Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
POLISI
Seorang pedagang asongan yang tersangkut kasus kepemilikan ganja dibebaskan dari segala tuduhan oleh majelis hakim.Ternyata, si pedagang asongan hanyalah korban dari rekayasa kasus yang dilakukan oleh polisi, Diputuskan bebas bulan Mei 2010 lalu.
Seorang tukang parkir yang telah menjadi tukang parkir selama 22 tahun di kota medan ditembak 3 kali, dan dipaksa untuk mengakui membunuh pasangan pasutri yang ternyata juga rekayasa kasus, yang ditayangkan dalam suara keadilan di TV One. (sudah dilaporkan ke KOMPOLNAS)
Ditanggapi oleh Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol. Oegroseno, dan katanya para penyidik yang terlibat sudah ditangani oleh propam.
Seorang laki laki separuh baya, yang tidak tahu apa apa dipaksa polisi untuk mengakui kepemilikan ganja seberat 1 gram lebih, dan lagi lagi ternyata rekayasa kasus, dan dibebaskan dari segala tuduhan oleh majelis hakim karena tidak terbukti(juga ditayangkan di suara keadilan TV One beberapa waktu lalu)
Beberapa pemuda yang ditangkap atas pembunuhan mutilasi yang terjadi beberapa waktu lalu di Indonesia, dianiaya dan dipaksa untuk mengakui pembunuhan yang mereka tidak lakukan, dan ternyata benar mereka tidak bersalah karena Ryan sipenjagal dari Jombang mengakui perbuatan yang sebenarnya bukan dilakukan oleh pemuda pemuda yang sudah ditangkap polisi tersebut, si Penjagal sendiri yang mengaku melakukan pembunuhan tersebut,
Dan akhirnya majelis hakim membebaskan pemuda pemuda tidak bersalah tersebut dengan kebebasan yang dulu pernah dirampas secara paksa dari mereka.
Apa tindakan polisi? Apa tindakan Kapolri atas kejadian tersebut?
Rakyat yang tidak bersalah harus dipenjara, disiksa sebelumnya, dan akhirnya dibebaskan. Sungguh ironis.
Mahasiswa tertembak pada setahun masa jabatan Presiden SBY-Boediono dalam sebuah demo di Ibukota.
NASIONAL - HUKUM
Jum'at, 22 Oktober 2010 , 03:53:00
JAKARTA - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) M Anis Matta, mendesak Kapolri terpilih Komjen (Pol) Timur Pradopo untuk memrioritaskan pengusutan kasus penembakan terhadap Farel Restu, mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) saat melakukan aksi unjuk rasa peringatan satu tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)–Boediono, di jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (20/10) lalu. Anis menilai Polisi tidak punya alasan kuat untuk menembak Farel.
"Kalau Timur Pradopo sudah dilantik jadi Kapolri, DPR minta agar kasus dan pelaku penembakan Farel Restu diusut dan ditindak tegas," kata Anis Matta, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (21/10).
Menurut Anis Matta, dari tingkat konstelasi yang terjadi di tempat kejadian peristiwa (TKP), sesungguhnya anggota Polri tidak punya alasan yang cukup kuat untuk melakukan penembakan terhadap demonstran. "Dari sisi jumlah, Unjuk rasa itu terbilang kecil, paling 150 sampai 200 orang dengan konstelasi yang masih sangat rendah. Tapi di saat adanya letusan senjata, baru dinamikanya sangat tinggi. Jadi ini lebih pada sabar atau tidaknya aparat menghadapi aksi unjuk rasa," ungkap Anis.
"Tapi yang kita saksikan, jelas bahwa aparat kepolisian di TKP bersikap berlebihan atau represif dalam menghadapi massa pengunjuk rasa," imbuh Anis.
