Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
"Ok...apa yang kamu mau. Bangsat!"
Meniti hari-hari ku dengan segengam harapan dan keinginan, tidak lagi berbuah karena kuasa-kuasa yang membayangiku dalam melangkah. Aku tersadar, bahwa ada Dia yang diatas sana. Aku memohon....tidak... "Ok...apa yang kamu mau? Bangsat!", dia memakiku. Aku terdiam sejenak, air mataku mulai mengalir di pipiku. Aku menangis. Ya. Untuk kesekian kalinya aku menangis. Meratapi dia yang sangat dalam telah menghinaku, memalukanku di depan semua. "Tuhan, inikah lagi cobaan-Mu", aku menjerit dalam hati. "Baiklah, kalau itu yang kamu mau, ambilah...ambilah ," Aku memberi jawaban kepadanya. Dia mulai membuka bajuku, lalu bh-ku, menurunkan rok, dan akhirnya celana dalamku. Aku hanya diam berdiri tidak mampu berbuat apapun, aku hanya menangis. Lalu dia membuka pakaianya. Dia membimbing merebahkan tubuhku. Aku hanya terdiam dan mengikutinya. "Kamu masih ingat dengan Tuhanmu", aku berkata dengan lirih serasa memohon. Dia terdiam sejenak, matanya menerawang jauh mataku. Tiba-tiba, tangannya yang memegang erat payudaraku mulai mengendur. Dia terlihat lemas, duduk menjauh aku. "Ada apa? bukankah kamu menginginkannya?," Aku merespon gerak tubuhnya. "Aku mencitaimu...sungguh...'" dia berkata dengan nada datar. "Aku tau itu, aku juga mencintaimu," aku menjawab dengan senyum. "Tidak perlu melakukan itu untuk menyatakan cintamu padaku, atau memintanya sebagai bentuk rasa cintaku padamu", aku menjawab dengan rasa kasih. Kami terdiam, kami menangis...aku memeluknya...kami berpelukan dalam ketelanjangan kami, erat sekali. "Maafkan aku...", bisiknya. "Aku memaafkan kamu, sebelum kamu memintaku...," aku menjawab dengan rasa syukur kepada-Nya. (aku, dia, saling mencitai)
dewi
- dewi's blog
- 6274 reads
Jadi Mikir yang iya-iya
*yuk komen jangan cuma ngeblog*
*yuk ngeblog jangan cuma komen*
ya belum,
dewi
Jadi gimana gitu
Dewi, ha ha ha ha ...
Dewi, semoga Tuhan menjauhkan hari-hari demikian dari kehidupan kamu!
Ketika Yesus di hajar seorang prajurit, dia menatap tajam dan bertanya, "Kenapa engkau menghajarku? Kalau aku salah, katakan apa salahku, kalau aku tidak salah, tolong katakan kenapa engkau menghajarku?" Terjemahan bebas ala hai hai.
Dewi, kamu menggunakan jurus yang sama. Namun, berapa kali jurus itu berhasil? satu kali, dua kali? Lalu jurus itu tidak berguna lagi.
Dewi, kamu memaafkan dia sebelum dia memintanya? Lalu kenapa kamu menangis ketika dia melakukannya?
Dewi, seperti kamu, saya juga sangat mengagungkan cinta, namun bagi saya, "cinta itu di atas segala-galanya, kecuali kehormatan." Dia tidak menghormati dirinya, dia juga tidak menghormati kamu. Sebelum dia belajar menghormati diri sendiri, dia harus belajar menghormati kamu. Sebelum kamu mengajar dia menghormati kamu, kamu harus belajar menghormati diri sendiri.
Dewi, kamu menganggap tindakan kamu adalah bentuk pengorbanan cinta? Maaf, saya menilainya sebagai bentuk kecanduan.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Dia sertaku, untuk hai-hai
Aku setuju apa yang kamu ungkapkan.Apa yang kutulis merupakan penggalan-penggalan yang mungkin dapat terjadi diantara kita anak manusia. Kadang, emosi yang mengejolak menjadi batu penjuru pikiran kita. Kadang, kasih dan cinta akan menang melawannya. Kadang. Kadang memang kita membutuhkan kepasrahan kepada-Nya, biarlah Dia yang bekerja dalam kita lewat sapaan-sapaan khas cinta dan kasih. Aku berpasrah, kadang. Aku menangis, itu yang bisa ku lakukan, aku terdiam, aku binggung, aku tidak tahu. binggung. aku berfikir aku sendirian. tapi setelah aku mawas diri, aku sadar bahwa Dia sertaku.
thx, untuk perhatiannya. GBU.
dewi
Dewi...
BIG GBU!