Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Mujizat apa Mujizat?
Sekarang ini begitu gampangnya orang-orang ngomong tentang mujizat. Mujizat (atau menyebut dan membicarakan tentangnya) menjadi trend sekarang ini. Sedikit-sedikit mujizat; sedikit-sedikit mujizat (padahal, yang memang benar-benar mujizat itu, nyatanya sangatlah sedikit yang terjadi!). Sendal jepit yang sudah lama nggak kelihatan, tau-taunya 'nongol' tepat saat sedang dibutuhkan, itu katanya mujizat. Sembuh dari sakit (padahal mengkonsumsi obat juga atau mendapat dorongan/motivasi dari kata-kata sugesti yang tertentu), juga buru-buru di-klaim sebagai mujizat. Saya cuma mau kasih peringatan begini: Kalau yang namanya mujizat itu sudah "digembar-gemborkan" atau sudah "diobral" dengan sedemikian rupa, apakah yang kita sebut sebagai mujizat itu nantinya masih bermakna?!
Jadi, saya tidaklah anti terhadap mujizat. Dengan mengatakan hal yang di atas itu tadi, saya justru memposiskan diri saya sebagai seorang pembela untuk mujizat. Nah, sebagai seorang pembela yang baik dan benar untuk mujizat saya (dan setiap orang yang juga rindu atau mengaku sebagai pembela mujizat) akan selalu:
- Menolak atau melawan setiap usaha-usaha atau upaya-upaya yang berlebih-lebihan dan yang membabi-buta untuk menyebut atau meng-klaim hal ini dan hal itu, secara terburu-buru dan sembarangan saja, sebagai mujizat. (Sebab, upaya-upaya yang seperti itu hanyalah akan menjadi suatu promosi yang buruk untuk mujizat itu sendiri nantinya!).
- Mengenali mujizat dan memahami konsep mengenai mujizat itu dengan tepat dan akurat. Hal ini sangatlah penting, sebab dengan demikian kita tidak saja dapat dengan mantap meng-counter orang-orang yang sepertinya anti terhadap mujizat, tetapi juga supaya kita pun bisa dengan jeli memilah atau memisahkan mujizat yang sesungguhnya dari hal-hal yang hanyalah kelihatannya saja seperti suatu mujizat.
Karena itu, marilah kita sekarang sejenak memperhatikan mengenai apakah sebenarnya mujizat itu, yaitu dalam rangka "mengenali mujizat dan memahami konsep mengenai mujizat itu dengan akurat".
Pada umumnya, orang-orang yang sangat antusias dalam membicarakan mengenai mujizat itu sekarang ini tidak memulainya dengan mencari tahu terlebih dahulu mengenai: Apa sesungguhnya mujizat itu? Mereka itu secara langsung saja mengatakan bahwa mujizat telah terjadi di sini, mujizat telah terjadi di sana. Sehingga, seolah-olah hanya dengan menyebut suatu hal itu sebagai mujizat, maka hal itu memang sudah benar-benar menjadi mujizat. Karena itu, sebagai para pembela mujizat yang benar, kita harus menjadi jelas dan mantap dulu mengenai hal yang satu ini, yaitu: Apa sebenarnya mujizat itu? Untuk menjelaskan hal itu, di sini saya sengaja tidak mengutip definisi-definisi yang dibuat di buku-buku. Karena, menurut pengamatan saya selama ini, cara seperti itu justru semakin mengaburkan dari pada menjelaskan permasalahannya (sebab buku itu bisa dijawab dengan buku juga dan kamus itu pun bisa dijawab dengan kamus yang lainnya pula). Karena itu, di sini saya hanya akan mengacu kepada pemahaman yang umum dan wajar saja terhadap hal itu. Sebagai orang beragama, kata mujizat bagi kita berarti suatu hal atau peristiwa yang hanya bisa terjadi dengan campur tangan dari kuasa yang supranatural.
Sekarang, pertanyaannya begini: Apakah setiap hal atau peristiwa yang "ajaib" bagi kita atau yang tidak/belum bisa kita jelaskan secara masuk akal sekarang ini adalah atau harus kita sebut sebagai telah terjadi dengan (campur tangan dari) kuasa yang supranatural? Kita seharusnya menjawabnya dengan "tidak". Sebab, begitu banyaknya hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang dulu kita atau orang-orang anggap sebagai "keajaiban" atau "tidak mungkin dilakukan oleh manusia" atau "hanya Allah yang bisa melakukannya", ternyata akhirnya diketahui bahwa semuanya itu tidaklah seajaib yang dikira oleh orang-orang sebelumnya. Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini, telah "membatalkan" amat sangat banyak hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang dipercayai orang-orang pada zaman dahulu sebagai "mujizat". Hal itu seharusnya menjadi pelajaran yang amat berharga dan juga suatu peringatan yang keras bagi kita semua sekarang ini, yaitu agar kita sekarang ini tidak dengan cepat sekali atau secara gegabah menyebut suatu hal atau peristiwa yang tertentu itu sebagai mujizat.
Perlu juga saya tambahkan di sini bahwa dengan menjadi sangat cenderung menyebut suatu hal atau peristiwa itu sebagai mujizat, hal itu sama sekali bukanlah tindakan yang memuliakan Allah (apa lagi, menyenagkan Allah!). Sebab, jika ternyata Allah tidak melakukan hal atau peristiwa tersebut, tetapi kita mengatakan bahwa Allah melakukannya, berarti: 1) Kita sedang atau telah melakukan sesuatu yang bodoh, atau 2) Kita sedang atau telah melakukan suatu kebohongan (dusta). Dan, satu hal lagi, dengan menjadi sangat cenderung atau sedemikian mudah/gampangnya kita mempercayai suatu hal atau peristiwa itu sebagai mujizat, hal itu bukanlah menunjukkaan (atau menjadikan) kita sebagai orang -orang yang beriman atau memiliki iman yang besar. Tetapi, sesungguhnyalah hal atau kecenderungan yang demikian itu hanya menjadikan kita sebagai orang-orang yang "gegabah dalam beriman". Sebab, menjadi "terlalu mudah percaya" sama sekali bukanlah iman, hal itu hanyalah keluguan (yang cenderung pada kebodohan dan, karenanya, sangat rentan untuk jatuh ke dalam penipuan!).
Kembali kepada pertanyaan tadi (apakah mujizat itu?). Untuk menjadi mujizat, suatu hal atau peristiwa itu haruslah terjadi dengan campur tangan dari kuasa yang supranatural. Apakah ukuran atau patokannya untuk itu? Apakah, misalnya, karena hal atau peristiwa itu terjadi di antara orang-orang Kristen, yang juga selama ini diketahui bahwa mereka itu memang sangat setia beribadah dan menjalani kehidupan yang saleh? Atau, karena di dalamnya melibatkan seorang tertentu yang selama ini sudah dikenal sebagai seorang yang mendapat karunia mengadakan mujizat? Atau lagi, karena sebelumnya yang dilakukan adalah hanya dengan "mengikuti" sebagaimana yang dikatakan di dalam Alkitab saja (mis: Yak 5:14, Mrk 16:17-18)? Jelaslah, bahwa hal-hal yang bersifat sangat subyektif itu, bukanlah yang dimaksud sebagai ukuran atau patokan yang dimaksudkan itu tadi. Jadi, apakah yang menjadi patokannya? Memang, harus diakui bahwa tidak mungkinlah untuk menjawab soal ini secara tuntas (terlebih lagi di dalam tulisan yang sesingkat ini). Tetapi, ada satu hal yang bisa kita jadikan sebagai sebuah "pengangan yang aman" di dalam "kawasan" yang "berkabut" ini, yaitu: Terimalah suatu hal atau peristiwa itu sebagai mujizat hanya kalau hal atau peristiwa yang terjadi itu sama sekali tidak mungkin untuk dilakukan oleh manusia. Itu berarti, kalau hal atau peristiwa yang tertentu itu masih mungkin dilakukan (dan direkayasa) oleh manusia, kita tidak boleh menerimanya sebagai mujizat.
Dalam hal ini perlu juga untuk mempertimbangkan kekuatan jiwa manusia itu. Banyak sekali orang yang tidak menyadari (dan tidak mau tahu) mengenai hal ini, sehingga hal-hal yang hanyalah merupakan hasil dari kekuatan jiwa manusia ditangkap atau disebut sebagai manifestasi dari kuasa yang supranatural. Sebutlah, sebagai contoh, Ponari, sang "dukun cilik" yang pernah menghebohkan itu. Kalau Anda tanya kepada saya, "Apakah memang ada orann yang disembuhkan ketika datang dan minum air yang dicelupin dengan 'batu sakti' dari Ponari itu?" Pastilah ada yang sembuh. Sebab, kalau tidak, maka tidak mungkinlah ribuan orang mau datang dan berdesak-desakan ke sana. Tetapi, apakah ada kuasa supranatural yang terlibat di sana? Sama sekali tidak. Hal itu, secara tepatnya, haruslah diterangkan hanya sebagai terkumpulnya kekuatan jiwa dari orang-orang yang hadir di sana, dengan "batu sakti" (yang sebenarnya cuma batu biasa saja) itu sebagai titik temunya, sehingga menghasilkan daya sugesti (kata "sugesti" adalah kepunayaan dunia psikologi, bukan kepunyaan dunia mistis/mistik) yang cukup kuat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu yang diderita oleh orang-orang yang hadir di sana.
