Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Double Esspresso - Decision
- minmerry's blog
- Login to post comments
- 3703 reads
|
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace Double Esspresso - DecisionIf I lay here
If I just lay here
Would you lie with me and just forget the world?
***
Aku tidak puas dengan rasa yang meleleh dimulutku. Aku tidak menemukan pahit yang kuharapkan dari lady finger yang kucelup ada espresso. Aku menyodorkan sepotong pada Ling dan Hayden.
"Bagaimana?" Tanyaku.
"Hm... enak." Jawab Hayden. Dan aku menatap Ling. "Sama seperti sebelumnya," jawabnya.
Bukan jawaban yang aku inginkan.
Aku kembali membuang adonan itu kedalam tong sampah. Mereka kembali dengan aktivitas mereka sebelumnya. Tidak mudah membuat sebuah adonan. Terutama jika kamu sedang memikirkan hal yang lain.
***
Tidak semua orang datang ke coffee shop-ku untuk kopi yang kubuat untuk mereka. Mereka membayar, dan mengharapkan kopi dengan citra rasa yang mereka cari. Mereka mengenal rasa kopi, tidak seperti aku mengenal rasa kopi.
Mereka mengenali rasa kopi yang dibuat di rumah mereka saat pagi hari, rasa kopi yang berbaur dengan rasa mentega pada roti bikinan nenek atau ibu. Mereka mengenali kopi yang diminum bersama dengan berita pada koran lokal yang menjadi langganan mereka bertahun-tahun. Mereka mengenal kopi yang mungkin disertai susu dari perternakan yang diantar kerumah mereka.
Bukan rasa kopi yang dari mesin, dan biji kopi yang aku pilih.
Namun beberapa diantara mereka mencari musik dengan mood yang aku pilih. Beberapa menikmati pemandangan orang yang berjalan, hujan yang hampir sepanjang tahun melalui dinding kaca dimana mereka bisa memandang berjam-jam, dan pulang dengan hati yang lebih baik. Atau waktu yang berjalan lebih istimewa buat mereka yang memilih tempat ini untuk menjumpai orang yang dikasihi, teman, keluarga, atau yang lain.
Aku menemui banyak orang dari coffee shop ini.
Aku membuka coffee shop ini tanpa berpikir apa kopi yang mereka cari. Karena mencarinya tidak membuatku memulai sesuatu yang aku inginkan. Aku membuka coffee shop ini karena aku ingin menuliskan mempunyai ceritaku sendiri. Dimana mereka yang datang mungkin menjadi salah satu dari ceritaku. Aku berharap mereka datang lebih sering. Namun aku lebih berharap kedatangan mereka yang baru.
Tiramisu ini terlalu pahit.
***
"Aku melihatmu mematikan ponsel." Ling muncul dan duduk dihadapanku.
"Hm hm..." Aku menjawab.
Meneruskan melipat kertas berwarna warni dihadapanku. Aku ingin membuat snowflakes. Paper snowflakes. Menempelkan snowflakes pada dinding kacaku, aku akan memberi mereka pemandangan bersalju dalam dimensi dua. (Entah aku menuliskannya dengan tepat atau tidak.)
"Kamu menghindari Glass?"
Aku mengernyitkan dahi. Lalu lanjut melipat.
"Kamu menghindari Glass." Kata Ling. Kali ini dia tidak bertanya.
"Aku baru menemuinya di pameran." Jawabku.
Ling ikut melipat. Warna-warni kertas ikut menarik perhatiannya.
Hasil guntingan snowflakes selalu menyimpan kejutan akan seperti apa keseluruhan bidang yang dihasilkan setelah guntingan pada satu sisi.
"Dan kamu mulai menghindarinya setelah pameran itu."
Benar. Tepat sekali. Kamu selalu butuh teman, karena ia akan membantumu merangkai kalimat yang tepat bagimu disaat kamu tidak mampu menceritakan dan mengakui pikiranmu, pikirku dalam hati.
"Kamu menggunting banyak sekali hari ini. Ah, snowflakes terapi yang tepat." Dia menggodaku.
Aku tertawa. Sungguhan kali ini.
***
Beberapa minggu lagi, akan natal. Akan menjadi natal kedua bagiku, di Pearl City. Dan aku membuat snowflakes. Aku menghindari Glass. Tepat seperti yang disebutkan Ling.
Aku berimpi. Mimpi yang aneh. Bukan keanehan jika aku bermimpi yang aneh-aneh.
Aku bermimpi aku sendiri di satu kota, dimana semua penduduk kota itu adalah vampire, semua manusia yang terjangkit virus mengejarku. Ingin menjadikan aku sama seperti mereka. Aku dengan anjing dalam pelukanku, bukan, bukan German Shepherd, tapi seeokor Golden Retriver yang menggemaskan, lari dari satu rumah ke rumah yang lain. Pearl City menjadi kota vampire.
Bahkan dalam mimpipun, aku tidak bisa menghindari plagiat.
