Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Cerita tentang Sukses Pak Abram (1)
Saya tertarik belajar sukses sebagai entrepreneur dari Pak Abram. Dulu sebelum benar-benar sukses, Pak Abram ini pernah jadi “orang sukses”. Pak Abram ini bersama dua saudaranya yang lain, Haran dan Nahor , serta bapaknya, mestinya sudah hidup nyaman. Mereka orang Ur yang kemudian melihat ada peluang bisnis di Kanaan, akhirnya Terah, bapak mereka memutuskan untuk pindah ke Kanaan. Dalam perjalanan menuju Kanaan, sampailah mereka di Haran. Mungkin karena factor usia dan secara fisik tidak lagi memungkinkan, akhirnya Terah memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan ke Kanaan, mereka kemudian mengembangkan bisnis mereka di Haran. Keluarga ini cukup sukses mengembangkan bisnis mereka di Haran, sampai akhirnya Terah meninggal di Haran pada usia 205 tahun.
Nah, ditengah-tengah “kesuksesan” di Haran, suatu ketika Pak Abram mendapat suara Tuhan yang menyuruh agar dia dan istrinya untuk tinggalkan Haran. Suara itu begitu jelas. Dan dengan tegas suara itu menyuruh agar Pak Abram harus meninggalkan Haran, meninggalkan sanak saudaranya, dan meninggalkan ayahnya, pergi ke suatu tempat, entah dimana, pokoknya tempat itu akan ditunjukkan.
Yang membuat saya benar-benar gak habis pikir, Pak Abram kok mau-maunya nuruti suara tersebut. Ini benar-benar di luar nalar. Lha, Pak Abram kan sudah memiliki harta benda yang didapat dari hasil bisnisnya di Haran, sudah sukseslah. Buat apa dia harus tinggalkan semuanya, orang gila aja yang mau nuruti. Kehidupannya di Haran benar-benar sudah mapan. Banyak orang yang sudah mengenal Pak Abram, mulai orang-orang yang berjualan di Pasar, sampai para pejabat, semunya mengenal Pak Abram. Jadi kalo Pak Abram ada kesulitan atau ada masalah dengan bisnisnya, tinggal ngomong aja, semua langsung terselesaikan. Di Haran banyak relasi dan keluarga yang siap membantu jika Pak Abram ada kesulitan. Kalo di tempat yang baru, siapa yang mengenal Abram, semuanya harus di mulai lagi dari nol. Belum lagi menyangkut ayahnya, Terah, yang sudah tua. Sebagai orang tua, Terah tentunya mengharapkan Abram ada disisinya di tahun-tahun terakhir dalam hidupnya. Tapi Abram harus berketetapan hati untuk pergi. Pesan itu dengan jelas berkata, “HARUS DITINGGALKAN”. Dan hal yang membuat saya benar-benar tidak habis pikir adalah waktu ditanya, “Pak Abram mau ekspansi kemana ?”. Pak Abram dengan santai menjawab, “Pokoknya mengalirlah, Tuhan yang akan menunjukkan”. Ini strategi bisnis model apa ? Aneh bin ajaib.
Abram Berani Meninggalkan Comfort Zone
Lepas dari semua itu, hal pertama yang saya belajar dari Pak Abram adalah berani meninggalkan hidup nyamannya. Dia tinggalkan comfort zone-nya, untuk memperoleh sukses lebih dari sekadar sukses yang telah dia peroleh sebelumnya. Dia tinggalkan suksesnya di Haran, dia tinggalkan semua sanak saudara dan relasinya yang sudah terbangun dengan baik, dan mungkin hal yang paling berat adalah meninggalkan ayahnya yang sudah tua. Menjadi entrepreneur sukses berarti berani meninggalkan comfort zone dan semua hal yang comfort untuk mendapat lebih dari sekadar sukses.