Perhatikanlah bahwa saya memberi penekanan pada frasa "penyakit-penyakit tertentu" di sana. Sangat penting untuk memperhatikan hal ini, sebab di sinilah kita bisa melihat dengan nyata perbedaan antara kekuatan jiwa dan kuasa supranatural itu. Kalau yang bekerja hanyalah kekuatan jiwa, maka kesembuhan yang terjadi terbatas hanya pada penyakit-penyakit tertentu saja, yaitu yang ada kaitannya dengan keadaan kejiwaan dari orang-orang yang bersangkutan. Penyakit-penyakit itu biasa dikenal sebagai penyakit yang bersifat "psiko-somatis" atau yang disebut dengan "penyakit fungsional" (yang dilawankan dengan "penyakit organis"). Hal itu, misalnya: Gangguan lambung/maag, kelumpuhan atau kebutaan yang terjadi karena mengalami stress. Tetapi, tidak akan pernah terjadi ,dengan kekuatan jiwa itu, orang yang sudah lumpuh dari sejak lahirnya kemudian bisa berjalan atau orang yang sudah buta sejak lahirnya bisa melihat. Nah, justru hal-hal yang tidak mungkin dilakukan dengan kekuatan jiwa itulah yang merupakan hasil yang khas dari pekerjaan kuasa yang supranatural.
Terus terang, saya sendiri, sebenarnya, sejak terlibat dalam pelayan Kristen sekitar 20 tahun yang lalu, berada di lingkungan gereja dan yayasan yang beraliran Pentakosta-Kharismatik (bahkan, selama sekitar 10 tahun saya menjadi pendeta yang menggembalakan jemaat di bawah sinode gereja Kharismatik yang terbesar di negeri ini). Tetapi, saya harus mengatakan di sini bahwa, dari apa yang saya amati selama ini di dalam kebaktian-kebaktian dan dari acara-acara yang lainnya (termasuk, tentunya, KKR-KKR yang besar maupu kecil) mengenai hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang di-klaim atau disaksikan sebagai mujizat, sesungguhnya hanyalah masih berada di dalam kategori yang saya sebut di atas tadi sebagai hasi dari pekerjaan "kekuatan jiwa" belaka. Sebab, dari semua laporan atau kesaksian-kesaksian mengenai mujizat itu (yang bisa diverifikasi), tak satu pun saya dapati (khususnya dalam soal kesembuhan) yang menyangkut kesembuhan dari penyakit yang "organis". (Mungkin perlu dijadikan sebagai catatan: Kalau soal bikin orang tumbang-tumbang [atau "rebah dalam Roh"], "kesembuhan batin", dan "mengusir roh-roh jahat", bagi lumayan banyak orang Kristen di Medan, saya sempat menjadi gurunya. Tetapi, sang guru itu kini sudah "insaf", bahwa semuanya itu hanyalah bekerja secara kejiwaan belaka!).
Sebenarnya, masih ada banyak hal lagi yang ingin saya ungkapkan di sini, sebab mengenai soal mujizat ini saya memang memiliki ketertarikan yang sangat kuat terhadapnya. Dan, memang, jika terdapat kekeliruan-kekeliruan (di dalam konsep/pandangan) mengenai mujizat, maka sebaiknya orang-orang yang berasal dari latar-belakang Pentakosta-Kharismatiklah yang mengungkapkannya. Sebab, akan lebih enak (tidak terlalu menyakitkan/memalukan) kalau yang mengemukakannya (kekeliruan-kekeliruan itu ) adalah "orang kita sendiri". Dan lagi, "orang luar tahu apa mengenai bagaimana sesungguhnya cara kami dalam melihat permasalahan ini?!" Tetapi, sudahlah, sampai di sini sajalah dulu, soalnya nanti artikel ini jadi terlalu panjang, sehingga esensinya akan sukar untuk ditangkap. Mungkin, sebaiknya topik ini dibuat menjadi artikel berseri saja, sehingga hal-hal penting lainnya mengenai topik ini bisa dilanjutkan lagi nantinya. Atau, apakah pilihannya ialah kita masuk ke dalam diskusi saja? Saya sih, ok ok saja!
(Sekedar untuk infomasi: Sekitar setahun lalu saya telah menulis dan menerbitkan sebuah buku berjudul: "Rumah Tuhan menjadi Sarang Penyamun", dan baru-baru ini saya juga sudah merampungkan penulisan sebuah buku lain, yang saya beri judul: "Ibadah yang Murni" [sedang dicari penerbit yang cocok). Untuk buku yang ketiga saya akan menulis mengenai tema yang sudah cukup lama saya kepingin menulisnya, yaitu yang akan saya beri judul: "Mujizat apa Mujizat?" Dengan sub judulnya: "Menyingkap Topeng Supranatural dari Para Penginjil Kesembuhan dan para Dukun")
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
- Julius Tarigan's blog
- Login to post comments
- 7434 reads
@Julius sugestion buat judul..
Mukjizat percaya mukjizat atau Tuhannya mukjizat..
Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.
saya kutip ya lagu mukjizat
saya kutip ya lagu mukjizat setiap hari + mukjizat itu nyata
MUJIZAT SETIAP HARI
By : Jonathan Prawira
Tiada berubah
Kuasa namaMu
Tiada berkesudahan, kasih setiaMu
Pabila Tuhan sudah berfirman
Maka ......
Semuanya jadi
Reff :
Selama kumenyembahMU
Kupercaya !!
Bahwa Mujizat masih terjadi
Selama Kau besertaku
Kumelihat
Ada mujizat setiap hari
---
Tak terbatas kuasaMu Tuhan
Semua dapat Kaulakukan
Apa yang kelihatan mustahil bagiku, itu sangat mungkin bagiMu (2x)
Reff:
disaat ku tak berdaya
kuasaMu yang sempurna
ketika kupercaya mukjizat itu nyata
bukan karena kekuatan
namun RohMu ya Tuhan
ketika kuberdoa mukjizat itu nyata
Tak terbatas kuasaMu Tuhan
Semua dapat Kaulakukan
Apa yang kelihatan mustahil bagiku, itu sangat mungkin bagiMu
back to Reff 2x
mukjizat itu dekat dimulutku
dan ku hidup oleh percaya ....
back to Reff
ketika kuberdoa mukjizat itu nyata (2x)
lagu itu salah satu yg menguatkan iman percaya saya, bhw mukjizat itu slalu terjadi setiap waktu....scr sederhana kl sy masih bs bernafas itu suatu mukjizat, bs bangun pagi, dll....sekali lg itu adlh iman percaya pribadi saya lohh...kl rekans yg laen mengaggap itu bukan ya itulah masing iman percaya orang...heeee...eee.. bebas2 aja koq
EVERY DAY IS MIRACLE DAY
EVERY DAY IS MIRACLE DAY
Lagu ngawur
Lagu ini memang enak didengar tapi ngawur. Kenapa? Lagu ini mencampuradukkan konsep anugrah, pertolongan Tuhan dan mujizat. Tuhan memang senantiasa melimpahkan anugrahNya setiap hari tapi itu bukan mujizat. Tuhan sering kali menolong kita pada saat kita berdoa tapi itu bukan mujizat. Mujizat dalam bahasa aslinya adalah tanda/monumen/bukti. Mengalami anugrah Tuhan bukanlah mujizat. Mengalami pertolongan itu bukan mujizat.
Lalu apa itu mujizat?
Kejadian 4:1-9
(1) Lalu sahut Musa: "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?"
(2) TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat."
(3) Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah." Dan ketika dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi ular, sehingga Musa lari meninggalkannya.
(4) Tetapi firman TUHAN kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu dan peganglah ekornya" --Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu, lalu menjadi tongkat di tangannya
(5) --"supaya mereka percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang mereka, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan diri kepadamu."
(6) Lagi firman TUHAN kepadanya: "Masukkanlah tanganmu ke dalam bajumu." Dimasukkannya tangannya ke dalam bajunya, dan setelah ditariknya ke luar, maka tangannya kena kusta, putih seperti salju.
(7) Sesudah itu firman-Nya: "Masukkanlah tanganmu kembali ke dalam bajumu." Musa memasukkan tangannya kembali ke dalam bajunya dan setelah ditariknya ke luar, maka tangan itu pulih kembali seperti seluruh badannya.
(8) "Jika mereka tidak percaya kepadamu dan tidak mengindahkan tanda mujizat yang pertama, maka mereka akan percaya kepada tanda mujizat yang kedua.
(9) Dan jika mereka tidak juga percaya kepada kedua tanda mujizat ini dan tidak mendengarkan perkataanmu, maka engkau harus mengambil air dari sungai Nil dan harus kaucurahkan di tanah yang kering, lalu air yang kauambil itu akan menjadi darah di tanah yang kering itu."
Mujizat adalah peristiwa supernatural yang diberikan Tuhan kepada seseorang sebagai tanda bahwa Tuhan mengutus orang tersebut. Mujizat yang sejati sesungguhnya sangat jarang terjadi. Tuhan itu nggak obral mujizat.
Terima kasih Buat Samuel Franklyn
Buat Samuel Franklyn
Salam kenal, ya bro!
Thanks so much ya bro, atas perhatian dan juga tambahan banyak masukan keterangan dan ayat-ayat Alkitab tentang mujizat dalam komentarnya.