Saat itu, aku sempat berpikir, begini rasa kesepepian itu, begini rasa ketakutan itu. Ketakutan bahwa mereka bukan lagi orang yang sama. Dan hanya kamu, koreksi, aku, disini berharap akan sesuatu yang sama. Berimankah aku? Atau bodoh?
Windbell..
Ah.
Kedatangannya membuatku teringat akan kejadian bulan lalu. Sore yang sama. Mendung diatas langit. Memasuki akhir tahun. Hujan akan sering turun. Dan anehnya, semua menyukainya. Lain jika hujan turun di pertengahan tahun.
Aku ingat pembicaraan mereka.
Coffee shop tidak terlalu ramai. Dan mereka selalu duduk ditempat yang sama, jika tidak ada yang mendudukkinya. Sepasang kekasih ini selalu datang. Terkadang hanya memesan satu cangkir. Aku tahu kenapa, maka aku tidak menanyakan apakah mereka mau memesan yang lainnya.
“Aku tahu kamu baik padaku, namun aku tidak bisa menerima jika kamu tidak berusaha.“ Dia berkata. Nada suara, khawatir.
Aku cukup sibuk namun aku mendengar.
Lelaki itu menjawab. “Sabar ya?” Dia menyentuh rambut kekasihnya. Lembut dan perhatian. “Aku akan mencari pekerjaan baru. Aku akan memenuhi permintaanmu. Jika kita menikah, kita akan pindah.”
Kekasihnya hanya tersenyum. Namun aku mengenali senyumnya. Bukan, bukan senyum itu. Ini senyum yang saat kamu tidak ingin orang disekelilingmu tahu, kamu sedang membuat keputusan.
Forget what we're told
Before we get too old
Show me a garden that's bursting into life
All that I am
All that I ever was
Is here in your perfect eyes, they're all I can see
(Chasing Cars – Snow Patrol)
***
Ling mendengar sama seperti aku mendengar kejadian sore itu. Mereka tidak bertengkar. Salah satu diantara mereka berharap, dan salah satu diantara mereka berkerja keras. Tidak akan pernah cukup. Bukan mereka, namun dunia ini.
“Aku bisa melihatnya. Dia bukan orang yang pengecut.” Ling memperingatiku. Bahwa aku salah.
Disaat seperti ini, aku tidak bisa berada didua sisi.
“Jika aku tebak, bagi kekasihnya, mengajar satu sesi, sudah melampaui penghasilannya, Ling.” Aku memberitahunya. “Aku pernah mendengarkan dia memainkan piano.”
Ada sesuatu yang aneh disini. Karena konflik seharusnya muncul dari dia yang gengsinya lebih tinggi. Begitu Ling memberitahuku.
“Ini sepertinya hal yang memiliki banyak solusi, Ling. Tapi ini buatku.” Aku bercerita.
“Aku tidak tahu tentang pria yang baik hati itu. Namun, jika aku menjadi kekasihnya, aku akan membuat keputusan. Sebelum aku yang seharusnya menjadi angsa, akhirnya menjadi burung gagak yang jahat.”
Ling menatapku bingung.
“Mamaku selalu berkata. Terlalu lama dalam satu hubungan, dan memendam masalah yang tidak selesai, akan membuat kekasih wanita akhirnya menjadi burung yang bisa terbang. Dia tidak akan pernah kembali.”
***
Lamunanku terhenti karena ponselku kembali bergetar.
Dia melangkah masuk. Aku menyambut tamuku Yang mengingatkanku pada kejadian bulan yang lalu. Sang kekasih itu. Sang angsa, yang kumaksudkan.
Kali ini sendirian.
Dia memilih tempat duduk didepanku. Aku tersenyum. Dan dengan beginilah, cerita itu datang.
Panggilan masuk ada ponselnya. Ia terdiam cukup lama lalu menerima panggilan itu.
Aku duduk gelisah di coffee bar.
I don't know where
Confused about how as well
Just know that these things will never change for us at all
If I lay here
If I just lay here
Would you lie with me and just forget the world?
Coffee shopku dipernuhi dengan lagu Chasing Cars – Snow Patrol.
Kesepian.
Aku ingin memberitahukan dia, yang duduk didepanku, untuk bersabar lebih sedikit lagi. Aku ingin memberitahukan dia, yang duduk didepanku, untuk bersabar lebih sedikit lagi jika ia mulai menghadapi rasa sepi itu. Dia temanku. Dia tamuku. Dia yang menghadapi masalah seperti mereka yang diluar menghadapi masalah.
Seseorang yang meneleponnya, pastilah mengkhawatirkan dirinya. Dan bertanya akan keadaanya.
“Dia sungguh baik padaku. Namun tidak ada usaha dalam dirinya. Aku bingung jika menyebutkan ini. Tapi aku tidak melihatnya…” Dia menggantung kalimatnya, “berusaha lebih keras lagi.”
“Dia memintaku lebih bersabar. Namun dia tidak mengerti apa yang aku takutkan.”
