Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Obesitas Bukan Penyakit
Beberapa waktu yang lalu saya membaca suatu artikel di internet yang menjelaskan tentang semakin banyaknya penderita obesitas di Indonesia. Pada tahun 2007 diperkirakan 18% anak muda menderita obesitas dan 25% pada orang dewasa. Hal ini sangat memprihatinkan melihat bahwa tiap tahunnya penderita obesitas terus bertambah.
Bagi saya pribadi, obesitas bukanlah suatu penyakit. Kenapa demikian?! karena saya merasa bahwa obesitas merupakan suatu pilihan. Setiap orang berhak memilih kemana ia akan melangkah, demikian pula dengan obesitas, setiap orang berhak memilih apakah dirinya mau menderita obesitas atau tidak. Setiap orang yang menderita obesitas dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang yang memilih untuk membiarkan mulut sembarangan menikmati segala jenis makanan. Mereka adalah orang-orang yang tidak memilih untuk bersenang-senang dahulu dan berakhir kemudian. Kenapa saya katakan berakhir?! karena penderita obesitas akan kehilangan banyak kesempatan untuk berkarya dalam hidupnya. Bayangkan saja banyak penderita obesitas dapat sewaktu-waktu terserang berbagai penyakit seperti stroke, serangan jantung, diabetes, gagal jantung, kanker, dan beberapa penyakit mengerikan lainnya. Anehnya masih banyak orang yang tidak memikirkan akibat dari obesitas tersebut.
Mungkin ada beberapa golongan penderita obesitas tersebut yang tahu akan akibatnya tetapi tidak segera berubah untuk menjadi lebih sehat. Golongan orang-orang demikian saya sebut golongan orang-orang bodoh! Anda mengorbankan hidup anda, keluarga anda(anak-anak, suami/istri, orang tua, saudara), dan orang-orang yang anda sayangi hanya demi makanan? Saya pikir tidak berlebihan apabila saya katakan bahwa golongan tersebut adalah golongan orang-orang bodoh. Bahkan beberapa binatangpun lebih mencintai anak-anaknya daripada golongan demikian. Anda dapat berkata bahwa seseorang yang menggantung dirinya sendiri (bunuh diri) merupakan orang yang berdosa, sedangkan orang-orang yang makan terlalu banyak dan merokok yang membunuh dirinya dalam kurun waktu 30 tahun kedepan bukan merupakan dosa?
-Bertanggung jawablah terhadap pilihan-pilihan anda. Anda yang membuatnya. Hiduplah bersama pilihan-pilihan anda atau matilah dengan pilihan-pilihan anda, tetapi ketahuilah itu semua adalah pilihan anda-
- joeniarto89's blog
- Login to post comments
- 4698 reads
Nature vs Nurture
Ini adalah salah satu contoh kasus nature vs nuture. Saya punya beberapa teman yang mau makan seberapa banyak pun tetap kurus, tapi ada juga sebaliknya mau makan diatur tetep nambah berat badannya.
Dalam banyak kasus juga seperti itu, misalnya soal kepintaran. Ada yang cepet nangkep di bidang pelajaran tertentu, ada yang gak cepet nangkep di bidang yang sama. Pilihan? Bisa jadi iya, bisa jadi bukan.
makan diatur tetap menambah
makan diatur tetap menambah berat badan?!
saya rasa belum diatur dengan baik itu :)
kalo makannya makanan yg berlemak, dsb yg penting enal, ya jelas bisa berbahaya dan menambah berat badan.
segala sesuatu yang diatur dengan baik hasilnya juga baik koq :)
Hidup selalu penuh dengan pilihan, sekarang seandainya seseorang tidak cepet nangkep, apakah ia mau memilih untuk melakukan lebih (belajar lebih giat) atau pasrah dengan keadaannya yg memang lambat?! Pilihan selalu ditangan kita :)
btw terima kasih commentnya
GBU
Pilihan vs Faktor non-pilihan
Betul, kalo dilihat secara cepat, hidup adalah serba pilihan. Tapi ... coba renungkan sejenak.
Apakah kita memilih dilahirkan?
Apakah kita memilih menjadi orang Indonesia?
Apakah kita memilih memiliki gender laki2 atau wanita?