Selain itu, Sekjen DPP PKS tersebut juga meminta Kapolri menindak anggotanya yang dinilai bertindak berlebihan. Meski demikian politisi kelahiran Makassar itu juga mendesak Polri menjatuhkan hukuman bagi pengunjuk rasa yang keluar dari rambu-rambu aturan yang ada. "Bagi massa pengunjuk rasa yang juga terbukti berbuat anarkis dalam menyampaikan aspirasinya, Polri tetap harus mengambil tindakan hukum yang sesuai."
Sebelumnya, Farel Restu menderita luka tembak saat berunjuk rasa di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (20/10). Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tempat , mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta dirawat, memberikan keterangan bahwa Farel terkena peluru pantul dari arah bawah hingga melukai tungkai kaki kirinya. (fas/jpnn)
Sumber : www.jpnn.com/read/2010/10/22/75132/Kapolri-Baru-Didesak-Usut-Penembak-Mahasiswa-
Tujuh anggota Brimob yang diduga bertanggung jawab atas penembakan secara membabi buta terhadap warga Manokwari
Sumber : http://nasional.vivanews.com/news/read/177863-brimob-penembak-warga-diperiksa
Kenapa polisi seringkali merekayasa kasus, dan memaksakan kehendaknya pada rakyat kecil dan memaksa orang untuk mengakui perbuatan dan kejahatan yang tidak mereka lakukan? Apakah karena tuntutan dari atasan? Kenapa harus orang lain yang akhirnya jadi korban.
Banyak sekali kekurangan dan ketidak profesionalan polisi yang erap kali terjadi di republik tercinta ini.Tapi semua kekurangan itu tidak langsung menutup secara keseluruhan dari kinerja polisi yang lain, yang masih banyak berprestasi dan menjadi pengayom dan penegak keadilan sesuai prosedur dan fungsinya, walau dalam hitungan minoritas.
Polisi adalah bagian dari masyarakat, seorang polisi pun anak dari masyarakat, disekolahkan, dibesarkan juga oleh orangtua yang merupakan bagian dari masyarakat, kenapa harus bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat?
Jadilah polisi yang profesional. Jangan katakan Polisi juga manusia. Jika erapkali melakukan kesalahan dan ujungnya mengatakan polisi juga manusia, akan menimbulkan kesalahan yang makin dalam dan berlarut. Jika tidak bisa professional jangan jadi polisi. Jika merasa kurang gaji jangan jadi polisi. Jangan jadikan jabatan polisi tersebut sebagai tindakan mencari uang dan mementingkan kepentingan diri sendiri.
Kita memang harus menyadari, POLRI saat ini sedang berbenah diri, memperbaiki kinerjanya untuk jadi lebih baik dan lebih baik lagi. Jangan membuat asumsi yang buruk dimasyarakat, dan jangan membuat rakyat menjadi benci dengan polisi oleh tindakan dari polisi-polisi itu sendiri.
Menilang pun jangan pilih pilih.
Kita berbicara tentang polantas. Tugasnya adalah mengurusi lalulintas dan semua surat yang berhubungan dengan kendaraan dan mengendarai, Jangan keluar dari konteksnya. Jangan menjadikan tilang menilang sebagai mata pencaharian tambahan. Cukup dari gaji saja, atau tidak usah jadi polisi.
Penyidik dalam kepolisian. Bertugas melakukan penyidikan terhadap peristiwa kejahatan yang terjadi. Kumpulkan bukti bukti, dengarkan kesaksian dari para saksi, telusuri kasus dengan terarah dan secara prosedural. Jangan memaksakan kasus harus P21 dengan segala tindakan yang akhirnya menyengsarakan lagi lagi rakyat.Lakukan penelusuran, dan jalankan itu tidak dengan melakukan rekayasa, apalagi sampai berani memalsukan BAP yang merupakan tindak pidana. Jika yang mengurusi tindak pidana berbuat pidana, apa jadinya negeri ini?
