Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Pengakuan Seorang Pendeta
SESUNGGUHNYA alam itu indah dan agung, kalau dipandang oleh mereka yang mampu membuka mata dengan waspada, tanpa prasangka, tanpa pendapat, tanpa penilaian, tanpa pamrih. Memandang saja, mengamati saja, dan alam akan membuka diri, tanpa ada rahasia apa-apa lagi.
Nun jauh di ufuk timur, tegaklah sebuah villa megah, VILLA SOKALIMA. Beratap sirap pilihan, berdinding super white dan berlantai marmer dari Itali. Dikitari rerumputan hijau serta di sudutnya ada liukan air mancur yang pasrah dipermainkan sang bayu. Tapi seperti umumnya makhluk tak bernyawa, ia bisu seribu bahasa. Tak bergeming, dan malah nampak agak angkuh di tengah pepohonan yang menjulang.
Sementara di teras bergaya Spanyolan, berdiri angkuh, seangkuh gedung itu sendiri, penghuni Villa Sokalima yang bernama PENDITA DORNA. Berdandan rapi, mengenakan jas dan dasi, menghisap cangklong dari gading, serta asesori yang melekat di badannya menunjukkan bahwa dia seorang yang berpengaruh. Meski, maaf, tampangnya jauh dari KECE. Bayangkan aja, matanya KRIYIP-KRIYIP, hidungnya MUNGKAL (bengkok), dan hampir seluruh tubuhnya cacat. Sekilas orang melihatnya bakalan ngeri. Mungkin malah menduga dia seorang penjahat sadis.
Tengah asyiknya menikmati suasana pagi nan sejuk itu, tiba-tiba melesat dengan tidak sopannya, sebuah mobil merek mutakhir, memasuki pekarangan villa dan berhenti pas di teras. Tampaknya tamu itu sudah terbiasa keluar masuk di villa tersebut.
"Good morning sir!" teriak pengemudi itu pada Dorna. Dorna menyahut dengan deheman berat.
Pengemudi itu bernama SENGKUNI, lihat saja dandananya kayak CROSSBOY, pakai anting ala George Michael, sarung tangan gaya Michael Jackson, hidungnya mengenakan pircing dari emas murni, lengannya ada tatto bergambar SANTO, celana Beggy gaya baru dikenakan begitu gagah. Dia ternyata tidak sendirian, tiga temannya dengan gaya yang hampir mirip, mengikuti langkahnya, ya mereka memang keluarga dinasti KURAWA.
"Be, gue tadi ampir bentrok ame anak-anak Pandawa lagi!" kata Sengkuni sambil merebahkan pantat di kursi sebelahnya Dorna. Sementara tiga temannya yaitu CITRAKSI langsung ngeloyor ke dalam ambil minuman, sedang DURSASANA dan DURMAGATI ikutan duduk mengelilingi Dorna. Citraksi keluar membawa beberapa kaleng bir dan mereka semua menenggaknya.
"Nih liat be, muke gue ampe lebam-lebam kena tonjok si KEPARAT ARJUNA itu!" keluh Sengkuni.
"Gue juga kena hantam WERKUDARA, perut gue ampe mules!"
"Iya Be, BRENGSEK bener mereka! Tangan gue ampe keseleo!"sambung Dursasana menyeringai memegang tangannya yang membengkak.
Dan mereka saling bersahutan melapor pada Dorna, yang bagi mereka dianggap pelindungnya. Padahal Dorna bagi Pandawa dan Kurawa adalah SESEPUH, yang mesti dihormati dan kata-katanya dituruti. Namun rupanya orang-orang Kurawa menganggap Dorna lebih memihak kepada mereka. Tapi kenyataannya apakah demikian?
"Ah kalian bisanya cuma berkelahi saja!" ketus kata Dorna.
Dorna menghela nafas panjang. Tatapannya kosong. Sementara kwartet Kurawa cuma bisa diam, saling pandang penuh tanya. Maksud hati mengadu dan sudah yakin akan dibantu, kenyataannya malah kena bentak. Hatinya makin gondok saja. "Ooo dasar tua bangka jelek sekali!" batin Sengkuni keki.
Mendadak Pendita Dorna nembang MOCOPAT SEKAR PANGKUR, suaranya pelan namun kata-katanya jelas terdengar oleh mereka.
"Kawaca raras kawuryan miwah mundi saradibya umingis, ing mangka punika tuhu, aling-alinging anggo ananangi hardaning kang hawa napsu, manawi sampun angreda dadya rubeda ngribedhi."