Kalau gak keberatan, aku anggap aja apa yang sudah bro buat di dalam komentar itu sebagai tambahan informasi dari bro Samuel Franklyn untuk artikel "Mujizat apa Mujizat" di blog-ku itu. Sebab pada dasarnya kita sepakat di dalam hal ini:
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
lagu yg mana nih om? firman
lagu yg mana nih om? firman Tuhan adlh ya & amin, hal2 yg baik bs sy dptkan dr kehidupan sehari2 apalagi melalui kebenaran FT, sy tdk spt and or yg laen2 sebagai core user (ada yg mengakuinya kan)...yg jago kutip2 FT & bs kupas tuntas scr mendalam...krn sy pnya konsep yg sederhana utk memaknai FT bhw Tuhan adlh baik adanya, sy msh manusia biasa, msh nginjek tanah, dll
tp krn anugrah Tuhan, Dia memperkenalkan dg caranya yg sederhana spy sy bs menjadi pengikutnya, memuji, menyembah Dia, krn itu yg bs sy buat.
bukannya sy gak mau belajar lebih dlm ttg FT, ttg alkitab, bhs aslinya, dll...itu ada org lain yg khusus Tuhan pakai buat mempelajarinya....mungkin anda salah satunya
nah balik lagi ke mengenai lg mukjizat....bagi sy mukjizat/anugrah or apapun itu namanya adlh hal2 baik yg Tuhan berikan kpd sy....kl sy bs nafas itu mukjizat, krn ada org yg gak bs bernafas/hrs pakai alat, sdgkan sy msh bs bernafas scr bebas, bahkan kl sdg "kebelakang" sy mengucap syukur msh bs "kebelakang" atas mukjizat Tuhan....bagi sy kehidupan Kristen itu simple2 aja koq, gak usah yg rumit2....
oh ya, makanya sy agak "kesulitan" memahami FT yg disampaikan oleh hamba2 Tuhan yg pakai bhs "tinggi"...pdhl kl hamba Tuhan yg lain bs menyampaikannya dg cara yg lebih sederhana
tp biarlah ke masing2 org mengimani apa yg mrk percayai....
EVERY DAY IS MIRACLE DAY
EVERY DAY IS MIRACLE DAY
Jawaban Untuk Sandman
Buat Sandman,
Salam kenal, ya!
Thanks ya, atas perhatian dan sarannya.
Tapi, btw, udah cape-cape nulis sampe sepanjang gitu, koq yang dikomentari cuma soal judulnya aja?!
Pelit banget sih, ngasih komentar! (Hehehe....)
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
@Julius gimana yah..
Saya gak pintar soal apa yang anda terangkan diatas, jadi lebih baik kasih komentar yang lain, lagipula untuk hal diatas nanti juga ada beberapa orang yang akan kasih komentar dan pendapat kok, sekedar masukan mungkin akan lebih mendalam lagi, kalau tulisan itu diperbanyak ayat2 dari alkitab yang mendukung pemikiran anda.
cukup panjang gak?
Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.
Untuk Sandman Lagi
O, begitu!
Tapi, ya gak apa-apa, koq. Yang penting kan, Sandman sudah bersedia untuk memberikan tanggapannya.
Mengenai usulan untuk menambah ayat-ayat Alkitab, saya punya dua jawaban:
Nah, yang begitu yang aku sebut panjang! (Hehehe!).
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
Tanya Om Julius...bidat?
.1. Om 98 persen blogger di SS ini pakai banyak ayat apa juga BIDAT?
2. Dalam menanggapi sebuah komentar dan memberikan banyak ayat apa juga BIDAT?
3. Bahkan hai-hai, samuel franklyn, king heart , vantilian ,kabarsukacita, dll, sering memberi banyak ayat apa juga BIDAT??
4. Gimana caranya menelanjangi sebuah bidat/bukan bidat?
5.Banyak ayat jadi bidat??....kok membingungkan sih om, semua jadi malas dan bidat dong kalo gitu
JESUS IS GOD
JESUS IS GOD
Jawaban Untuk Godarmy
Salam kenal buat Godarmy!
Thanks ya, atas komentar atau pertanyaan-pertanyaannya.
Pertama-tama, aku sebenarnya tidak mengatakan bahwa semua orang yang mengutip-ngutip ayat-ayat Alkitab dalam pernyataan-pernyataannya adalah bidat. Perhatikanlah, aku cuma mengatakan: "aku gak t'lalu setuju...", "cara seperti itu cenderung digunakan (secara salah)", "cara seperti itu jugalah yang banyak digunakan oleh bidat-bidat...".
Ya, aku memang punya keberatan tersendiri mengenai praktik mengutip-ngutip ayat itu. Itulah sebabnya, dalam tulisan-tulisanku aku selalu berusaha untuk sebisanya menghindari penggunaan cara yang seperti itu (walaupun tidak berarti, bahwa aku tidak pernah sama sekali mengutip ayat-ayat Alkitab di dalam tulisan-tulisanku). Nah, mumpung ditanyakan lagi, berikut ini aku share-kan saja secara singkat pandanganku tentang hal itu.
Wah, aku adari ini telah menjadi jawaban yang lumayan (atau, sangat?) panjang. Tetapi, aku pikir pokok persoalan ini memang sangat kita perlukan sekarang ini. Karena itulah, aku jadi asyik dan larut. OK ya Godarmy, sampai di sini dulu. GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
Om julius
Begitu ya om iya deh biar para ahli tafsir aja terangin ayat yang sulit sulit, cuman sekarang jadi takut kutip ayat nih , gimana sudah kenalan ya dengan sandman :D:D:D, saya sampai sini aja deh dah ngerti ;), kalo mo bahas lebih lanjut ama pak kiem aja beliau super ahli tafsir lho disini GBU juga om....:D
JESUS IS GOD
JESUS IS GOD
@ Julius Tarigan, Salam kenal, Setuju!
Salam Kasih dalam nama Yesus
Salam kenal dan selamat bergabung di SS ini.
Saya sependapat dengan anda dalam topik blog pertama anda ini.
Pendapat saya juga sama bahwa yang disebut Mujizat itu harus benar-benar Supranatural dan tidak dalat dikerjakan oleh manusia biasa, sekalipun manusia itu sudah ahli pada bidangnya).
Mujizat itu dikerjakan oleh Roh Kudus, (kita klaim saja, bahwa kata-kata "mujizat" itu hanya untuk yang positip saja, yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Sebab, jika kita menggunakan istilah "Supranatural", keajaiban juga memang, dan dikerjakan oleh roh juga, tetapi bukan dari Roh Kudus, dan Supranatural ini sering dilakukan oleh The Master di TV.
Pendapat saya sudah pernah saya sampaikan KLIK DISINI, dan juga di tempat lain.
Maju Terus, jangan mundur kalau ada tantangan
Tuhan Yesus memberkati
http://www.sabdaspace.org/blog/kiem
Salam kenal juga dari saya
Salam kenal juga dari saya untuk pak Kiem!
Thanks ya pak, atas perhatian, komentar dan motivasinya.
Ya, pak Kiem, kita sama-sama sepakat bahwa mujizat itu "harus benar-benar supranatural dan tidak dapat dikerjakan oleh manusia...".
Memang, di sini saya sengaja menggunakan kata "supranatural" (bukan Supranatural atau "kuasa Allah"), supaya lebih umum (kan, "dunia supranatural" itu bukan hanya dihuni oleh Allah, tapi Iblis juga, pak!).
Tapi, kalau soal acara "The Master" di TV, yang pak Kiem singgung itu, percayalah pak, semua yang bisa dipertontonkan seperti itu hanyalah sekedar untuk tontonan belaka, hanyalah entertainment semata. Seberapa aneh dan luar-biasanya pun hal-hal yang mereka pertontonkan itu, semuanya itu hanyalah "trick", "ilusi", "tipuan mata", "kecepatan tangan", "rekayasa", dan hal-hal ylainnya yang seperti itu, yang di dalam kesemuanya sama sekali tidak terlibat apa yang tadi kita sebut sebagai kuasa yang supranatural. Apapun yang orang sebut sebagai sesuatu yang supranatural, belum tentu supranatural, pak! Tahukah pak Kiem, apa definisi yang umum mengenai pesulap? Pesulap ialah orang yang bisa membuat hal-hal yang sebenarnya natural menjadi kelihatan seperti atau seolah-olah supranatural.
Saya harapkan juga, melalui jawaban saya kepada pak Kiem ini, setiap orang di antara kita menjadi "ngeh", kalo yang benar-benar supranatural itu, tidak selugu, tidak sepolos, tidak senorak, tidak sesederhana seperti yang pada umumnya dianggap oleh orang kebanyakan itu (mis: berjalan di atas bara api, berjalan di atas sebilah pedang, tubuh yang bisa melayang, membuat orang terhipnotis (rebah, menjadi seperti robot penurut, dsb.), memunculkan atau melenyapkan benda-benda, dst.). Percayalah, saudara-saudara: Iblis itu adalah mahluk intelligent yang supranatural (oknum supranatural) yang bekerja di wilayah-wilayah dan dengan cara-cara yang sangat strategis, cerdik dan canggih. Dia (Iblis) tidak akan ambil perduli dengan hal-hal "bar-bar", "biadab", "kasar" dan yang masih sangat terbelakang, seperti hal-hal yang dicontohkan di atas tadi. Konsentrasi Iblis (dan semua roh jahatnya) adalah di dunia pemikiran (ide, gagasan, pendapat, konsep, paradigma, dsb.). Sebab, dia sangat mengetahui bahwa kalau dia bisa menguasai (sedikitnya, mempengaruhi) di dalam wilayah itu, maka dia pun akan bisa menguasai atau mengendalikan segalanya di dunia ini, seturut dengan kehendaknya. Jadi, yakinlah, Iblis gak ada waktu dan juga "nafsu" untuk "menolong" orang-orang seperti Dedy Cobuzier, Rommy Rafael, Demian, Limbat (Anda bisa tambahkan nama-nama yang lainnya, termasuk yang paling seram sekalipun), dalam membuat "keajaiban-keajaiban" yang mereka pertontonkan itu.
