Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Orang miskin yang dilupakan
Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara. Mazmur 9:19
Saya teringat pelayanan yang ayah saya lakukan. Sebenarnya saya sangat jarang bisa bertemu dan ngobrol dengan ayah saya panjang lebar. Biasa, alasan klasik, sibuk dan tidak punya waktu. Jika ngobrol di telepon pun sulit bagi kami untuk membicarakan hal yang sangat serius tetapi tidak dianggap medesak untuk diceritakan. Ketika saya ada tugas ke semarang, akhirnya saya memutuskan untuk mengajak ayah saya. Kami menggunakan mobil ayah saya dan kami bisa ngorbol berjam-jam di dalam perjalanan tersebut.
Ayah saya sudah pensiun, sekitar dua tahun yang lalu. Sebagian besar orang yang pensiun mengalami masalah dengan kesehatan. Itu juga yang kami sebagai anak-anaknya kawatirkan. Ada tetangga yang sakit stroke sesudah beli mobil dengan uang pensiunannya. Ada yang menderita penyakit gawat lainnya. Bersyukurlah, ayah saya tetap sehat sampai saat ini. Setelah saya cermati penyebabnya sederhana, ia mencoba tetap memberikan kontribusi untuk masyarakat dengan cara yang berbeda.
Ayah saya sangat suka bermain musik tradisional yaitu gamelan. Ketika masa pensiun tiba, dia pun mulai mengumpulkan orang-orang di gereja dan diajak bermain penembromo, budaya jawa. Saya cukup terkejut dengan kenyataan yang ada. Sebagian besar yang ikut kegiatan tersebut adalah orang tua yang jarang pergi ke gereja. Mereka tidak pernah aktif di kegiatan kerohanian, baik di gereja atau di persekutuan rumah tangga. Penyebabnya sederhana, mereka menghindari kegiatan yang ada persembahan karena mereka tidak mampu memberikan persembahan. Mereka merasa malu jika tidak memberikan persembahan atau memberikan persembahan atetapi sedikit. Mereka memilih tidak ikut kegiatan.
Sebuah kenyataan yang selama ini tidak pernah terbayangkan oleh saya. Orang yang miskin takut masuk ke gereja. Kejadian sama sebenarnya terjadi beratus-ratus tahun yang lalu. Orang yang miskin tidak memiliki kesempatan untuk memberikan persembahan penebusan dosa. Orang yang miskin menjadi sulit untuk mempunyai persekutuan yang sempurna dengan Tuhan. Dulu dan sekarang masih sama, orang miskin sulit untuk dilayani. Sebenarnya yang salah bukan orang miskin tersebut tetapi metode pelayanan yang membuat mereka kesulitan.
Kembali ke pertemuan yang ayah saya lakukan. Beberapa diantara mereka memang tidak membawa apapun ketika ikut dalam acara tersebut. Tetapi ada kejadian yang unik. Ada peserta yang membawa kerupuk untuk dimakan bersama-sama disana. Paling-paling harga semua kerupuk yang dia bawa hanyalah sekitar 4 ribu rupiah. Ada juga yang membawa pisang, karena memang pohon pisangnya baru saja berbuah. Atau makanan lain seperti gorengan (dan mereka menggoreng sendiri), air minum, roti dsb. Mereka tidak selalu membawa sesuai dengan jumlah peserta. Ada yang hanya membawa sedikit tetapi ada pula yang banyak.
Kenyataan ini juga membukakan pikiran saya bahwa orang miskin, di dalam segala kemiskinannya tetap ingin memberikan yang terbaik buat orang lain. Mereka sangat ingin melakukannya. Hanya saja persembahan di gereja sudah memiliki aturan yang baru. Mereka diminta mempersembahkan uang, bukan barang seperti kerupuk, pisang, dan barang lainnya. Lebih parah lagi, persembahan tersebut dihargai jika jumlah uangnya cukup banyak. Bukankah banyak orang yang meremehkan orang lain yang hanya mempersembahkan seratus rupiah? Bukankah tidak ada di dalam pikiran mereka bagaimana si pemberi persembahan berjuang untuk hal ini? Keadaan ketiga yang cukup buruk juga, tidak ada penghargaan untuk mereka yang mempersembahkan. Berbeda ketika di kelompok ayah saya, mereka menerima ucapan terima kasih ketika memberikan kerupuk. Ada pula yang menyatakan, walaupun hanya sekedar kerupuk tetapi mereka tetap sangat menghargai. Bagaimana jika di dalam sistem persembahan gereja? Apakah ada penghargaan semacam ini? Maaf sekali jika saya belum pernah melihatnya.
