Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Akurasi Nubuat
Nubuat adalah ramalan mengenai sesuatu peristiwa yang akan terjadi di waktu mendatang, yaitu kurun waktu sesudah nubuatan itu diucapkan, entahkah dalam waktu yang dekat maupun lama sesudah itu, yang dalam hal ini secara khusus diucapkan oleh seseorang yang didorong oleh Roh Tuhan untuk mengucapkannya, atau mungkin diucapkan oleh Tuhan sendiri. Jika sesuatu ramalan adalah nubuat, maka akan digenapi, sebab Tuhan berkuasa menepati perkataan-Nya, namun kalau ramalan tersebut merupakan “lu buat”, alias rekaan pikiran manusia, maka tidak ada yang menjamin bahwa itu akan terjadi. Namun apakah penggenapan suatu nubuat harus begitu tepat seperti detil-detilnya, ataukah cukup dengan penggenapan substansi atau inti pokok nubuat itu sendiri sudah dianggap cukup sebagai bukti keabsahan sebuah nubuat? Itulah yang menarik untuk dikaji, agar kita jangan gegabah mengatakan bahwa Tuhan membual, atau sesuatu nubuat itu palsu, lantaran tidak memenuhi standard akurasi yang kita tetapkan sendiri, sehingga yang mengucapkannya kita tuduh sebagai nabi palsu.
Nubuat yang tertua diucapkan oleh Allah sendiri, melalui Firman-Nya:
“…Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya." (Kej 3:15).
Sebagian besar Kristen percaya bahwa Allah sudah menggenapi nubuatan-Nya ini, dengan mengirimkan Yesus yang juga disebut Mesias atau Kristus. Namun keempat Injil tidak pernah menceriterakan kapan Yesus (keturunan Hawa) menangkap seekor ular (keturunan ular tua) lalu meremukkan kepalanya, dan tidak pula diceriterakan bagaimana Yesus pernah dipagut ular sehingga tumit-Nya remuk, baik oleh gigitan ular maupun oleh belitannya. Melainkan sebagian besar Kristen memahami nubuatan itu sebagai: bahwa Yesus mematahkan, bahkan meremukkan ide-ide (yang terdapat di “kepala”) ular yaitu idenya Iblis, dan bahwa Yesus mengalami luka di kaki (tumit??) oleh sebab paku salib (??). Namun apakah bukti yang “tidak akurat 100%” itu menjadi alasan kita menjudge nubuat Allah sebagai belum digenapi lantaran penggenapannya tidak akurat?
Nubuat yang lain juga diucapkan oleh nabi Musa mengutip Firman Allah.
“… Lalu berkatalah TUHAN kepadaku: Apa yang dikatakan mereka itu baik; seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya…” (Ulangan 18:17,18)
Lalu Petrus, di Serambi Salomo, dia berkotbah yang intinya menjelaskan bahwa nabi yang dinubuatkan dalam kitab nabi Musa itu adalah Yesus Kristus:
“… Bukankah telah dikatakan Musa: Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu…” (Kisah 3:22)
Sekarang kita lihat, frase “seperti engkau ini” dan juga frase “sama seperti aku” yang bermakna bahwa “nabi yang dijanjikan” itu akan seperti Musa, itu apakah berarti akan memiliki kesamaan dalam semua hal? Misalnya: kalau Musa mempunyai isteri bahkan banyak, maka Mesias juga setidaknya harusnya beristeri ? Dan kalau Musa punya anak cucu, maka Mesias juga harus beranak cucu? Faktanya, Yesus yang dipercayai sebagian besar Kristen sebagai Mesias (nabi yang dijanjikan) tidak pernah beristeri, kecuali beberapa orang dursila yang menuduh Yesus sebagai memiliki pacar yaitu Maria Magdalena (sumbernya tidak akurat,…). Namun sebagian besar Kristen mempercayai bahwa yang terutama adalah bahwa misi utama Nabi Yang Dijanjikan hendaklah mempunyai kemiripan atau kesamaan dengan nabi Musa.
Sebagai sebuah contoh, ketika Israel melakukan dosa fatal, membuat patung lembu emas, sehingga Allah murka bukan kepalang, dan timbul ide untuk melenyapkan bangsa itu lalu akan membuat keturunan Musa sebagai bangsa pilihan, menggantikan bangsa Israel, maka nabi Musa berjuang memperdamaikan “perseteruan” antara Allah dengan Israel, dengan naik gunung, dan bersujud 40 hari 40 malam tanpa makan minum memohon belas kasih Allah mengurungkan niat-Nya melenyapkan Israel dan mengampuni bangsa tegar tengkuk itu. Lalu perjuangan Musa berhasil; ia menjadi PENDAMAI antara Allah dengan Israel, sehingga bangsa itu selamat, walaupun banyak orang harus menerima murka Allah, namun bukan seluruhnya. Begitu pun Yesus Kristus. Mesias ini telah menjadi pendamai antara Allah dengan manusia berdosa yang mau bertobat, dengan cara: menjalani hukuman akibat dosa umat-Nya.
Oleh karena itu, kesamaan misi antara Musa dengan Yesus – secara substansi - yaitu sebagai PENDAMAI antara Allah dengan umat-Nya cukuplah itu sebagai bukti bahwa nubuat dalam Ulangan 18:18 memang sudah digenapi oleh Allah melalui turunnya Sang Mesias, Yesus Kristus.