Apakah kita memilih orang tua biologis yang kita mau?
Apakah kita memilih jika kita ada cacat atau penyakit bawaan?
Apakah kita memilih bahwa kita senang warna2 tertentu, atau jenis2 musik tertentu?
Ternyata ada banyak hal di hidup kita yang bukan pilihan kita. Dan salah satunya adalah faktor genetis mengenai masalah obesitas.
Makanya saya bilang, ada orang yang makan porsinya seberapa aja, tetap kurus. Ada orang2 yang makan sedikit lebih banyak, langsung terbuang di berat badan.
Ada orang yang baca buku 1 jam, bisa menguasai 10 bab dalam 1 buku. Ada orang yang mesti baca 3 jam, baru menguasai jumlah bab yang sama dalam buku yang sama.
Buat saya yang ortu saya jago berenang dan saya sudah dijorokin ke kolam renang dari sejak umur 10 bulan, buat saya gampang untuk berenang dan loncat ke kolam renang dan pake gaya apa saja. Tapi buat orang yang tidak bisa berenang, orang tuanya bukan perenang, dan seumur hidupnya ke kolam renang cuma 2-3 kali, berenang pake gaya bebas tanpa berhenti sepanjang 100 m mungkin perjuangan yang paling berat seumur hidup dia.
Ngomong2, anda benar, balik lagi kepada pilihan. Tetapi mengingat bahwa ada faktor2 lain selain pilihan, menurut saya kalimat anda ini patut dipertanyakan kembali:
Mungkin ada beberapa golongan penderita obesitas tersebut yang tahu akan akibatnya tetapi tidak segera berubah untuk menjadi lebih sehat. Golongan orang-orang demikian saya sebut golongan orang-orang bodoh!
Pilihan bukan lagi faktor 100 % dalam menentukan tindakan atau perilaku atau sifat atau karakter atau bentuk fisik seseorang. Saya sendiri gak tau tepatnya berapa persen, bisa jadi cuma 10 %, atau 50 %, atau 70 %. Yang pasti bukan 100 % karena adanya faktor2 non pilihan yang turut berperan di dalamnya.
@joeniarto: permisi
Kalo boleh tau artikel yang lo baca itu menulis tentang penyebab obesitas gak?
Di bawah ini salah 1 link dari sekian banyak link yang sedikit menjelaskan tentang penyebab obesitas. Silahkan dibaca-baca kalo ada waktu senggang.
Seperti halnya beberapa penyakit, kelainan atau kelemahan tubuh yang bisa bersifat menurun (genetis), obesitas pun begitu karena gak cuma disebabkan karena orang gak bisa mengendalikan nafsu makan atau 'memilih' untuk menuruti nafsu atau apalah. Umur, jenis kelamin, lingkungan, stres dan lifestyle juga bisa menyebabkan orang menderita obesitas.
Gw punya seorang teman cewe yang menderita kelainan ini. Dia mencoba makan cuma roti atau biskuit sebagai pengganti makan pagi/siang/malam dan akhirnya kena maag parah. Yang lebih parah timbangannya malah makin naik, bukannya turun.
Gw sih bukan dokter tapi yah gw rasa seh stres karena ngeliatin timbangan gak turun-turun mungkin jadi salah 1 faktor yang justru bikin obes-nya tambah parah. Apalagi ditambah dengan persepsi dan perlakuan masyarakat terhadap para penderita obes. Yah gitulah..
Klik saya
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi
obesitas bukan penyakit, tetapi kelainan
bukan penyakit, tapi kelainan.
Seperti yang dikatakan PB, itu masuk dalam kelainan genetik. Mau bagaimanapun, yang kurus akan tetap kurus dan gemuk tetap gemuk. Bagi yang "tetap akan gemuk" ya nggak bisa apa apa selain memperlambat prosesnya.
Makan sangat teratur juga dapat gemuk lho.
pilihan ? siapapun nggak ada yang milih gemuk apalagi obesitas to yaa.. Pilihan untuk punya pola hidup jelek? kembali, itu masalah gen dan hormon.