Benar firman Tuhan di Mazmur 9:19, orang miskin dilupakan. Saat ini, bahkan di dalam gereja, orang miskin sudah mulai dilupakan. Karena mereka tidak mampu memberikan kontribusi ke dalam gereja, karena mereka tidak mampu membiayai bahkan perjalanan mereka sendiri ke gereja, karena mereka tidak bisa ambil bagian dalam pelayanan gereja yang selalu harus mengorbankan sejumlah uang. Orang miskin mulai dan sudah dilupakan. Program gereja lebih ke pembangunan gereja, kegiatan gereja berupa KKR, atau kegiatan yang bersifat mercusuar. Tetapi pembinaan ekonomi buat mereka yang miskin dan pengangguran tidak lagi di lakukan. Jika gereja yang menjadi lembaga Tuhan seperti itu bagaimana lembaga manusia lainnya? Pastilah sebagian besar lebih parah.
Mazmur 9:19 menuliskan ada saatnya orang msikin menjadi diperhatikan dan orang sengsara mempunyai harapan. Kapan itu terjadi? Jika kita umatnya mulai melakukannya. Yang menjadi pertanyaan berikutnya, apa yang bisa kita lakukan?
Apapun yang akan kita lakukan pasti butuh pengorbanan. Baik itu waktu, harta kita, perhatian dan hal lainnya. Apa yang perlu kita lakukan, lakukan saja. Apa yang kita pikir bisa lakukan maka lakukan saja. Kita pasti pernah mendengar ada anak kecil yag memberikan selimut untuk orang-orang yang hidup di bawah jembatan. Lalu dia menggerakan ribuan orang untuk melakukan hal yang sama. Kita juga pernah mendengar seorang dari keluarga kaya yang tidak mau memakai pakaian yang mahal supaya uangnya bisa untuk membantu orang miskin. Bahkan dia membukat dapur umum, tempat dimana orang bisa makan dengan gratis. Mereka membuat Mazmur 9:19 ini tergenapi.
Saya yakin, Tuhan ingin supaya ayat ini tergenapi oleh kita juga. Saat ini saya memang belum bisa berbuat banyak. Saya baru bisa membuat tiga orang mendapatkan tambahan penghasilan walaupun saat ini saya belum ada keuntungan sedikitpun. Saya dan istri saya sedang mempersiapkan supaya lebih banyak lagi orang-orang yang mendapatkan penghasilan. Artinya kami harus melakukan penghematan yang luar biasa supaya orang lain bisa bekerja melalui uang yang kami hemat. Istri saya selalu memisahkan baju yang sudah jarang kami pakai supaya bisa diberikan kepada orang lain. Bahkan jika kami membeli satu baju baru berarti ada baju yang harus pergi dari lemari kami. Kami tidak mau membeli lemari baju karena itulah batas baju yang boleh kami miliki. Hal-hal kecil yang kami lakukan, tidak masalah karena kami baru bisa melakukan hal yang kecil.
Saya yakin Anda bisa melakukan hal yang lebih besar lagi. Apapun yang bisa dilakukan, lakukanlah sekarang untuk menggenapi Mazmur 9:19, dan lakukanlah sekarang juga. Jika memang hanya hal kecil yang baru bisa dilakukan-seperti kami- tetap lakukan dan terus lakukan. Karena hal kecil itu suatu saat akan menjadi besar.Yang saya yakini, penggenapan Firman Tuhan ini terletak di tangan kita. Kitalah yang akan memuat orang miskin tidak lagi dilupakan dan harapan orang sengsara tidak akan hilang.
Bandung, 13 Januari 2008
Small thing,deep impact
- Sri Libe Suryapusoro's blog
- 5379 reads
Makin Hari Makin Menggigit
Mas Libe, tulisan anda semakin hari semakin menggigit! Luar Biasa! Kapan mau menerbitkan buku?
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
semoga tidak sakit
Small thing,deep impact
Tidak Sakit Namun Membangun
Mas Libe, kalau tidak diterbitkan sebagai buku, bagaimana orang yang tidak main internet dapat membaca tulisan-tulisan anda yang indah dan membangun ini?
Gaya tulisan anda sangat khas. Nampak enteng ketika dibaca namun sangat sarat makna ketika direnungkan. Nampak datar dalam pandangan pertama namun penuh dengan gelombang arus yang sangat kuat ketika dicerna. Gaya tulisan anda mengalir seolah gending-gending Jawa. Makin diresapi makin mempesona.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Suatu tanda mari medorong