(Kalian menyukai baju perang dan membawa senjata terhunus, padahal semua itu menghalangi kebenaran dan membangkitkan hawa nafsu,kalau dibiarkan berlarut-larut akan menjadi penghalang yang merepotkan).
"Tahu nggak kamu makna tembang mocopat itu?" tanya Dorna usai menembang. Jelas yang ditanya pada menggeleng, boro-boro tembang mocopat, lagu nasional saja mereka tidak tahu kok.
"Huh! Kalian tahunya cuma lagu cengeng saja! Sukanya pada kebudayaan asing yang bebas tanpa arti, sia-sia saja didikanku selama ini. Sudah kalian pulang sana, tembangku tadi buat PR. Besok aku akan ke sana, awas kalau kalian tidak bisa mengartikannya. Kalian akan kuhukum!" tegas Dorna sambil meninggalkan mereka yang pada menundukkan kepala, cemberut berat.
"Ah, anak-anak sekarang kalau seperti itu tabiatnya, sungguh celaka. Mereka hanya memanjakan HAWA NAFSU, Nafsu dendam yang semestinya ditiadakan dari batin," keluh Dorna lirih.
Dihempaskan tubuhnya di kursi malas.
"Namun terkadang anak-anak Kurawa tahu budi juga. Tapi sayang, mereka belum mampu membedakan antara budi dan dendam."
Benarkah BUDI dan DENDAM mempunyai perbedaan? Bukankah diri sendirilah yang mampu menilai tentang dendam dan budi? Kalau orang mendatangkan keuntungan kita namakan budi dan kita hendak membalasnya dengan keuntungan pula, sebaliknya kalau mendatangkan kerugian kita namakan dendam dan kita hendak membalasnya dengan kerugian pula kepadanya.Ya, dendam dan budi melahirkan perbuatan yang TIDAK WAJAR, perbuatan yang mengandung PAMRIH untuk membalas, dan bukankah perbuatan yang berpamrih ini sesuatu yang palsu?
Memang, setiap perbuatan yang berpamrih, apapun pamrihnya dinamakan BAIK maupun BURUK, tetap saja pamrih dan perbuatan itu hanya merupakan perbuatan yang palsu belaka, merupakan cara untuk memperoleh sesuatu!
"Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." (Matius 6:3)
*****
Waktu berjalan bagaikan anak panah terlepas dari busur yang dipentang tangan sakti. Cepat dan tak terasa. Kalau kita berhenti sejenak dan menengok ke belakang. Masa lalu terlewatkan begitu cepatnya, seperti dalam mimpi saja. Betapa kita masih ingat semua peristiwa di masa kita masih kanak-kanak. Kalau kita menempati sebuah tempat yang lama kita tinggalkan, tempat di mana kita bermain-main ketika itu, maka semua peristiwa yang terjadi seolah-olah baru terjadi kemarin dulu, satu bulan atau satu tahun yang lalu saja. Padahal, belasan atau puluhan tahun lewat tak terasa dan TAHU-TAHU kita telah MENJADI TUA!
HIDUP ADALAH SAAT INI, SEKARANG, saat demi saat. Orang yang hidup di masa lampau, seperti dalam keadaan mati, karena masa lampau adalah mati, SUDAH LEWAT, SUDAH BERLALU, sudah tidak ada, sudah tidak bisa di REPEAT. MASA LALU hanya mendatangkan kenangan yang menciptakan kecewa, dendam, duka karena iba diri. MASA DEPAN pun merupakan sesuatu yang BELUM ADA, hanya merupakan SUATU KHAYAL, SUATU MIMPI dari keadaan yang penuh harapan. Penuh dengan segala keindahan yang kita gambarkan, kemudian kita kejar-kejar, untuk kemudian menjadi FRUTRASI kalau gagal. atau puas sebentar kalau berhasil, kemudian menjadi BOSAN, juga KECEWA karena yang didapatkan ternyata tidaklah seindah atau sehebat seperti yang digambarkan semula.
MASA KINI ADALAH HIDUP yang mesti dihayati sepenuh perhatian. Barulah hidup menjadi berarti dan berisi. Dan SENI HIDUP terindah, terbesar, termulia adalah MEMBUKA MATA LAHIR BATIN menghadapi kenyataan apa adanya. Dengan mata terbuka, penuh kewaspadaan dan KESADARAN!
"Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20).
"Waktu terasa begitu cepatnya, tak mau tahu lelakon yang menimpa kita Diajeng Krepini." sambut Dorna ketika tanpa disadari DEWI KREPINI, istrinya sewaktu dia punya nama keren BAMBANG KOMBAYANA, bertandang ke Villa Sokalima.
"Kangmas, sungguh malang nasibmu, kenapa kakang jadi begini rupa?" tanya Dewi Krepini terharu ketika melihat fisik Dorna.
"Begitulah jeng, ketidakbenaran pasti mendatangkan kerugian. Dulu kangmas serasa tidak punya pendirian dalam hidup. Tidak mampu menemukan kebenaran dalam pandanganku dan tidak setia terhadap kebenaran yang didambakan semua insan. Aku memang tidak patut disebut laki-laki...." berkata begitu Dorna menunduk. Bayang-bayang sewaktu masih muda seakan terlukis di depannya.
Dulu dia gagah, tampan, namun tak mampu mengendalikan EMOSI. Akhirnya menerima akibat yang diperbuatnya. Dihajar GANDAMANA sampai sedemikian buruk hasilnya.
"Sudahlah kangmas, lets by gone be by gone, kita sudah sama-sama tua mari kita nikmati hari-hari tua ini dengan kebaikan yang tulus." tutur Dewi Krepini lirih. Tak terasa air bening mengalir dari kedua bola matanya yang sudah mulai digores keriput.
"Memang diajeng, kita sudah sama-sama keriput, seharusnya kita sudah harus menyingkir dari kenikmatan duniawi yang semu ini. Tapi semua tidak tahu maksud baikku. Segala didikanku pada Kurawa dan Pandawa sering diartikan lain. Ketahuilah diajeng, namaku sering jadi cibiran. Dorna seakan jadi nama paten sebagai LAMBANG KECURANGAN, JAHAT,SUKA MENGHASUT, BERMUKA GANDA, dan semua sifat buruk melekat kepadaku."
Suasana hening.
Sunyi
Sepi.
Hanya desah angin.
Gesekan daun-daun cemara.
Seakan ikut terharu.
Mendengar nada irama Dorna yang memelas itu, namun Dorna berkata dengan kesungguhan hati, tanpa topeng!
"Tidakkah kangmas ini punya setitik kebenaran? Mereka semua hanya membebek pada PAKEM! Iya kan diajeng? Iya kan?" ujar Dorna sambil memegang pundak Dewi Krepini, seakan meminta untuk membenarkan ucapannya.
Memang, SUTRADALANG yang faham ilmu KASUNYATAN berpendapat, Dorna adalah tokoh, guru berkualitas, cerdas dan bijaksana. Ia sudah MUNGKUR, terhindar dari berbagai nafsu duniawi, dan sifat ini bisa ditafsirkan lewat bentuk fisiknya.
Tangan yang berada di depan CACAT, tangan kiri itu berarti, LAKU NGIWANE telah diikat, dihindari, dikendalikan. Bandingkan dengan tokoh raksasa yang tangan depannya (kiri) selalu aktif, artinya tindakannya selau negatif.
Serta mata, hidung, dan tubuh yang cacat lainnya, berarti Dorna telah menyingkirkan nafsu ALUAMAH, AMARAH, dan SUPIAH. Maknanya, urusan duniawi telah dijauhi, ilmu kebatinannya tinggi dan kenikmatan panca indranya telah tertutup.
"Diajeng Krepini, mereka sering menuduhku bahwa semua kebaikanku kepada Pandawa hanya mengada-ada. Aku tak lebih hanya mau menipu! Kalau aku menipu, apakah Arjuna akan se-ahli itu, dia bisa jadi JUARA PANAHAN, siapa yang mengajari? BIMA mendapatkan AIR SAKTI PERWITASARI, siapa yang memberi petunjuk? Mereka juga menuduh aku suka mengadu domba. Benar kangmas menghendaki PERANG BARATAYUDHA segera terlaksana. Tujuanku bukan untuk bersorak menonton antara saudara baku hantam dan saling bunuh. Tidakkah lebih baik SUMBER ANGKARA musnah dari muka bumi ini? Salahkah kangmas diajeng?" panjang lebar Dorna mengungkapkan isi hatinya kepada bekas istrinya, yang dianggapnya bisa menerima dan mau mengerti UNEG-UNEGNYA, yang selama ini dipendam begitu lama.