Gunakan senjata seperlunya, dalam keadaan yang memang benar benar diperlukan. Jangan mudah sekali mengeluarkan senjata, memamerkan senjata, dan menganggap senjata seperti mainan yang bisa dimainkan seenaknya tanpa teknis secara prosedural.
Lakukan latihan menggunakan senjata api yang dipegang, baik laras pendek maupun laras panjang. “Jangan sampai akhirnya menembak dari belakang yang kena depan”.
Ingat, semakin brutal polisi semakin brutal rakyatnya, semakin bengis polisi semakin bengis pula rakyatnya. Jika polisi santun, maka rakyat pun akan santun.
Alangkah bahagianya, jika POLRI melakukan sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat, untuk menghormati dan taat terhadap peraturan, bukan hormat dan taat jika ada polisi yang bertugas saja. Jika semuanya dimulai, maka fungsi polisi tentu akan lebih longgar.
Sebagai contoh di Singapura. Jarang sekali saya melihat polisi ada dijalanan. Polisi ngetem di Pos pos. Jika ada yang melanggar, maka barulah polisi datang entah darimana dan menghampiri.
Menilang, bukan bernegosiasi.
Pasukan khusus dari POLRI seperti Pasukan Gegana, Densus 88 haruslah bertindak profesional. Jika mereka tidak bertindak profesional, maka ditakutkan akan ada banyak korban yang timbul karenanya.
POLISI, apa slogan nya :
PELINDUNG, PENGAYOM DAN PELAYAN MASYARAKAT
Lambang nya :
Lambang POLRI bernama Rastra Sewakottama yang berarti Polri adalah Abdi Utama daripada Nusa dan Bangsa. Sebutan itu adalah Brata pertama dari “Tri Brata” yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.
Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat dan untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat.
Harus jauh dari tindakan dan sikap sebagai “penguasa”. Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua negara yang disebut new modern police philosophy. “Vigilant Quiescant” (kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram).
Prinsip ini diwujudkan dalam bentuk logo dengan rincian makna :
Perisai bermakna pelindung rakyat dan negara.
Tiang dan nyala obor bermakna penegasan tugas Polri, di samping memberi sesuluh atau penerangan juga bermakna penyadaran hati nurani masyarakat agar selalu sadar akan perlunya kondisi keamanan ketertiban masyarakat yang mantap.
Pancoran obor yang berjumlah 17 dengan 8 sudut pancar berlapis 4 tiang dan 5 penyangga bermakna 17 Agustus 1945 hari Proklamasi Kemerdekaan yang berarti Polri berperan langsung pada proses kemerdekaan dan sekaligus pernyataan bahwa Polri tak pernah lepas dari perjuangan bangsa dan negara.
Tangkai padi dan kapas menggambarkan cita-cita bangsa menuju kehidupan adil dan makmur, sedangkan 29 daun kapas dengan 9 putik dan 45 butir padi merupakan suatu pernyataan tanggal pelantikan Kapolri pertama 29 September 1945 yang dijabat oleh Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.
Tiga bintang di atas logo bermakna Tri Brata adalah pedoman hidup Polri.
Warna hitam dan kuning adalah warna legendaris Polri.
Warna kuning keemasan perlambang kebesaran dan keagungan hati nurani segenap personil Polri.
Warna hitam adalah lambang keabadian dan sikap tenang mantap yang bermakna harapan agar Polri selalu tidak goyah dalam situasi dan kondisi apapun, tenang, memiliki stabilitas nasional yang tinggi dan prima agar dapat selalu berpikir jernih,bersih, dan tepat dalam mengambil keputusan.
Sumber : http://wdinasty.wordpress.com/2009/01/11/lambang-polri/
Kapolri baru telah dilantik oleh Presiden RI Bp. Susilo Bambang Yudhoyono, pada hari jumat tanggal 22 Oktober 2010, dan sertijab akan dilaksanakan pekan depan.
Merupakan tugas buat Kapolri yang baru Jendral Pol Timur Pradopo untuk bisa menata Kepolisian untuk jauh lebih baik dan jauh lebih profesional dari sebelumnya.
Kasus penembakan mahasiswa dan perampokan bersenjata adalah agenda utama yang harus di tuntaskan.
Alangkah baiknya, setiap anggota POLRI, bisa menanamkan dalam diri setiap pribadi-nya, bahwa mereka adalah Pelindung,Pengayom dan Pelayan masyarakat, bukan musuh masyarakat. Alangkah baiknya jika memperkenalkan diri pun pertama kali mengucapkan kalimat dibawah ini.
Saya Pelindung,Pengayom dan Pelayan masyarakat, saya polisi.
Karena jika kata dalam kalimat itu dibalik, akan menunjukkan ke AKU an sebagai polisi, dan justru fungsinya menjadi terabaikan, dan akan tersisakan kesombongan.
Perhatikan kalimat dibawah ini :
1.Saya Pelindung, Pengayom dan Pelayan masyarakat, saya polisi.
2.Saya Polisi, Pelindung ,Pengayom dan Pelayan masyarakat.
Bagi saya maknanya akan berbeda. Nyatakan dulu fungsinya, lalu sebutkan statusnya. Jika hal tersebut dilakukan maka setiap anggota polisi akan selalu merasa diingatkan kalau mereka adalah Pelindung, Pengayom dan Pelayan masyarakat, mereka polisi.
Perihal lain, diharapkan setiap polisi yang akan bertugas sebagai seorang polisi harus menjalani rangkaian test baik tertulis maupun langsung ( praktek) tentang etika kesopanan, dan pengucapan kata kata yang menunjukkan kesantunan. Jauhi mengucapkan caci maki dan kata kata yang tidak sepantasnya dilakukan. Seperti sering terdengar ketika sedang menonton tayangan di tv, seorang polisi seringkali mengatakan, “SAYA TEMBAK!”...sudah, tembak saja,..tembak tembak...tembbaaaaak....
Jangan sampai PROTAP yang baru itu menjadi senjata sewenang wenang Polisi untuk bisa melakukan penembakan penembakan dalam penanganan kasus di masyarakat.
Mengenai Potap baru dari POLRI:
NASIONAL - HUKUM
Sabtu, 23 Oktober 2010 , 06:22:00
Protop Diminta Ditinjau Ulang
Buntut Penembakan Mahasiswa UBK saat Demo
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil menyatakan ketegasannya prosedur tetap (Protap) tembak ditempat harus ditinjau ulang. Hal itu terkait adanya peristiwa penembakan terhadap mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) yang melakukan aksi demontrasi, 20 Oktober lalu di Jakarta.
”Polisi kan sudah tahu kalau akan ada demo. Harusnya bukan peluru tajam yang dipersiapkan. Tapi penyemprot air (water canon) dan gas air mata yang maju. Jadi tembak di tempat sudah berlebihan,” kata Nasir kepada INDOPOS (grup JPNN), kemarin (22/10).
Menurutnya, demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Dan mereka yang berdemonstrasi adalah bagian dari masyarakat Indonesia sendiri. “Apakah dilarang demontrasi di negeri ini?” tanya dia.
Untuk itu, lanjutnya, polisi harus mengevaluasi perintah tembak di tempat itu. Selain itu, pelaku penembakan harus diusut. “Saya minta Kapolri dan Kapolda Metro mengusut ini. Tembak di tempat itu kalau polisi sudah terancam jiwanya. Dan sejumlah anggota Komisi III sudah sepakat untuk berencana memanggil Kapolri,” tuturnya. Nasir heran dengan keberadaan senpi saat menangani demo di UBK.
“Di TV terlihat satuan Opdahura tidak ada. Yang terlihat polisi-polisi dengan semrawut tanpa atribut mengejar mahasiswa memakai pistol masing-masing seperti koboi-koboi mengejar bandit. Tidak seimbang antara perlawanan polisi berpistol dengan mahasiwa bermodalkan batu. Kelihatannya polisinya kurang dewasa atau memang disiapkan untuk maksud mengacaukan situasi. wallahualam,” imbuhnya.