Nabi Agabus.
Lalu bagaimana dengan nabi Agabus? Nah, sekarang Muji menyampaikan pendapatnya soal nabi Agabus.
Kisah 21:10-11
10 Setelah beberapa hari kami tinggal di situ, datanglah dari Yudea seorang nabi bernama Agabus.
11 Ia datang pada kami, lalu mengambil ikat pinggang Paulus. Sambil mengikat kaki dan tangannya sendiri ia berkata: "Demikianlah kata Roh Kudus: Beginilah orang yang empunya ikat pinggang ini akan diikat oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem dan diserahkan ke dalam tangan bangsa-bangsa lain."
Lalu, apakah nubuatan Agabus itu digenapi? Mari kita lihat, masih dalam pasal yang sama (Kisah 21) untuk ayat-ayat berikut:
27 Ketika masa tujuh hari itu sudah hampir berakhir, orang-orang Yahudi yang datang dari Asia, melihat Paulus di dalam Bait Allah, lalu mereka menghasut rakyat dan menangkap dia,
…….
30 Maka gemparlah seluruh kota, dan rakyat datang berkerumun, lalu menangkap Paulus dan menyeretnya keluar dari Bait Allah dan seketika itu juga semua pintu gerbang Bait Allah itu ditutup.
…………..
33 Kepala pasukan itu mendekati Paulus, menangkapnya dan menyuruh mengikat dia dengan dua rantai, lalu bertanya siapakah dia dan apakah yang telah diperbuatnya.
Setidaknya ada tiga kali penangkapan terhadap Paulus, namun akhirnya yang mengikat tangan (dan kaki?) Paulus dengan rantai adalah – logikanya – tentara Romawi, karena akan terasa janggal jika seorang kepala pasukan Romawi menyuruh orang Yahudi, yang bukan pasukannya, untuk mengikat Paulus.
Bukti itu memang menunjukkan bahwa nubuat Agabus nampak tidak akurat, karena dinubuatkan “akan diikat oleh orang-orang Yahudi (kisah 21:11)” tetapi faktanya yang mengikat Paulus BUKAN orang Yahudi, namun prajurit Romawi. Tetapi apajkah harus sampai segitunya akurasi sebuah nubuatan???? Karena, bukankah memang setelah nubuatan itu diucapkan, orang Yahudi memang dua kali menangkap Paulus (ayat 27-30), walaupun pada akhirnya prajurit Romawi lah yang mengikat, tetapi bukankah secara substansi, Paulus memang kemudian diikat?
Kecuali kalau kemudian Paulus – setelah nubuatan itu - tidak ditangkap oleh siapapun, atau tidak diikat oleh siapapun, maka secara meyakinkan itu merupakan nubuat palsu. Ini hanya pendapat Muji.
Pertobatan Saulus.
Nah, sebagai perbandingan yang lain, soal akurasi, ada contoh menarik mengenai kesaksian Paulus soal pertobatannya.
Kisah 9:3-7
3 Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia.
4 Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?"
5 Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu.
6 Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat."
7 Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorang jugapun.
Kisah 22:6-10
6 Tetapi dalam perjalananku ke sana, ketika aku sudah dekat Damsyik, yaitu waktu
tengah hari, tiba-tiba memancarlah cahaya yang menyilaukan dari langit mengelilingi aku.
7 Maka rebahlah aku ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang berkata kepadaku: Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?
8 Jawabku: Siapakah Engkau, Tuhan? Kata-Nya: Akulah Yesus, orang Nazaret, yang kauaniaya itu.
9 Dan mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia, yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar.
Dua ceritera itu cukup kontradiktif, ada distorsi. Itu laporan tentang teman2 seperjalanan Saulus. Dalam Kisah 9, mereka mendengar suara (Tuhan), tetapi Kisah 22, mereka tidak mendengar suara (Tuhan). Lalu siapa yang salah? Apakah Lukas yang salah melaporkan, ataukah Paulus yang lupa mengisahkan? Wallauhu alam. Namun kita tahu bahwa substansi kisah tersebut BUKAN teman Saulus, melainkan pertobatan Saulus itu sendiri, sehingga ketidak-akuratan tersebut hendaklah jangan dijadikan dasar untuk menuduh, misalnya Paulus sebagai nabi Palsu, atau penulis Kisah Rasul sebagai penulis palsu.
Handai Taulan yang dikasihi Tuhan. Itulah perlunya menggunakan hikmat untuk belajar memahami substansi suatu permasalahan, termasuk bagaimana menilai akurasi sebuah nubuat, supaya jangan terlalu mudah menghakimi nabi Tuhan sebagai nabi palsu. Memang Tuhan sudah menubuatkan akan adanya nabi palsu, dengan nubuatan palsu, dan memang setiap nabi palsu maupun nubuatan palsu perlu disingkapkan kedoknya, sebab akan dapat membahayakan pertumbuhan rohani umat Tuhan oleh penyesatannya, namun lakukan dengan hikmat Tuhan, dan bukannya dengan mengantungi kecurigaan membabi-buta.
Tuhan Yesus memberkati.
- mujizat's blog
- Login to post comments
- 3726 reads
@Mujizat
Bang Rogermixtin09, akurasi
Tani Desa
Nubuatan meleset
PB nubuatan meleset
Tani Desa