Ngomong-ngomong soal comfort zone ini, suatu ketika ada seorang teman yang protes. Teman saya itu berkata, “Lho, apa salahnya kalo aku menikmati dan merasa cukup dengan semua hasil kerjaku ? Kalo aku pengin lebih lagi, itu namanya SERAKAH!, gak bisa bersyukur”.
Dalam kehidupan kita, comfort zone hadir dengan berbagai bentuknya, diantaranya :
• Fasilitas mobil, tunjangan, jabatan, bonus yang membuat kita enggan untuk melihat peluang lain yang ada di depan kita. Apalagi kalo itu sudah menyangkut anak dan istri, pasti kita akan berpikir 5000 kali.
• Ada juga karena gengsi. Jabatan manajer, ke kantor pakai dasi, begitu sampai kantor ada ucapan selamat pagi dari anak buah.
• Seseorang yang saya kenal, merasa nyaman karena orang tuanya merasa bangga dan membangga-banggakan anaknya karena bekerja di salah satu perusahaan asing.
• Ada lagi orang yang merasa nyaman karena orang sekampung menghormati dan menghargai dia karena bekerja di tempat itu.
Kodrat manusia selalu mencari nikmat dan menghindari sengsara. Memang apa salahnya menikmati kenyamanan yang telah kita peroleh dengan perjuangan dan kerja keras, tapi jika kenyamanan membuat kita terlena dan mengkotakkan kita dari kapasitas dan kapabilitas kita, maka hal itu bisa saja menghancurkan kita. Pemikiran yang lebih bijak adalah bagaimana menggeser comfort zone kita. Kalo dulu sudah puas dengan naik sepeda motor, mungkin saatnya kita menggeser dengan kenyamanan naik Xenia. Kalo dulu sudah nyaman dengan penghasilan 3 juta, coba geser dengan menikmati nyamannya jika penghasilan kita 10 juta. Jika kapasitas kita tidak hanya sebatas sebuah kota, tetapi bisa mencakup beberapa kota, kenapa tidak ? Atau jika kapasitas yang kita miliki tidak hanya sebatas jadi supervisor, kita mumpuni untuk jadi seorang manajer, apa salahnya ? Dan seandainya Pak Abram tidak berani meninggalkan Haran, mungkin namanya tidak akan pernah mewarnai perjalanan sejarah umat manusia. Cerita Pak Abram ini mengingatkan saya untuk tidak terlena dengan comfort zone, mungkin saja Tuhan menginginkan lebih dari sekadar yang ada sekarang.LIFE BEGINS AT THE END OF YOUR COMFORT ZONE.
Sumber :
Han"
1 user menyukai ini
- Felly Sotanto's blog
- Login to post comments
- 4346 reads
4 kemungkinan : 1. Abram
memaksakan suatu kemungkinan...?
hahaha, gue sering liat buku2 motivasi di gramed yang ditulis "berdasarkan" kehidupan tokoh alkitab macam si abram ini.
ya... gue sependapat dengan si om, banyak kemungkinan yang bisa timbul.... dan gue dengan naifnya selalu heran kenapa kemungkinan yang diambil selalu yang "bagus2 berdasar positive thinking" aja.
well... "kalo gak gitu, ga bakal laku itu bukunya", ujar suara non-naif dalam hati gue, hehehe :-)
tapi dipikir2 lagi... mungkinkah yang terjadi adalah begini... kita punya teori yang kita buat sendiri dan kita anggap sangat bagus... lalu kita butuh legitimasi dari apa saja (alkitab, Tuhan, pejabat, boss, artis, dsb)... lalu dari "apa saja" ini kita memilih alkitab... lalu kita cari2 ayat yang kira2 mendukung teori kita... lalu kita kait2kan semua agar pas dengan teori kita... terakhir, kita menutup mata bahwa bisa saja sebenernya ada kemungkinan lain.
well, wallahu'alam dah :-)
untuk pak dennis santoso
kemungkinan lain
------- XXX -------
tanggapan untuk guestx
Setuju kok Pak :) ===>tanggapan untuk si Om
Abraham was not that great
setuju pak PlainBread