Anggota Komisi III lainnya, RI Andi Anzhar Cakrawijaya meminta agar protap tembak di tempat diminta untuk ditinjau ulang. “Saya kecewa aksi penembakan polisi terhadap aksi mahasiswa dengan peluru tajam. Protap pencegahan aksi anarkisme yang memperbolehkan polisi menembak tanpa perintah atasan dinilai terbukti berbahaya,” katanya.
Menurut Andi, niat penetapan protap ini memang baik diawalnya, karena tak ingin kerusuhan Ampera terulang, tapi kalau tidak ada arahan maka polisi bisa lepas kendali di jalanan, bisa asal main tembak. “Kemarin ada mahasiswa yang ditembak dari jarak dekat itu bukti protap ini membahayakan dan membuat polisi hilang kendali. Untuk itu, protap tersebut harus ditinjau ulang untuk sempurnakan terlebih dulu sebelum diterapkan,” tegas politisi PAN ini.
Saat demonstrasi memperingati satu tahun pemerintahan SBY-Boediono pada 20 Oktober kemarin, petugas kepolisian telah menerapkan protap tersebut. Mereka menembak para demonstran sehingga menyebabkan mahasiswa UBK terkena luka tembak.
Menurut Andi, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Sutarman mengatakan pihaknya sama sekali tidak memerintahkan penembakan terhadap para demonstran. “Artinya petugas polisi yang melakukan penembakan, telah menerapkan protap baru tersebut,” kata Andi.
Sebagaimana diberitakan, Kepolisian memberlakukan protap Nomor 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis terhadap pendemo. Dalam Protap tersebut, anggota polisi dimungkinkan melakukan penembakan tanpa harus melapor atasan terlebih dulu.
Namun, desakan agar ptotap ditinjau ulang ternyata mendapat penolakan dari anggota Komisi III lainnya, Saan Mustopa. Menurut politisi Partai Demokrat ini, yang salah di dalam peristiwa UBK itu adalah oknum polisinya. “Yang saya tahu itu tidak ada instruksi dari komandanya. Jadi itu bergerak sendiri-sendiri. Yang disalahkan adalah personilnya, bukan protapnya,” ucapnya.
Saan menyatakan protap memang sengaja dibuat untuk mengendalikan situasi yang sudah tidak kondusif dan mengancam keselamatan personil kepolisian. “Namun, sekali lagi, protap itu tidak bisa diartikan semua personil kepolisian bisa berjalan sendiri-sendiri tanpa ada perintah dari komandannya. Kapolri setahu saya juga sudah meminta maaf, dan menyatakan akan mengusut pelaku penembakan yang dinilai menyalahi aturan,” terangnya. (dil)
Sumber:http://www.jpnn.com/read/2010/10/23/75226/Protop-Diminta-Ditinjau-Ulang-
Yang ditembak itu masyarakat juga, bagian warga dari masyakata Indonesia. Mereka tentunya punya hak. Jika melawan pun sudah seharusnya ditembak untuk melumpuhkan, bukan ditembak untuk melenyapkan nyawa dan kehidupan seseorang. Apalagi menembak disaat seseorang sudah menyerah dan tidak melawan serta tidak menggunakan senjata apapun.
Tindakan baru baru ini dari POLRI adalah sudah sangat baik dan transparan, akhirnya mereka tidak bisa menutupi lagi bahwa tidak semua anggota polisi pasti bisa menembak, atau mahir menembak. Dilakukannya latihan menembak adalah suatu langkah yang sangat tepat, yang bisa mengasah kemahiran menembak dari anggota polisi itu sendiri.
