengampunan dari Allah, kedua, kesanggupan untuk mengampuni diri sendiri, ketiga, dapat mengampuni orang lain yang telah berbuat salah kepada kita.
Orang-orang sering berkata, “Aku tahu bahwa Allah telah mengampuni diriku. Dan aku yakin bahwa aku telah mengampuni mereka yang bersalah kepadaku. Tetapi aku masih belum merasakan sejahtera dalam hatiku. Ada sesuatu yang tidak beres.” Sering keadaan yang resah ini dapat merupakan sikap enggan mengampuni yang terarah kepada diri kita sendiri. Tidak akan ada sejahtera di hati kita sebelum mengampuni diri kita sendiri atas kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan. Kita harus bersedia mengampuni diri kita sendiri sebelum kita melepaskan pengampunan kepada orang lain. Tetapi bila kita memilih untuk tidak mengampuni diri kita sendiri seperti Allah telah mengampuni kita, maka akibat-akibat yang akan kita alami adalah :
1. Menghukum diri sendiri.
2. Hidup dalam ketidakpastian (selalu bimbang).
3. Rasa ketidaklayakan.
4. Tingkah laku yang berlebihan.
5. Mengembangkan kerendahan hati yang palsu.
6. Pelucutan diri dari hal-hal yang Allah ingin kita menikmatinya.
Beberapa alasan mengapa orang tidak bisa mengampuni dirinya sendiri :
1. Percaya akan pengampunan berlandaskan kinerja.
2. Kecewa terhadap diri sendiri.
3. Penyesuaian dan penyerahan kepada rasa bersalah.
4. Mengharapkan dosa yang terulang.
Cara yang dapat diterapkan agar dapat mengampuni diri sendiri :
1. Kenali masalahnya.
2. Bertobatlah dari dosa.
3. Mengukuhkan kembali kepercayaan.
4. Akuilah kebebasan dan pilihlah untuk menerimanya.
MENGAMPUNI ORANG LAIN
Pengampunan ialah sesuatu yang harus ditangani dengan cara apapun. Hal yang mungkin memerlukan waktu yang singkat untuk menyelesaikannya, mungkin terjadi suatu proses yang memerlukan waktu, doa dan nasihat rohani dari seseorang yang lain. Tetapi itu merupakan suatu proses yang tak dapat kita abaikan, jika kita ingin bebas untuk menjadi orang-orang yang sesuai dengan rencana ciptaan Allah. Jika kita menolak untuk mengatasi kepahitan dan dendam yang membelenggu, maka kita tidak akan mengalami persekutuan dengan Allah Bapa yang memang seharusnya kita alami.
Salah satu batu sandungan menuju pengampunan orang lain ialah semua keterangan yang keliru yang telah masuk kedalam teologi kita. Sebagian dari gagasan-gagasan ini telah menyelinap masuk melalui penggunaan ungkapan yang sama secara berulang-ulang. Gagasan lainnya telah diteruskan dari generasi ke generasi tanpa suatu landasan Alkitabiah apapun.
Mengampuni orang lain adalah suatu tindakan kemauan yang melibatkan beberapa langkah penting : 1. Haruslah menyadari bahwa kita telah diampuni sepenuhnya.
2. Membebaskan seseorang dari kesalahan yang kita sangkakan padanya.
3. Menerima orang lain seadanya.
4. Pandanglah orang lain sebagai sarana pertumbuhan.
5. Melakukan perdamaian dengan mereka yang terpisah dari kita.
Bagaimana jika orang yang telah kita ampuni menyakiti kita lagi? Bagaimana jika hal yang serupa terjadi lagi? Apakah itu akan menjadikan hal yang kita telah lakukan kurang nyata?
Bila ini terjadi, perlulah diingat bahwa pengampunan adalah tindakan kemauan. Keputusan awal untuk mengampuni orang lain itu harus diiringi dengan perjalanan iman pengampunan. Pelanggaran baru dapat diampuni pada saat itu terjadi tanpa mengaitkannya dengan pelanggaran masa lalu yang telah diampuni. Sangat penting untuk diingat bahwa pengampunan adalah untuk keuntungan kita. Tingkah laku orang lain mungkin tidak pernah berubah, terserah kepada Allah, bukan kepada kita, untuk mengubah orang itu. Kita hanyalah bertanggung jawab untuk dibebaskan dari tekanan dan beban dari sikap yang enggan mengampuni.
Jika berhasil melepaskan pengampunan bagi orang lain, maka beberapa hal positif akan terjadi dan dirasakan oleh kita :
1. Perasaan-perasaan negatif kita akan lenyap.
2. Lebih mudah menerima orang yang telah menyakiti kita tanpa merasa terlalu perlu untuk mengubahkan mereka.
3. Keprihatinan mengenai kebutuhan orang lain akan melebihi keprihatinan kita tentang perbuatan mereka kepada kita.
Pengampunan adalah suatu proses yang dapat menyakitkan dan terkadang nampak tak ada akhirnya. Apapun penderitaan dan situasinya, bukanlah alasan untuk dapat mempertahankan sikap enggan mengampuni lebih lama lagi. Kita harus terlibat dalam proses mengampuni orang lain dan menemukan makna pembebasan sesungguhnya. Jika kita mau bertekun dan tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan Yesus yang telah lebih dahulu mengampuni kita, maka hal itu akan menjadi suatu kekuatan pembebasan yang tiada taranya yang pernah kita alami. Imanuel… Amin.
peace 2 u
Keselamatan tidak adil bagi Pendosa...
- dirtyman's blog
- Login to post comments
- 15286 reads
@dirtyman, saran yah
senang membaca tulisan anda ada masukan dari saya bro...
brow, sekedar saran yah , dulu saya pernah menulis seperti anda satu paragraf panjang banget sampai kayak tulisan anda, lalu ada user ss lain negor saya agar memakai paragraf isinya jangan terlalu panjang, kelihatannya jadi dempet dan rame , trus dia bilang sampe pusing bacanya, ternyata hal yang sama saya alami ketika membaca tulisan anda yang ini hehehehe isinya bagus banget cuman ya itu tadi perparagraf terlalu banyak jadi tulisannya bacanya agak kurang sedap dimata.
anyway tentang pengampunan , saya kira tulisan anda sudah mumpuni .....
salam JBU&m
Kerjakanlah Keslamatanmu dengan takut dan gentar...