Aku cukup sibuk, namun aku mendengar. Aku paham sekali. Silahkan hakimi pribadiku, namun coba pahami sebelum menghakimiku. Itu maksudnya. Aku paham. Keluarganya berbeda. Mereka tidak mudah menerima. Karena mereka memberikan cukup banyak untuk anak-anak yang mereka didik. Salahkan siapa?
“Dia menolongku merawat mobilku. Dia membelikan apapun yang kuinginkan, sesuai dengan penghasilannya.”
“Aku pasti bisa. Punya dua kaki, dua tangan. Merawat mobil, sesusah apa sih..." Dia menghibur diri sendiri.
Memberikan jawaban terlalu cepat sungguh tidak akan membuat semuanya lebih baik.
Dia mengangguk dan menjawab. “Mungkin." Lalu melanjutkan, "the moment like this will pass right?" Suaranya bergetar.
Pembicaraan berhenti disitu.
Dia memiliki antrian kegiatan yang tidak akan habis. Dan ia akan menambahkannya lagi, agar ia tidak menyesali keputusannya. Agar ia tidak bergelut dalam kesepian seperti kebanyakan orang yang memilih untuk menikmatinya perlahan-lahan.
Dia melahap pelan-pelan tiramisu yang kusodorkan padanya. Aku berkata padanya, hari ini aku membuat lebih, dan memberikan pada tamuku gratis.
Rasa manis membuat perasaan lebih baik.
“Tiramisunya, how is the taste?” Tanyaku padanya.
“Not too bitter. I like it.”
Aku tersenyum. “Thanks. Enjoy.”
Merendam finger lady. Tidak terlalu lama. Dan aku tidak menggunakan espresso. Aku menggunakan kopi instant tanpa gula.
***
Tidak semua orang suka rasa pahit. Dan berlaku hal yang sama pada rasa manis. Menyukai manis, menikmati manis, sama dengan menikmati pahit dan menyukai pahit. I see this world with my eyes. It’s not like everybody saw it. It’s not like how far they walk. So it’s okay to say something base on the bitterness I like.
Teman coffee-ku sore tadi, tidak terlalu sulit baginya untuk menikmati hidupnya. Sebut saja, hampir semua diberikan karena anugerah-padanya, tentu saja. Namun, aku tidak bagaimana sakit dikakinya karena sepatu yang ia kenakan.Tidak pernah memakai sepatunya untuk melewati hari-hari yang ia lalui. Aku tidak tahu rasa pahit yang ia kenal, setiap harinya.
Aku mencoba tiramisuku.
Tersenyum. Tidak terlalu pahit.
***
Aku menggantung beberapa snowflakes. Dan tersenyum, warnanya membuat perasaanku lebih ceria.
Kesibukanku berkurang di malam hari. Coffee shop tidak lagi ramai, da hanya sisa beberapa pelajar yang menghabiskan jam-jam untuk mengerjakan tugas mereka.
Aku duduk dibelakang coffee bar.
Satu satunya alasan aku menghindari Glass. Karena aku tidak tahu bagaimana menjawabnya.
Aku mengeluarkan satu kotak kecil dengan pita biru yang manis. Kotak beludru dan belum kubuka sama sekali.
Beritahu aku isinya.
Beritahu aku bagaimana menjawabnya.
Beritahu aku, kenapa aku memilih kopi instant dan bukan espresso yang pahit.
***
We'll do it all
Everything
On our own
We don't need
Anything
Or anyone
If I lay here
If I just lay here
Would you lie with me and just forget the world?
I don't quite know
How to say
How I feel
Those three words
Are said too much
They're not enough
If I lay here
If I just lay here
Would you lie with me and just forget the world?
Forget what we're told
Before we get too old
Show me a garden that's bursting into life
Let's waste time
Chasing cars
Around our heads
I need your grace
To remind me
To find my own
If I lay here
If I just lay here
Would you lie with me and just forget the world?
Forget what we're told
Before we get too old
Show me a garden that's bursting into life
All that I am
All that I ever was
Is here in your perfect eyes, they're all I can see
I don't know where
Confused about how as well
Just know that these things will never change for us at all
If I lay here
If I just lay here
Would you lie with me and just forget the world?
"Snow Petrol - Chasing Cars"
_________________________________________________________
Snowflakes are conglomerations of frozen ice crystals which fall through the Earth's atmosphere. They begin as two snow crystals which develop when microscopic supercooled cloud droplets freeze. Snowflakes come in a variety of sizes and shapes.
_________________________________________________________
Snowflakes? ^^
Snowflakes tutorial : Just for Fun #2 : Paper Snowflakes
Snowflakes Tutorial : Just For Fun #2 : Paper Snowflakes (Video) and Here.
2 user menyukai ini
|
My sist
Apakah yang terpenting di dalam hidup ini ?
Hallo Sparta. :)
Tidak masuk dalam daftar
Apakah yang terpenting di dalam hidup ini ?
Sparta, Lie = Mahal