Dan menurut saya, sebagai warga masyarakat yang mengamati, alangkah baiknya senjata hanya diberikan kepada polisi dengan pangkat minimal brigadir kepala dan biasanya yang harus dipersenjatai adalah dari divisi reskrim. Untuk polisi lalu lintas, kecuali untuk Patroli Jalan Raya tidak usah dipersenjatai dengan pistol. Fungsikan senjata api genggam sesuai dengan kegunaannya. Karena tidak ada gunanya seorang polantas ptantang ptenteng menyandang pistol.
Untuk menghilangkan pengungkapan kasus secara tidak profesional dan berkesan serampangan dan “kejar setoran”, sediakan alokasi dana untuk setiap polisi yang membutuhkan biaya untuk mengungkap kasus, jangan dari kocek mereka sendiri semua itu dibiayai. Gunakan uang negara untuk mengurus itu, yang didapat dari pajak, yang sudah dibayarkan oleh masyarakat Indonesia.
Pernahkah anda melihat tiba tiba disetiap sudut jalan ada polantas berjaga, di setiap lampu merah dan setiap pos yang biasanya kosong menjadi lengkap dengan polantas? Itu tandanya akan ada pimpinan atau komandan dengan pangkat yang lumayan hendak lewat, apakah itu perlu? Apa yang sebenarnya ingin ditunjukan kepada masyarakat? Tidak ada gunanya sama sekali. Pengawalan boleh dilakukan, tapi jangan sampai akhirnya mengganggu kelancaran dari lalu intas itu sendiri, apalagi sampai menutup jalan, dan memberhentikan kendaraan yang sedang lewat hanya untuk menunggu mereka lewat?
Menurut : Ahmad Kurdi Moekri : Reformasi Polri Baru Sebatas Slogan
Minggu, 21 Maret 2010 - 05:03 wib
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Ahmad Kurdi Moekri mengaku prihatin dengan kondisi kepolisian.
Polemik seputar pernyataan Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Jenderal Pol Susno Duadji menunjukan bahwa ternyata tidak ada satu pun institusi yang benar-benar bersih.
“Itu artinya reformasi yang sudah 12 tahun berjalan belum membuahkan hasil. Baru sebatas slogan-slogan belaka,” katanya ketika dihubungi, Sabtu (20/3/2010).
Dia menduga hal ini tidak terlepas dari situasi makro yakni adanya ketidakberesan dalam pengelolaan negara. “Ini harus dibenahi,” ujar anggota Fraksi PPP ini. (abe)
(Adam Prawira/Koran SI/hri)
Sumber : http://news.okezone.com/read/2010/03/21/339/314500/reformasi-polri-baru-sebatas-slogan
POLRI sudah seharusnya kembali menjadi milik rakyat, maka berlakulah sebagai Pelindung,Pengayom dan Pelayan masyarakat kembali. Jadilah bagian dari masyarakat, dan lakukan pekerjaan dengan profesional yang bisa membuat rakyat kembali percaya dan kagum kepada setiap anggota polisi.
Hilangkan semua bentuk praktek yang tidak terpuji yang menyusahkan masyarakat, menghilangkan nyawa orang tanpa proses yang jelas, dan hilangkan paradigma yang buruk di masyarakat tentang polisi dengan menjadi Pelindung,Pengayom dan Pelayan masyarakat yang bekerja profesional, berharkat dan bermartabat.
Banyak sekali pandangan orang yang negatif tentang kinerja polisi, tapi,saya benar benar ingin mengesampingkan itu, dengan harapan, apa yang selalu dikatakan sebagai nada miring, tidak lagi terbukti karena kinerjanya yang semakin hari semakin baik. Jadi segala hal yang mendeskreditkan, akan terpatahkan dengan sendirinya, oleh semua tindakan nyata yang benar benar profesional.