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-
Thank you semuanya :)
wah terima kasih komentarnya :)
@PlainBread: memang ada beberapa hal yang kita tidak bisa memilih, seperti ortu, negara kita dilahirkan, dsb. Tetapi yang saya maksud disini jangan ditelan mentah2 :) Saya setuju dengan saudara plain bahwa faktor genetik memang menjadi faktor. Saya dulu juga sering berdalih alasan faktor genetik saya yg kurus dan tidak bisa gemuk. Tetapi seiiring berjalannya waktu saya belajar banyak dari testimoni orang2 dari dalam dan luar negeri baik org genetik gampang gemuk dan kurus (bbrp dr mereka sudah konsultasi ke dokter) bahwa faktor genetik memang menjadi masalah tapi bukan berarti genetik menjadi alasan kita untuk tidak bisa berubah. Saya yang dulunya kurus kering, sekarang berolahraga, minum vitamin, makan teratur dan bergizi, tidur teratur dsb hingga saya bisa mendapatkan tubuh yang bugar dan sehat. Berat saya naik banyak sekali. Demikian juga dengan teman saya yang sudah menderita obesitas sejak SD, setelah sekian lama tidak bertemu dia sekarang sudah kurus dan sehat, bahkan saat saya tanya ttg kesehatannya, dia menyatakan bahwa dia sudah sehat total berkat mengubah gaya hidup. Dan perubahan itu dia bilang tidak mudah, khususnya bt penderita obesitas karena pengaturan pola makan bagi penderita obesitas merupakan hal yang paling sulit :)
@hannah: setuju sekali saudara hannah, saya sudah liat dari artikel dokter memang, termasuk sebab akibatnya, dan punya teman yang menderita obesitas dan sembuh saat ini. Dan beberapa testimoni di internet dan buku menjelaskan kesembuhan dari obesitas dikarenakan perubahan gaya hidup. Mungkin lebih detailnya konsultasi ke dokter, krn teman saya juga konsultasi ke dokter dan sekarang sehat bahkan tubuhnya sekarang cukup ideal dan bugar :)
@raissa: Selalu ada cara koq. Saya dulunya juga kurus banget, skr merubah pola gaya hidup dan sekarang punya tubuh ideal dan sehat :) Banyak orang selalu bilang gen saya, tetapi setiap ada kemauan disitu ada jalan. Bisa dibaca comment saya diatas utk saudara plainbread. Itu kisah hidup saya dan teman saya. Masih ada banyak orang yang sudah menang akan "genetik". Jadi sekarang saya tidak mau alasan lagi soal genetik, karena saya sudah membuktikan bahwa faktor utama bukan genetik, meskipun genetik cukup memberikan pengaruh :)
terima kasih semuanya......saya dapat banyak pelajaran berharga neh :)
@hannah
btw hannah, itu artikel yang saya juga sudah baca sebelumnya. Semua menceritakan tentang habis (kebiasaan). Bahkan untuk umur pun bisa kalo ada kemauan. Faktor psikologi dsb itu tetap membuat kita terbiasa makan sembarangan. Semuanya tetap menuju pada kebiasaan :)
@Joen Lubang Pantat dan Habisnya Bahan Bakar
Joeniarto; Dan perubahan itu dia bilang TIDAK MUDAH, khususnya bt penderita obesitas karena pengaturan pola makan bagi penderita obesitas merupakan hal yang paling sulit :)
PB: Betul, kata kuncinya adalah "tidak mudah". Saya sendiri gak bilang bahwa faktor non-pilihan (non genetis, misalnya) bisa atau harus dijadikan alasan untuk tidak berubah, untuk tidak hidup sehat. Tapi karena adanya faktor2 non-pilihan, akhirnya menjadikan kemudahan untuk berubah atau memilih menjadi berbeda2 kadar kesukarannya bagi masing2 orang.
Blog saya berikutnya berjudul "Lubang Pantat dan Habisnya Bahan Bakar", yang menyajikan bagaimana faktor2 non-pilihan bisa menjadi faktor dominan dalam perilaku dan kehidupan banyak orang. Saya undang anda membacanya -saya akan posting dalam beberapa hari ke depan- Terima kasih joen komennya.
@Plain
iya makasih bung plain bt komen-nya
nanti saya mampir ke blog nya bung plain :)
GBU