OK begitu aja dulu ya, pak Kiem. GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
@Julius ...kalau gak belajar Firman Tuhan terus pake apa?
Masalahnya bukan pake ayat2 atau tidak, tetapi cara menafsirkannya. Tuhan Yesus kan pernah janji tuh dalam FT kalau Dia memberikan Roh Kudus supaya menuntun kita pada Dia (Kebenaran). Lha, tugas kita membaca Firman Tuhan dengan hati mau rela dibentuk Tuhan alias pertobatan murni. Dan Roh Kudus-lah nanti akan membuka pikiran kita dan memberikan Hikmat2Nya bagi kita sehingga bisa mengerti.
Kalau baca Alkitab dengan ngawur menafsirkannya jadinya ya salah semua, makanya kita semua harus belajar semua ayat2 FT bukan sepotong2, sebab bisa salah tafsir.
Bila kita salah tafsir, asal hati kita mengakui kesalahan dan berubah, apakah Tuhan tidak memaafkan? Bukankah Tuhan itu adalah Kasih?
Bagi saya yang penting jaga hati untuk tetap fokus pada Tuhan Yesus.
.: "Tuhan Yesus adalah Yang Awal dan Yang Akhir. Dia-lah Jalan, Kebenaran, Kebangkitan, dan Kehidupan." :.
.: "Tuhan Yesus adalah Yang Awal dan Yang Akhir.
Dia-lah Jalan, Kebenaran, Kebangkitan, dan Kehidupan." :.
Setuju, yang Penting Cara Menafsirkannya.
Salam Kenal buat Kabarsukacita
Thanks ya, untuk perhatian dan komentarnya.
Saya sangat setuju dengan Anda bahwa "masalahnya bukan pake ayat2 atau tidak, tetapi cara menafsirkannya."
Nah, justru dalam "cara menafsirkannya" itulah terletak masalahnya. Karena itu, kita semua membutuhkan sekelompok orang yang terdiri dari para ahli dalam menafsirkan Alkiitab. Sebab, tidak mungkin semua orang bisa menjadi ahli dalam hal menafsirkan Alkitab (yang untuknya akan dibutuhkan setidaknya penguasaan di dalam bidang-bidang keilmuan, a.l: bahasa2 kuno seperti bahasa Ibrani, Yunani, Aram, Sejarah Kuno, dlsb.) Seperti juga tidak semua orang adalah dokter (yang boleh meresepkan obat, mengoperasi, dsb.).
Memang, dalam perjalanannya, kekristenan telah memasuki keadaan di mana semua orang begitu dianjurkan untuk membaca Alkitab bagi dirinya sendiri. Tetapi, yang sangat disayangkan adalah dorongan yang sedemikian itu tidak dibarengi dengan pembatasan (yang harusnya cukup ketat) dalam soal penafsiran/komentar atas (ayat2) Alkitab itu. Dan, kurangnya dibangun rasa penghargaan yang layak (sudah sewajarnya) terhadap para ahli (dibidang penafsiran Alkitab). Sudah sepatutnyalah kesadaran yang demikian itu dibangunkan sekarang ini. Sebagaimana tidak semua orang adalah dokter dan, karenanya, tidak semua orang boleh meresepkan obat atau mengoperasi, demikianlah juga tidak semua orang Kristen adalah ahli tafsir Alkitab dan, karenanya, tidak semuanya boleh (pantas, patut, layak) untuk menafsirkan/mengomentari (ayat2) Alkitab itu. Yang bisa dan patut untuk kita lakukan, sebagai orang-orang yang bukan ahli, hanyalah sharing apa adanya saja mengenai segala hal, tanpa harus untuk setiap yang kita katakan itu kita mengutip ayat2 Alkitab (apa lagi memberikan tafsiran/komentar atasnya). Jika diperlukan untuk membicarakan ayat2 Alkitab tertentu di antara yang bukan ahli, kita boleh saja berbicara tentangnya, tetapi haruslah pengartian terhadap ayat2 tersebut mengacu kepada pendapat para ahli tafsir Alkitab.
Menjadi berat dan rumit? Ya, seringkali melakukan yang benar memang tidak selalu gampang!
OK begitu dulu ya, semoga berkenan. GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
@JT, mau nanya ne.
Salam kenal Bung Julius Tarigan.
JT : Yang bisa dan patut untuk kita lakukan, sebagai orang-orang yang bukan ahli, hanyalah sharing apa adanya saja mengenai segala hal, tanpa harus untuk setiap yang kita katakan itu kita mengutip ayat2 Alkitab (apa lagi memberikan tafsiran/komentar atasnya). Jika diperlukan untuk membicarakan ayat2 Alkitab tertentu di antara yang bukan ahli, kita boleh saja berbicara tentangnya, tetapi haruslah pengartian terhadap ayat2 tersebut mengacu kepada pendapat para ahli tafsir Alkitab.
Bung JT, sejauh mana tingkat toleransi bagi kaum awam untuk menafsirkan Alkitab? Maksud saya apakah disetiap teks di Alkitab orang awam selalu membutuhkan para ahli tafsir (theolog) untuk bisa memahaminya atau hanya di teks2 tertentu saja yang sukar? Mohon dijelaskan!
Kita tahu bhw didunia ini banyak sekali ahli tafsir Alkitab mulai dari yang 'nggenah' sampai yang kacau balau. Tidak semua para penafsir seragam, serempak dan kompak dalam beberapa issue di Alkitab. Diantara 100 penafsir mungkin bisa dihasilkan lebih dari sepuluh (10) macam penafsiran thdp suatu ayat. Bagaimana caranya agar kita mengetahui manakah penafsiran yang benar dan yang tidak benar? Apa standar untuk mengetahui benar dan tidaknya sebuah penafsiran tsb? Bagaimana kita tahu bhw standar yang kita gunakan untuk menjustifikasi tsb juga adalah standar yang benar? Kalau pada akhirnya kita sendiri yang melakukan justifikasi standar tsb bukankah ini berarti kita juga adalah ahli didalam menafsirkan Alkitab (setidaknya secara subyektif) ?? Bagaimana anda menjelaskan ini??
Sementara ini dulu.
Thanks.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
Jawaban Untuk Pniel
Salam kenal juga dari saya buat Pniel
Thanks ya, untuk perhatian dan komentar/pertanyaannya
Saya setuju dengan Anda bahwa banyak juga di antara para ahli tafsir Alkitab itu yang, pokoknya, nggak becuslah! Sebagai manusia biasa, para ahli tafsir Alkitab itu pun tidaklah luput dari kesalahan atau kekeliruan, khususnya dalam menafsirkan nats (ayat2) tertentu di dalam Alkitab. Dan juga, bahwa di antara sesama mereka sendiri, seringkali terjadi ketidaksepakatan atau ketidakseragaman dalam menafsirkan (ayat2) Alkitab yang tertentu. Nah, kalau begitu, apa istimewanya mereka itu? Dan, untuk apa pula kita diminta supaya bergantung pada mereka dalam menafsirkan (ayat2) Alkitab itu? Saya akan mencoba memberikan jawabannya untuk itu di dalam kedua butir yang berikut ini.
Nah, demikian sajalah dulu yang bisa saya berikan sebagai jawaban untuk Anda. Semoga bisa membantu. GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
JT, kebenaran dan para theolog.
Bagaimana anda tahu bhw kekeliruan tsb dalam skala yang lebih kecil/ringan dibandingkan kesalahan kita? Atas dasar apa justifikasi anda ini? Apa hanya karena mereka belajar theologia di Seminary sedangkan kita tidak? Berarti apakah bisa kita menarik kesimpulan bhw kebenaran datangnya dari Seminary, sedangkan produk di luar Seminary adalah suatu kesalahan, sehingga klaim2 apapun yang berasal dari Seminary adalah kebenaran selain itu dusta? Apakah kebenaran adalah bukan sesuatu yang berdiri sendiri (otonom) dan bukan berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya melainkan bergantung pada siapa yang mengatakannya? Kalau anda mengakui bhw para theolog adalah manusia yang bisa juga melakukan kesalahan, bahkan kesalahan yang fatal sekalipun, maka asumsi anda diatas bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk fallacy (argumentum auctoritatis).
Bung JT, bagaimana kalau ketidakkompakan para penafsir itu terjadi dalam hal2 yang essensial dan primer, bukankah ini suatu kecelakaan yang mendatangkan kesesatan bagi kekristenan? Misal : para theolog reformed meyakini bhw keselamatan adalah ekslusif, yaitu tersedia bagi mereka yang percaya kepada Kristus, sedangkan bagi para theolog liberal keselamatan adalah inklusive, yaitu setiap orang dari agama manapun dapat diselamatkan tanpa perlu percaya kepada Kristus. Kedua hal ini mutlak berkontradiksi. Kebenaran tidak mungkin berkontradiksi. Bagaimana mengatasi kesulitan ini? Adakah pegangan yang kuat dan mutlak bagi kita untuk menghadapi berbagai macam ide dan falsafah manusia yang beraneka ragam ini? Ataukah kita hidup didalam kebingungan global dengan ketidakpastian akan kebenaran itu sendiri?
Bung JT, bagaimana seandainya ada seseorang yang mempertanyakan dasar Alkitab bagi argumentasi anda, apakah anda akan memberi referensi ayat FT ataukah menunggu/mencari referensi yang datangnya dari para theolog??
Terima kasih atas penjelasannya. Tuhan Yesus memberkati.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
Dari Julius Tarigan kepada Pniel
Thanks ya, untuk lanjutan diskusinya.
Baiklah, bung Pniel, saya setuju dengan Anda bahwa jawaban saya sebelumnya mengenai lebih kecil/ringannya kemungkinan kekeliruan para ahli tafsir Alkitab itu daripada kita (yang bukan ahli dibidang itu) dalam menafsirkan (ayat2) Alkitab, memang perlu diperjelas. Saya memang menjawabnya hanya secara umum saja, sebab sudah saya katakan bahwa saya sendiri pun bukanlah termasuk di antara para ahli itu dan tidak sedang mewakili mereka. (Dan, supaya persepsi Anda mengenai saya tidak pergi ke mana-mana, terus terang, sekalipun saya melayani sebagai pendeta, saya hanyalah seorang "awam" di bidang teologia atau bukan lulusan dari STT atau seminary teologia;.saya hanyalah seorang yang belajar secara "otodidak" saja mengenai Alkitab dan teologi). Jadi, saya memang tidak bisa memberikan jawaban yang "njelimet" secara teknis-teologisnya.
Karena itu, jawaban saya saat inipun hanyalah tambahan penjelasan yang sekedarnya saja, dari jawaban yang secara umum yang saya berikan sebelumnya. Nah, bung Pniel, kalau saya tanyakan kepada Anda, apakah seorang dokter bisa salah (dalam mendiagnosa atau memberi terapi pada pasiennya)? Tentulah Anda setuju bahwa dokter manapun (yang manusia, ya!) pasti bisa/mungkin salah. Tapi, apakah karena adanya fakta (yang tak terbantahkan) itu, kita lantas berkesimpulan bahwa sebenarnya keberadaan para dokter itu tidak dibutuhkan? Tidak begitu, kan?! Jadi, walaupun para dokter itu bisa saja salah, tetapi jika dibandingkan dengan orang-orang lain yang bukan dokter (awam mengenai ilmu kedokteran), maka kemungkinannya mereka itu salah (dan bobot dari kesalahan itu) pastilah lebih kecil/ringan, yaitu jika dibandingkan dengan orang-orang lain, yang bukan dokter (awam mengenai ilmu kedokteran). Tentunya, karena pertimbangan itulah, hingga sampai saat ini para dokter itu masih terus menjalankan peranannya.
Apakah akan dipersoalkan mengenai: bukankah Alkitab itu adalah "buku rohani" atau "firman Tuhan"? Jadi, tidak bisalah disamakan dengan bidang kedokteran, yang jelas-jelas bersifat ilmiah semata? Saya rasa kita sudah nggak pantas lagi untuk berpegang pada cara pandang yang sangat naif begitu mengenai Alkitab sekarang ini. Dan, dari cara-cara bung Pniel dalam mengungkapkan pikirannya (dalam 2 coment), saya tangkap bahwa bung Pniel bukanlah orang yang seperti itu. Karena itu, saya lompat saja kepada yang keduanya.
Bung Pniel, memang harus diakui bahwa sering cukup membingungkan juga bahwa posisi-posisi dari para ahli itu (dan, karenanya juga ajarannya yang diturunkan/disebarkan oleh mereka) bisa sangat bertolak belakang sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya (apa lagi kalau hal itu sudah menyentuh kepada hal-hal [isu-isu] yang dianggap essensial dan primer (oleh semua atau sebagian pihak). Tetapi, suka tidak suka, hal itu adalah realita yang sedang terjadi sekarang ini. Dan, sesungguhnya juga hal itu adalah merupakan suatu keniscayaan. Mengapa? Sebab, kodrat manusia (sebagai mahluk yang rasional) itu memang telah ditakdirkan untuk tidak mungkin bisa menerima keseragaman.
Karena itu, sesungguhnya kita tidak bisa mengubah mengenai hal ini. Dan, kalaupun ada yang mau mengubahnya, maka sudah dapat dipastikan bahwa upaya-upaya yang seperti itu tidak akan pernah berhasil, Atau, paling-paling hanya akan menghasilkan perubahan (kesatuan/keseragaman) yang semu saja. Perubahan/keseragaman yang semu seperti apakah itu? Yaitu hanyalah merupakan suatu kesatuan (atau keseragaman) yang terlihat dipermukaannya saja (mis: di negeri-negeri yang dikuasai oleh pemerintahan yang fasis atau totaliter, di dalam keluarga yang kedua atau salah satu orang tuanya sangat otoriter, di lingkungan gereja yang dipimpin oleh pendetanya dengan cara yang sangat ketat/keras, dsb.). Atau, perubahan/keseraman itu tadi hanya terus-menerus dijadikan sebagai suatu impian atau idealisme buta semata (yang entah bagaimana atau dengan cara yang seperti apa, nanti di suatu masa akan terjadi juga. Lucunya (atau, traginyakah?), "idealisme buta" itu masih terus diturunkan dari generasi ke generasi.
Apa hubungannya hal mengenai orang-orang yang memiliki/berpegang pada "idealisme buta" itu dengan kita di sini? Maaf, terus-terang, sebenarnya kebanyakan kita (orang Kristen, khususnya yang dari kalangan Injili, baik yang fundamentalis, maupun yang konservatif) mewarisi apa yang disebut tadi sebagai "impian buta" tersebut. Mengapa? Sebab, seperti para pendahulu kita, begitulah kita terus saja ngotot (nggak mau tau betapapun muskilnya hal itu) mengharapkan akan terjadinya suatu kesatuan atau keseragaman (di dalam doktrin) itu (sekalipun, umumnya, kita sudah rela juga untuk mereduksikan pengharapan itu agar, setidaknya, diwujudkan dikalangan Kristen yang injili saja [atau, lebih sempit: di kalangan Calvinis/Reformed saja, atau lebih luas: yang protestan saja?]).
Bung Pniel, Saya pribadi meyakini (dengan lebih teguh dari orang yang paling Calvinis sekalipun) bahwa keselamatan itu adalah dari Allah dan hanya oleh Allah saja. Allah sendirilah yang mengerjakan keselamatan kekal dari seseorang itu. Karena itulah saya pun bisa meyakini bahwa saya tidak perlu terlalu berfokus pada kesatuan doktrin atau "doktrin yang murni" (yang sudah saya sadari bahwa hal itu hanyalah 'idealisme buta" yang tidak akan pernah terjadi) untuk "menolong" orang lain agar mereka pun diselamatkan. Keselamatan itu bukan terdapat di dalam suatu rumusan, suatu doktrin, atau pun dalam ayat-ayat dari Alkitab. Keselamatan itu telah dikerjakan Allah dengan lengkap (sempurna) di dalam satu orang/pribadi. Bahkan, Allah juga telah membuatnya (keselamatan itu) di dalam suatu hal yang jauh lebih simpel dan spesifik lagi, yaitu "di dalam nama Yesus".
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat di selamatkan" (Kisah 4:12).
Nah, dengan pengutipan ayat Alkitab di atas ini, jelaslah bahwa saya bukannya sama sekali anti untuk mengutip ayat dari Alkitab. Yang saya sangat tidak setuju itu adalah kebiasaan yang, menurut saya, sudah menjadi kebablasan sekarang ini, dalam soal mengutip-ngutip ayat Alkitab. Sedangkan, ayat (ayat-ayat) Alkitab yang dikutip itu, umumnya, belum dipelajari sebelumnya, dengan memanfaatkan jasa dari para ahli, yang sudah begitu banyak tersedia sekarang ini (mis: buku-buku tafsir atau komentar Alkitab, baik cetak maupun elektronik).
Begitu dulu ya, bung Pniel. Memang, masih banyak yang belum jelas dengan jawaban ini. Semoga kita akan mendapatkan yang lebih banyak lagi dikemudian nanti. GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
@JT, penafsiran Alkitab.
JT : Baiklah, bung Pniel, saya setuju dengan Anda bahwa jawaban saya sebelumnya mengenai lebih kecil/ringannya kemungkinan kekeliruan para ahli tafsir Alkitab itu daripada kita (yang bukan ahli dibidang itu) dalam menafsirkan (ayat2) Alkitab, memang perlu diperjelas. Saya memang menjawabnya hanya secara umum saja, sebab sudah saya katakan bahwa saya sendiri pun bukanlah termasuk di antara para ahli itu dan tidak sedang mewakili mereka. (Dan, supaya persepsi Anda mengenai saya tidak pergi ke mana-mana, terus terang, sekalipun saya melayani sebagai pendeta, saya hanyalah seorang "awam" di bidang teologia atau bukan lulusan dari STT atau seminary teologia;.saya hanyalah seorang yang belajar secara "otodidak" saja mengenai Alkitab dan teologi). Jadi, saya memang tidak bisa memberikan jawaban yang "njelimet" secara teknis-teologisnya.
Gak apa apa Bung. Saya mengerti.
JT : Karena itu, jawaban saya saat inipun hanyalah tambahan penjelasan yang sekedarnya saja, dari jawaban yang secara umum yang saya berikan sebelumnya. Nah, bung Pniel, kalau saya tanyakan kepada Anda, apakah seorang dokter bisa salah (dalam mendiagnosa atau memberi terapi pada pasiennya)? Tentulah Anda setuju bahwa dokter manapun (yang manusia, ya!) pasti bisa/mungkin salah. Tapi, apakah karena adanya fakta (yang tak terbantahkan) itu, kita lantas berkesimpulan bahwa sebenarnya keberadaan para dokter itu tidak dibutuhkan? Tidak begitu, kan?! Jadi, walaupun para dokter itu bisa saja salah, tetapi jika dibandingkan dengan orang-orang lain yang bukan dokter (awam mengenai ilmu kedokteran), maka kemungkinannya mereka itu salah (dan bobot dari kesalahan itu) pastilah lebih kecil/ringan, yaitu jika dibandingkan dengan orang-orang lain, yang bukan dokter (awam mengenai ilmu kedokteran). Tentunya, karena pertimbangan itulah, hingga sampai saat ini para dokter itu masih terus menjalankan peranannya.
Ya..anda benar.
JT : Apakah akan dipersoalkan mengenai: bukankah Alkitab itu adalah "buku rohani" atau "firman Tuhan"? Jadi, tidak bisalah disamakan dengan bidang kedokteran, yang jelas-jelas bersifat ilmiah semata? Saya rasa kita sudah nggak pantas lagi untuk berpegang pada cara pandang yang sangat naif begitu mengenai Alkitab sekarang ini. Dan, dari cara-cara bung Pniel dalam mengungkapkan pikirannya (dalam 2 coment), saya tangkap bahwa bung Pniel bukanlah orang yang seperti itu. Karena itu, saya lompat saja kepada yang keduanya.
Saya mempercayai bhw Alkitab ADALAH firman Allah yang innerant dan infallible. Tetapi didalam hal pembacaan dan penafsiran saya hendak mengutarakan hal sbb :
Alkitab bisa disamakan dengan buku-buku lain, dalam artian bhw Alkitab sama seperti buku-buku lain yang dikomunikasikan kepada kita dengan kata-kata manusia yang dapat kita mengerti. Untuk mengerti INTI BERITA DASAR Alkitab cukuplah bagi kita untuk mempunyai kemampuan membaca dan menangkap maksud suatu kalimat sehingga manusia dari golongan/kelas sosial/pendidikan yang paling rendahpun (petani, buruh, dll) bisa mengerti Alkitab sama seperti para sarjana dan para ilmuwan.
Sebagai contoh :
Yohanes.3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Tak perlu pertolongan seorang theolog yang master dalam hal theologia untuk mengerti ayat diatas, seorang pemuda kampung pun bisa mengerti arti dari kalimat diatas bahwa Allah mengasihi manusia sehingga Ia mengutus AnakNya yang tunggal, Yesus Kristus untuk mati menebus dosa manusia sehingga setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus memperoleh keselamatan kekal.
Memang ada banyak bagian ayat di Alkitab yang sulit kita mengerti karena keterbatasan pengetahuan yang kita miliki dan kesenjangan budaya antara zaman kita dengan zaman dulu, dll sehingga diperlukan studi khusus, tetapi -sekali lagi- ini tidak mengingkari adanya suatu kebenaran bhw inti berita dasar Alkitab dapat dimengerti oleh semua kalangan manusia. Atau kalau kita menolak hal ini berarti kita berpendapat bhw Alkitab diwahyukan kedalam sejarah hanya untuk orang cerdas dan berpengetahuan tinggi (oh alangkah berbahagianya mereka yang mempunyai pengetahuan tinggi karena hanya mereka yang layak mengerti kebenaran FT! (?))
JT : Bung Pniel, memang harus diakui bahwa sering cukup membingungkan juga bahwa posisi-posisi dari para ahli itu (dan, karenanya juga ajarannya yang diturunkan/disebarkan oleh mereka) bisa sangat bertolak belakang sama sekali antara yang satu dengan yang lainnya (apa lagi kalau hal itu sudah menyentuh kepada hal-hal [isu-isu] yang dianggap essensial dan primer (oleh semua atau sebagian pihak). Tetapi, suka tidak suka, hal itu adalah realita yang sedang terjadi sekarang ini. Dan, sesungguhnya juga hal itu adalah merupakan suatu keniscayaan. Mengapa? Sebab, kodrat manusia (sebagai mahluk yang rasional) itu memang telah ditakdirkan untuk tidak mungkin bisa menerima keseragaman.
Saya tdk mengerti kalimat anda yang saya bold khususnya underline tsb. Bisa dijelaskan kepada saya?
JT : Karena itu, sesungguhnya kita tidak bisa mengubah mengenai hal ini. Dan, kalaupun ada yang mau mengubahnya, maka sudah dapat dipastikan bahwa upaya-upaya yang seperti itu tidak akan pernah berhasil, Atau, paling-paling hanya akan menghasilkan perubahan (kesatuan/keseragaman) yang semu saja. Perubahan/keseragaman yang semu seperti apakah itu? Yaitu hanyalah merupakan suatu kesatuan (atau keseragaman) yang terlihat dipermukaannya saja (mis: di negeri-negeri yang dikuasai oleh pemerintahan yang fasis atau totaliter, di dalam keluarga yang kedua atau salah satu orang tuanya sangat otoriter, di lingkungan gereja yang dipimpin oleh pendetanya dengan cara yang sangat ketat/keras, dsb.). Atau, perubahan/keseraman itu tadi hanya terus-menerus dijadikan sebagai suatu impian atau idealisme buta semata (yang entah bagaimana atau dengan cara yang seperti apa, nanti di suatu masa akan terjadi juga. Lucunya (atau, traginyakah?), "idealisme buta" itu masih terus diturunkan dari generasi ke generasi.
Apakah keseragaman itu sesuatu yang buruk? Bagaimana dengan pengakuan iman masing2 denominasi gereja, apa itu perlu ditiadakan demi ketidakseragaman?
JT : Apa hubungannya hal mengenai orang-orang yang memiliki/berpegang pada "idealisme buta" itu dengan kita di sini? Maaf, terus-terang, sebenarnya kebanyakan kita (orang Kristen, khususnya yang dari kalangan Injili, baik yang fundamentalis, maupun yang konservatif) mewarisi apa yang disebut tadi sebagai "impian buta" tersebut. Mengapa? Sebab, seperti para pendahulu kita, begitulah kita terus saja ngotot (nggak mau tau betapapun muskilnya hal itu) mengharapkan akan terjadinya suatu kesatuan atau keseragaman (di dalam doktrin) itu (sekalipun, umumnya, kita sudah rela juga untuk mereduksikan pengharapan itu agar, setidaknya, diwujudkan dikalangan Kristen yang injili saja [atau, lebih sempit: di kalangan Calvinis/Reformed saja, atau lebih luas: yang protestan saja?]).
Bagaimana dengan rujukan anda untuk selalu mengacu kepada penafsiran para penafsir didalam mengerti FT? Bukankah ini suatu idealisme buta yang lain?
JT : Bung Pniel, Saya pribadi meyakini (dengan lebih teguh dari orang yang paling Calvinis sekalipun) bahwa keselamatan itu adalah dari Allah dan hanya oleh Allah saja. Allah sendirilah yang mengerjakan keselamatan kekal dari seseorang itu. Karena itulah saya pun bisa meyakini bahwa saya tidak perlu terlalu berfokus pada kesatuan doktrin atau "doktrin yang murni" (yang sudah saya sadari bahwa hal itu hanyalah 'idealisme buta" yang tidak akan pernah terjadi) untuk "menolong" orang lain agar mereka pun diselamatkan. Keselamatan itu bukan terdapat di dalam suatu rumusan, suatu doktrin, atau pun dalam ayat-ayat dari Alkitab. Keselamatan itu telah dikerjakan Allah dengan lengkap (sempurna) di dalam satu orang/pribadi. Bahkan, Allah juga telah membuatnya (keselamatan itu) di dalam suatu hal yang jauh lebih simpel dan spesifik lagi, yaitu "di dalam nama Yesus".
Bagaimana mungkin anda menolak suatu rumusan tetapi anda sendiri telah membuat suatu rumusan yaitu 'keselamatan didalam nama Yesus'? Bisakah anda jelaskan pernyataan anda yang kontradiksi ini?
JT : "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat di selamatkan" (Kisah 4:12).
Nah, dengan pengutipan ayat Alkitab di atas ini, jelaslah bahwa saya bukannya sama sekali anti untuk mengutip ayat dari Alkitab. Yang saya sangat tidak setuju itu adalah kebiasaan yang, menurut saya, sudah menjadi kebablasan sekarang ini, dalam soal mengutip-ngutip ayat Alkitab. Sedangkan, ayat (ayat-ayat) Alkitab yang dikutip itu, umumnya, belum dipelajari sebelumnya, dengan memanfaatkan jasa dari para ahli, yang sudah begitu banyak tersedia sekarang ini (mis: buku-buku tafsir atau komentar Alkitab, baik cetak maupun elektronik).
Sekali lagi saya setuju untuk kita lebih menaruh perhatian kepada penafsiran para theolog, tetapi tidak berarti tanpa mereka kita akan menjadi orang bodoh yang sama sekali tdk mengerti keseluruhan FT.
BTW, ayat yang anda tulis diatas juga dapat dimengerti oleh masyarakat dari kalangan manapun asal mereka punya kemampuan membaca dan mengerti suatu kalimat.
Terima kasih. Bless.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
Pniel, Riskannya Bahasa Memotivasi
Pertama-tama, thanks ya, buat responnya!
Saya sangat memahami sudut pandang dan maksud baik kamu dalam hal ini, Pniel. Kamu ingin supaya setiap orang Kristen didorong untuk membaca Alkitab dan karena itu mereka justru harus diberitahu bahwa ayat-ayat yang sulit di Alkitab, yaitu yang perlu untuk ditafsirkan oleh para ahli, hanyalah sedikit saja dan itu pun hanya terbatas pada bagian-bagiannya yang tertentu saja. Tetapi, pada umumnya ayat2 Alkitab itu bisa dimengerti dari pembacaan yang secara wajar saja. Ya, dari sudut usaha untuk memotivasi, tentulah hal itu bisa dimengerti.
Tetapi, apakah Pniel tau kelemahan umum dari bahasa memotivasi itu? Yaitu, cenderung berlebih-lebihan (mis: "Kamu pasti bisa meraih apa pun yang kamu inginkan, tidak ada yang mustahil bagimu!"). Dalam memotivasi orang sering kali mengecilkan permasalahannya. Bahayanya adalah ketika permasalahan tersebut, seharusnya, tidak boleh dikecilkan (mis: orang dimotivasi untuk terus maju, padahal di depannya sudah ada singa yang siap untuk menerkam). Demikian jugalah mengenai Alkitab ini. Hanya karena ketersediaannya (yang melimpah) di dalam bahasa indonesia (atau bahasa2 yang bisa kita mengerti) tidaklah menjadikan Alkitab itu menjadi "buku masa kini". Suka atau tidak suka Alkitab itu adalah sebuah kitab kuno, yang berasal dari zaman purbakala. Hanya karena kita bisa membacanya, kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan merasa bisa memahami artinya dengan tidak banyak kesulitan, bukan berarti kita sudah benar-benar mengkap apa makna yang sesungguhnya dari ayat-ayat tersebut. Hal ini memang adalah kenaifan dan salah kaprah yang payah, yang sudah lama dibiarkan selama ini di dalam kekristenan (dan hal ini memang salah satunya merupakan kesalahan dari para teolog selama ini, karena itulah saya baru saja menulis lagi di blog saya, mengenai para teolog dan kewajiban mereka: "Apa Kabar Teologi dan Para Teolog?").
Salah satu contoh ayat yang Anda kemukakan, yaitu Yoh 3:16, dengan menyuarakan pernyataan yang khas dari para penginjil (mis: Billy Graham) Anda mengatakan bahwa ayat ini sudah sangat jelas (kalau ditambahkan lagi dari pernyataan orang lainnya, "tidak perlu diitafsir-tafsir lagi"), semua orang dengan kemampuan berpikir yang sederhana saja sudah bisa memahami apa yang dikatakan di sana. Maaf, kalau saya katakan, dalam hal ini, Anda (terikut-ikut) keliru! Dan, maaf lagi (karena saya tahu Anda agak kurang "sreg" dengan Hai-hai) tapi ada satu hal yang sering dikatakannya, yang saya setuju (khusus dalam hal ini saja, sebab dalam hal-hal lainnya mungkin kami berbeda), yaitu: "Alkitab masih belum selesai ditafsirkan". Dan, termasuklah juga di dalamnya Yoh 3:16 itu tadi (juga "belum selesai ditafsirkan"). (Dan, itu adalah pekerjaan dari para ahli!).
Kalau begitu, apakah yang bisa kita lakukan? Saya suka mengatakan begini mengenai hubungan kita dengan para ahli: Para ahli itu modalnya ada 2, yaitu: akal sehat dan keahlian. Sedangkan kita hanya punya satu, yaitu: Akal sehat. Amat banyak hal di dalam kekristenan yang bisa kita bahas dan kerjakan dengan menggunakan akal sehat kita "yang telah dibaptiskan di dalam Kristus" ini, tanpa perlu mencampuri urusan dari para ahli itu.
(Yang berikut ini bukan karena saya seperti mau menghibur Anda dengan memberikan pujian, tapi saya katakan secara setulus-tulusnya bahwa saya sangat menyukai dan mendapat banyak berkat dari tulisan Anda yang dimuat di blog Anda, yaitu mengenai "Kedaulatan Allah dan Kebebasan manusia". yang meng-counter artikel dari kalangan Armenianisme. Jujur, di dalam tulisan Anda itulah saya baru "ngeh" mengenai "di mana kita harus meletakkan Kedaulatan Allah itu, dalam kaitannya dengan Kebebasan manusia". Padahal saya sudah membaca beberapa buku mengenai topik itu, tapi saya nggak bisa menagkapnya. Saya memang tidak menulis komentar di blog Anda itu, karena, Anda taulah, komentar-komentarnya sudah sangat "rame"!).
OK. Begitu saja dulu ya! GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
@JT, saya setuju KECUALI....
Terima kasih juga atas respon anda.
Saya setuju dengan beberapa (mayoritas) pendapat anda, kecuali :
JT : Salah satu contoh ayat yang Anda kemukakan, yaitu Yoh 3:16, dengan menyuarakan pernyataan yang khas dari para penginjil (mis: Billy Graham) Anda mengatakan bahwa ayat ini sudah sangat jelas (kalau ditambahkan lagi dari pernyataan orang lainnya, "tidak perlu diitafsir-tafsir lagi"), semua orang dengan kemampuan berpikir yang sederhana saja sudah bisa memahami apa yang dikatakan di sana. Maaf, kalau saya katakan, dalam hal ini, Anda (terikut-ikut) keliru! Dan, maaf lagi (karena saya tahu Anda agak kurang "sreg" dengan Hai-hai) tapi ada satu hal yang sering dikatakannya, yang saya setuju (khusus dalam hal ini saja, sebab dalam hal-hal lainnya mungkin kami berbeda), yaitu: "Alkitab masih belum selesai ditafsirkan". Dan, termasuklah juga di dalamnya Yoh 3:16 itu tadi (juga "belum selesai ditafsirkan"). (Dan, itu adalah pekerjaan dari para ahli!).
Bung JT, saya tdk pernah mengatakan bhw 'Alkitab tidak perlu ditafsir-tafsir lagi' atau 'Alkitab sudah selesai ditafsirkan'. Perlu anda ketahui bahwa itu adalah FITNAH Hai Hai kepada saya dengan mengeluarkan statement yang membingungkan dan salah, yang tdk pernah saya katakan. Hai Hai SENGAJA melakukan ini dengan maksud supaya blogger lain mencitrakan negatif thdp saya. Hai Hai mempunyai cacat logika yang serius sehingga setiap usaha saya yang berusaha memperbaiki metode penafsirannya, oleh dia dianggap sbg usaha pelarangan untuk menafsirkan Alkitab. Lagipula orang yg ga pernah belajar serius theologi spt Hai Hai apa pantas untuk menafsirkan Alkitab??? Itulah Hai Hai!
Bung JT, saya tdk akan meributkan kedua statement diatas thdp diri saya tetapi saya mengajak anda untuk melihat bagaimana anda menanggapi konsekuensi dari logika anda sendiri itu. Anda mengambil ayat yg telah saya sodorkan yaitu Yoh.3:16 dan anda menyatakan bhw ayat tsb belum selesai ditafsirkan; Pertanyaan saya adalah :
Apa penafsiran sederhana yang telah saya sampaikan diatas (sebelumnya) adalah benar ataukah salah?
Kalau salah, bagaimana penafsiran yang benar?
Kalau benar, apakah ada penafsiran lain thdp ayat tsb yang tdk menentang penafsiran yang benar tsb sehingga bisa dikatakan sbg penafsiran lain dari bagian penafsiran yang belum selesai? Apakah itu?
Silahkan dijelaskan! Trims.
JT : (Yang berikut ini bukan karena saya seperti mau menghibur Anda dengan memberikan pujian, tapi saya katakan secara setulus-tulusnya bahwa saya sangat menyukai dan mendapat banyak berkat dari tulisan Anda yang dimuat di blog Anda, yaitu mengenai "Kedaulatan Allah dan Kebebasan manusia". yang meng-counter artikel dari kalangan Armenianisme. Jujur, di dalam tulisan Anda itulah saya baru "ngeh" mengenai "di mana kita harus meletakkan Kedaulatan Allah itu, dalam kaitannya dengan Kebebasan manusia". Padahal saya sudah membaca beberapa buku mengenai topik itu, tapi saya nggak bisa menagkapnya. Saya memang tidak menulis komentar di blog Anda itu, karena, Anda taulah, komentar-komentarnya sudah sangat "rame"!).
Bung JT, mengenal Tuhan dan firmanNya adalah anugerah terbesar kedua setelah keselamatan. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya. AMIN.
Tuhan Yesus memberkati.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
You have made us for Yourself O Lord and our heart is restless until it rests in You.
Pniel, Sambung Besok aja, ya!
Senang sekali menerima responnya lagi.
Tapi, Pniel, Sorry ya, saya belum bisa balas sekarang, soalnya ada kegiatan yang membuat saya harus off-line searang juga. Tapi, besok pasti saya balas!