Selamat Bertugas bapak Kapolri yang Baru. Jendral Pol. Timur Pradopo, semoga (T)uhan menyertai setiap langkah dan keputusanmu, dan sukses merubah anak buahmu, menjadi Pelindung,Pengayom dan Pelayan masyarakat sejati, yang dibanggakan negerimu....
smile
Oktober 2010
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
- smile's blog
- Login to post comments
- 3819 reads
It takes two to tango
Kalo yg pernah ikut demo, pasti tau ada yang namanya korlap. Korlap kadang berperan sebagai juru kompor. Peran yang kontradiksi. Ngomporin peserta demo supaya semangat, tapi pada saat yang sama harus menjaga supaya gak disusupin provokator. Ada juga yang non korlap yang tugasnya ngomporin. Biasanya udah siap mati, karena posisi udah di depan. Jadi kalo dihadang polisi dan demo mesti bubar jalan, otomatis posisi orang tersebut jadi ada di belakang. Thus paling gampang ketangkap atau ketembak polisi.
Polisi juga manusia, katanya.
Kalo si polisi dimaki2 depan mukanya dengan bilang, "anjing loe, polisi!", atau "ortu elo pasti nyesel ngelahirin elo ujung2nya malah jadi polisi!" sampe si ludahnya si pendemo muncrat2 kena muka si polisi, pasti ada godaan untuk menggerakkan tangan meraih senjata apinya. But as always, they should know better. Untuk yang beginianlah mereka digaji rakyat.
Gitu juga soal tilang. Urusan nyogok tilang itu juga bukan sepenuhnya salah polisi. Polisi juga manusia, butuh makan. Apakah kalo gaji polisi dinaikin trus polisi gak bakal mempan disogok? Siapa bilang. Nature of men itu pengen yang lebih lagi terus menerus. Udah dapet gaji gede, dapet sabetan di luar kan lumayan :D
Polisi disogok berarti karena ada yang mau nyogok. Siapa yang menawarkan bukan jadi masalah besar. Tetep dua2nya salah. Sementara kenapa orang mau nyogok? Karena gak mau berurusan lama2 sama pengadilan. Mesti datang ke pengadilan, ngaku salah karena udah langgar rambu lalin. Pake acara bayar lagi di situ. Mendingan bayar di tempat sama polisinya. Uang masuk ke kantong polisi daripada masuk ke kas negara.
Dulu Sri Bintang Pamungkas pernah ditilang polisi trus gak mau nyogok, bilang ke si polisi kalo dia mau urus di pengadilan soal surat tilangnya. Masuk berita nasional loh! Hahahaha. POLRI sama rakyat terkejut, kok bisa ada manusia seperti itu. Sementara negara2 lain terkejut, kok bisa ada POLRI dan rakyat suatu bangsa terkejut karena kejadian tersebut? *facepalm*
wajah polisi
Disisi lain masyarakat masih trouma dengan rupa polisi masa lalu yg cukup identik dengan militer.
Walaupun sekarang instansi kepolisian sudh memisahkan diri dari militer, luka tersebut masi cukup membekas dihati masyarakat. Sb dengan gaya komando ala militer nya dalam menangani kasus kriminalitas, menumbulkan kesan bahwa rakyat yg melakukan kejahatan tersebut adalah musuh negara.
Dan pada kenyataan nya proses perbal yg mereka lakukan dalam menangani pelaku kejahatan, masih diwarnai praktek2 seperti itu. (tentu saja tidak semua aparat berlaku seperti itu).
Belum lagi masalh suap2 menyuap yg terjadi pada waktu penanganan kasus. Dalam pengalaman saya dulu, bahkan ada oknum yg ketika menangkap kami, malah menawarkan pembebasan bila kami menyediakan dana sekian.
Hal2 yg seperti ini yg membuat Kredibilitas Polisi di mata masyarakat agak "rusak"
Sebenarnya masyarakat tidak anti terhadap militer, bahkan di beberapa hal banyak yg sangat menghormati.
Tp untuk Kepolisian agak sedikit berbeda,..
Vicksion, nantinya akan didampingi pengacara
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"