Bila dikaji lebih jauh, semua tindakan Pendita Dorna mempunyai NIAT JUJUR. Namun, terkadang kita sulit membedakan antara KEJUJURAN dan KELICIKAN. Sepertinya dua kata itu hanya kosong dan tidak ada!
Demikianlah, segala sesuatunya itu jatuh pada KOSONG dan justru di dalam kekosongan inilah TERCIPTANYA ISI. Langkah pun takkan ada tanpa adanya kekosongan antara kedua kaki. Batin kita harus selalu KOSONG dan BEBAS dari setiap peristiwa yang terjadi. Lahir boleh mempunyai segalanya, namun batin harus tidak memiliki sesuatu apapun juga.
Bumi belum berbentuk dan kosong: gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. (Kejadian 1:2).
Villa Sokalima kembali hening.
SEKIAN
NB : Karya saya ini pernah di muat di harian Suara Merdeka Edisi MINGGU INI, Minggu ke III-April 1988 dengan mengalami sedikit perubahan.
Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
- Tante Paku's blog
- Login to post comments
- 3956 reads
@Tante Paku, Durno dan Semar
tante paku, tulisan yang indah. Menurut para ahli, Durno dan Semar adalah dua tokoh yang nggak ada di dalam kisa Baratayuda India. Itu khas Indonesia. Saya pernah menyelidiki Semar dan berakhir pada Sanghyang Ta ya alias Sanghyang nggak ada.
Anda mengingatkan saya pada keinginan untuk terus menyelidiki Durno dan Semar, menurut saya keduanya akan memimpin kita pada AGAMA asli orang Jawa.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Semar dan Yesus
Terima kasih hai hai, komentar anda menginspirasi saya untuk menulis fiksi tentang Semar dan Yesus.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
belajar suka ama pendeta durno
Tulisan yang sangat bagus tante, sampai Joli print ni, untuk bacaan di rumah ;)
Semar dan Yesus? wow..
Di kantor ada patung semar guede, sekitar 2 meter, depannya ada patung yesus abstrak gede juga juitar 1,5 meter. Dibuat oleh pematung terkenal dari lereng Gunung Merapi, Ismanto, sahabat kami, dia memberikan banyak patung, ada patung kepala budha kosong juga bagus untuk tempat lampu.
ketika orang tahu itu patung yesus dan berhadapan dengan semar banyak yang protes, tak tahu kenapa, mungkin karena semarnya lebih gede atau karena patung yesusnya yang abstrak, nggak tahu. Sekarang mereka sudah tidak bersama lagi, karena kayu penyangga semar lapuk sehingga berbahaya, maka semar dipindahkan.
Semar tokoh pewayangan yang saya suka. Durno seperti banyak pendeta, agak kurang suka dengan tokoh ini. Namun setelah membaca sisi lain dari pendeta Durno, mulai suka juga. Semoga Durno kali ini juga mengajar-ku tuk melihat sisi lain dari pendeta-pendeta durno untuk bisa memakluminya ;)
"Wayang lindur versi Kristen..."
Tulisan yang sangat bagus dan sangat saya sukai....Joss gandos buat TP
Membaca tulisan diatas mengingatkan saya dengan gaya tulisan seniman Ki Sujiwo Tejo yang di muat di harian Jawa Pos dengan tajuk "Wayang Lindur" atau "Wayang Durangpo" yang memuat banyak pesan.
Dituturkan melalui cerita tokoh-tokoh pewayangan Mahabarata atau Ramayana namun tdk mengikuti lazimnya pakem dlm pewayangan.Cerita dibumbui dan disesuaikan dengan isu-isu hangat yg terjadi di negeri ini.
Tapi tulisan TP ini sangat bagus karena memasukan pesan-pesan kehidupan kekristenan dalam cerita ini di tambah ayat-ayat Alkitab sebagai acuan.
Saya yang notabene suka cerita2 pewayangan jawa, gending-gending dan campur sari (meski juga penikmat music R&B hehehee....) sangat antusias membacanya sampai ga terasa cerita sdh berakhir (tanda suka).
Buat TP ditunggu tulisan berikutnya.....
Bravo deh buat Tante Paku
Gusti mberkahi
Berkah Dalem.
Terima kasih atas apresiasi anda saudara Kaswan.
Saya memang menyukai dan menikmati apa yang anda sukai itu.
Bravo juga buat bung Kaswan di lautan sana.
Berkah Dalem.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat