Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
"Mboh"
Hari ini makan "sambal goreng jepan" dan tahu bulat :) Sembari menikmati dua menu makan siang itu, aku berbincang dengan rekan sekerjaku. Awalnya tentang dia menemani temannya ke gereja sampai dia bertanya kepadaku tentang kondisi ekonomi keluarga anak-anak sekolah mingguku.
Aku bilang bahwa kondisi ekonomi keluarga anak-anak sekolah mingguku baik-baik saja. Rata-rata mereka berasal dari keluarga yang cukupan. Tidak kaya-kaya juga, tapi cukuplah dan tidak bisa dikatakan miskin. Dia lantas bercerita bahwa kemarin dia berkunjung ke rumah-rumah anak-anak SM-nya dan mendapati fakta bahwa anak-anak itu berasal dari keluarga yang tidak mampu. Dilihat dari tampilan rumah mereka dan sebagainya. Meskipun demikian, anak-anak itu tidak kelihatan terlalu miskin saat mereka berada di sekolah minggu.
Aku langsung menyambung bahwa, mungkin karena mereka ikut salah satu kegiatan sosial dari sebuah yayasan yang mengatur sponsor untuk anak-anak yang membutuhkan. Temanku bilang, bahwa beberapa dari mereka memang ikut kegiatan itu. Hanya saja, ada juga anak-anak yang meski sudah ditawari berkali-kali untuk ikut kegiatan itu, tapi mereka tidak mau. Meski mereka butuh, tapi mereka tidak mau.
Aku teringat lagi dengan seorang kenalan. Dia memiliki gelar tertinggi dalam tingkatan sarjana. Rumahnya besar, pagarnya rumah cantik dan megah, ada kendaraan, bekerja sebagai pengajar tingkat tinggi di sebuah sekolah teologi, dan istrinya pun bekerja. Dan, yang membuat geregetan, kedua anaknya masuk dalam daftar anak yang dibantu dalam salah satu kegiatan sosial untuk anak-anak yang tidak mampu.
Geregetan! Geregetan!
Sudah berulang kali ditegur, disindir, dan "dikhotbahi" tapi, kesannya adalah "I don't care" ... anjing menggonggong, kafilah berlalu. Mereka menganggap sudah mengisi form pendaftaran, dan sudah diseleksi. Jika anaknya lolos "verifikasi" itu berarti memang tidak ada masalah apa-apa.
Obrolan kami mengalir terus dan isinya adalah unek-unekku tentang orang tua itu dan orang tua lainnya yang tahu benar bahwa mereka tidak pantas dan tidak harus menerima bantuan itu. Mengapa harus mengisi form itu, mengapa harus senang ketika bantuan datang dan membelikan anak-anaknya keperluan sekolah yang didanai dari bantuan yayasan itu. Apakah tidak pernah menonto televisi? Banyak anak tidak bisa sekolah, mungkin karena dana untuk mereka sudah diambil oleh anak-anak yang seharusnya bisa dibiayai orang tuanya.
OMG!
Dari pihak pengurus lokal yayasan itu sendiri pun, mereka tidak peduli. Setelah temanku cerita, ternyata mereka memang punya target tertentu berapa anak yang harus dimasukkan dalam daftar anak yang dibantu. Tapi, apakah hal itu membuat mereka menutup mata atau memilih secara acak anak-anak yang bisa dibantu? Atau ada unsur, "kalau perlu keluargaku dulu yang masuk daftar."
Posisi koordinator pelayanan anak asuh itu pun kerap kali jadi rebutan. Gaji dan fasilitas yang ditawarkan oleh pengurus pusat yayasan cukup menggiurkan mereka yang punya motivasi melayani untuk dapat mencukupi hidup. Sudah banyak yang jadi korban "jegal menjegal" ini. Ini yang baru aku tahu ceritanya. Belum lagi yang aku tidak tahu.
OMG!
Apakah sudah mengabaikan suara hati nurani? Apakah sudah tidak ada rasa takut? Atau memang tidak ada penyertaan Tuhan di situ? Atau pelayanan itu hanya kesibukan belaka? Untuk capai target? Untuk bikin sponsor senang?
Ah, "mboh" lah ....
- Love's blog
- Login to post comments
- 4011 reads
Love.... ?????!!!!
Aku teringat lagi dengan seorang kenalan. Dia memiliki gelar tertinggi dalam tingkatan sarjana. Rumahnya besar, pagarnya rumah cantik dan megah, ada kendaraan, bekerja sebagai pengajar tingkat tinggi di sebuah sekolah teologi, dan istrinya pun bekerja. Dan, yang membuat geregetan, kedua anaknya masuk dalam daftar anak yang dibantu dalam salah satu kegiatan sosial untuk anak-anak yang tidak mampu.
Teringat cerita satu orang teman 'tua'
Suatu hari seorang perempuan memakai daster kusut dan kucel datang memohon beasiswa di suatu sekolah. Dengan terbata-bata dan wajah memelas, wanita itu memohon belas kasihan pengurus yayasan Kristen itu untuk memberikan beasiswa bagi anaknya, dengan alasan kekurangan keuangan dan kesulitan ekonomi. Akhirnya permohonan itu dipenuhi.
Ketika wanita itu melangkah pulang, sang pengurus yayasan memperhatikan langkah wanita yang sedang menjauh itu.
Tiba-tiba... di kejauhan dia mengucek-ngucek matanya seolah tidak percaya...
wanita itu masuk di sebuah mobil mewah, menutup pintunya dan berlalu
..............?????!!!
mari gila bersama-sama dengan warna merah, kuning, hijau, dan biru..
Met kenal X-1 ...
Pengurus yayasan yang malang .... ketulusan hatinya dimanfaatkan oleh orang kaya yang egois.
Tapi banyak juga pengurus yayasan yang tidak tertipu tapi menipu diri sendiri. Yang penting ada daftar anak yang dilaporkan kepada para donatur .... :(
Met kenal X-1 ...