OK. Pniel! GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
Firman lebih diutamakan
Bicara soal Mujizat menurut Saya bahwa: Iman bukan berdiri diatas mujizat, tapi Firman Tuhan lah yg berdiri diatas Mujizat.. Mujizat hanya PELENGKAP dari Firman Tuhan itu sendiri.
Johanes pembabtis sudah membabtis begitu banyak orang (ratusan ribu). Tapi Dia selama hidupnya tidak pernah sekalipun pun melakukan mujizat. tanpa mujizatpun Dia sudah memenangkan banyak jiwa untuk ikut kepada Tuhan. melalui apa?. FIRMAN. Karena tanpa mujizatpun kita akan tumbuh menjadi orang kristen yang dewasa melalui FirmanNYA.
Tanpa Mujizatpun Saya sudah berterimakasih atas Anugerah dan berkat yang Tuhan berikan pada saya dan keluarga setiap hari.
GBU
Huanan
Setuju dengan Huanan
Salam kenal buat Huanan!
Thanks ya, untuk perhatian dan komentarnya.
Saya sungguh setuju dengan Anda bahwa "iman bukan berdiri di atas mujizat..." Tentu mujizat yang Anda maksudkan itu adalah hal-hal atau peristiwa yang sedemikian luar-biasa, dahsyat, atau spektakuler (yang terjadi secara atau dengan kuasa yang supranatural dari Allah).
Tetapi, sesungguhnya iman itu sendiri adalah suatu mujizat, yaitu apabila kita bisa menjadi beriman. Mengapa demikian? Sebab, dengan segala kemampuan dan daya upaya kita, kita sendiri tidak akan pernah bisa membuat diri kita untuk menjadi beriman. Iman itu adalah sesuatu yang rohani-ilahi, yang hanya bisa kita miliki (dan menadi beriman) jika Allah memberikannya kepada kita. Jadi, iman itu adalah pemberian (karunia) Allah (bukan hasil usaha dari manusia).
Karena itu, sangat keliru kalau ada orang yang berkata begini: Asal saja kita mau percaya (beriman), maka pastilah kita akan menerima mujizat. Untuk orang yang berkata atau mempercayai hal yang seperti itu, saya akan menjawab begini: Anda boleh percaya sekuat yang Anda bisa, tetapi kalau kepada Anda tidak diberikan (dikaruniakan) iman (untuk hal yang tertentu itu) oleh Allah, tak ada satupun yang akan terjadi! Dan, karena kita hanya bisa beriman kalau Allah memberikannya (secara khusus untuk suatu hal yang tertentu) kepada kita, bagaimana kita bisa mengatakan "asal saja kita mau percaya..."?
Karena banyak sekali orang Kristen yang telah dicekoki dengan pengajaran yang kelru itu, maka merekapun akhirnya terjerumus kepada praktek-praktek mencampurkan iman dengan kekuatan pikiran. Atau, lebih tepatnya, menyebut apa yang sebenarnya adalah kekuatan jiwa/pikiran sebagai iman (atau "kuasa Allah", "urapan Roh Kudus", "mujizat Allah", dsb.).
OK begitu saja dulu, ya! Semoga menjadi berkat.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
pembuktian hasil mujizat
Jelaslah, bahwa hal-hal yang bersifat sangat subyektif itu, bukanlah yang dimaksud sebagai ukuran atau patokan yang dimaksudkan itu tadi. Jadi, apakah yang menjadi patokannya?
Dalam hal ini perlu juga untuk mempertimbangkan kekuatan jiwa manusia itu. Banyak sekali orang yang tidak menyadari (dan tidak mau tahu) mengenai hal ini, sehingga hal-hal yang hanyalah merupakan hasil dari kekuatan jiwa manusia ditangkap atau disebut sebagai manifestasi dari kuasa yang supranatural.
memang... faktor "subjektif" yang terhubung dengan "jiwa manusia" akan membuat masalah "penilaian" mujizat ini menjadi susah. "apakah sesuatu yang terjadi itu bener2 mujizat atau sekedar pengaruh hormon yang timbul dari kekuatan pikiran" .. itulah issue nya.
dengan begitu, mungkin dokter dan ahli laboratorium perlu dilibatkan pada KKR yang bertemakan kesembuhan ilahi. sementara, ahli jiwa, psikolog, psikiater perlu dilibatkan pada KKR yang bertemakan pengusiran roh jahat. lalu orang2 yang sembuh atau menjadi waras gara2 KKR ini akan perlu diamati perkembangan nya selama beberapa waktu dan dilakukan oleh orang2 dari lembaga kredibel yang independen terhadap penyelenggara KKR.
singkatnya, mari menaruh segala fenomena, tanpa memandang reputasi pembuat fenomena itu, ke bawah mikroskop. ini semua demi kredibilitas suatu mujizat yang kita bela sesuai kata2 penulis blog ini: "saya justru memposisikan diri saya sebagai seorang pembela untuk mujizat."
Thanks Buat Dennis Santoso
Salam kenal buat Dennis Santoso!
Thanks ya, bro untuk perhatian dan konfirmasinya.
Saya sanagt senang karena Anda telah "menggaris-bawahi" aau memberikan penekan pada hal-hal yang memang saya anggap penting juga.
Mengenai usulan yang diarahkan kepada acara KKR-KKR-an (yang nampaknya disampaikan hanya sebagai intermeso saja?), saya sebenarnya lebih setuju kalau acara-acara seperti itu di-transformasikan saja menjadi acara-acara seperti "kerja bakti", "pengobatan masal", dsb. Jadi gereja-gereja (terkhusus yang gede-gede) bisa menggunakan dananya secara lebih bermanfaat (bagi orang banyak atau mayarakat umum) dan juga efektif (untuk menjadi kesaksian Kristen yang lebih positif di seantero negeri ini). Atau, kalau memang gereja-gereja itu sangat berkeinginan untuk menolong orang-orang yang menderita berbagai penyakit dan yang terganggu secara kejiwaan, bantu saja rumah-rumah sakit, klinik-klinik pengobatan dan panti-panti rehabilitasi yang ada dilingkungan di mana gereja-gereja tersebut berada. Itu akan jauh lebih baik, berguna dan positif (untuk kita semua).
Hehehe! Kira-kira harus dialamatkan ke mana usul yang seperti itu, ya?
OK sekali lagi, thanks ya, Bro Dennis Santoso. GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
@julius : welcome to the jungle
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
Auummm...! Untuk Jesusfreaks
Salam kenal juga dari saya untuk Jesusfreaks!
Thanks buat perhatian, sambutan dan komentarnya.
Aku sangat setuju dengan Jesusfreaks bahwa perlu ada kesepakatan dulu di antara kita mengenai definisi dari mujizat itu. Sebab, dalam membicarakan mengenai hal apapun itu. jika tidak disepakati dulu sebelumnya mengenai apakah yang kita maksudkan dengan hal tersebut (=definisinya), maka kita akan terjerumus ke dalam "debat kusir" (atau "lost in the junggle").
Cuma saja di sini aku memang sengaja menghindari definisi-definisi yang terlalu teknis atau yang diberikan di buku-buku, sebab aku tidak mau membingungkan para pembaca blog ini dengan definisi-definisi yang terdengar asing ditelinga mereka. Karena itulah, aku lebih memilih untuk mendefinisikan mujizat itu sebagaimana yang sudah umum diartikan selama ini, yaitu: suatu hal atau peristiwa yang terjadi dengan kuasa yang supranatural. Aku menggunakan kata "supranatural" karena, selain itu merupakan kata kunci yang sudah dikenal secara umum, juga karena kata itu masih netral (bisa dipakai untuk Allah dan bisa juga untuk Iblis}.
Kalau mengenai judulnya, "mujizat apa mujizat?", tentunya Jesusfreaks mahfum, kan? Aku sengaja memilih judul itu sebab terlalu banyak orang sekarang ini yang begitu cepatnya dan dengan sembarangan saja menyebut ini dan itu sebagai "mujizat". Apa itu memang mujizat? (Cuma di sini dibuat dalam gaya bahasa yang gaul, gt).
OK sampe segitu aja ya, Jesusfreaks. GBU.
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
@julius : supranatural
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
Dari "Mujizat apa Mujizat?" Untuk Jesusfreaks
Pertama-tama, thanks ya, untuk responnya!
Aku setuju, memang, dari jawabanku yang lalu bisa disimpulkan begitu. Tapi, sudah menjadi pengetahuan kita bersama, tentunya, bahwa iblis tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan Allah. Cuma saja, iblis dan Allah memang sama-sama merupakan oknum yang supranatural (supra= di atas, melampaui; natural=alami), begitu juga dengan semua malaikat.
Mengenai ciri-ciri dari pekerjaan (oknum-oknum) supranatural, pada dasarnya memiliki ciri-ciri yang sama, hanya berbeda dalam ukurannya saja -- Allah memiliki ukuran kuasa yang tidak terbatas (omni-potent), sedangkan iblis kuasanya sangatlah terbatas. Yang jelas, iblis tidak mampu menciptakan sesuatu (=membuat sesuatu dari ketiadaan atau dari tidak ada menjadi ada). Satu hal lagi yang menyatakan keterbatasan iblis adalah dia tidak bisa hadir di berbagai tempat dalam waktu yang bersamaan, sedangkan Allah memang Maha hadir (omni-present).
99% dari apa yang di-klaim orang-orang sekarang ini sebagai mujizat atau bahwa hal atau peritiwa tertentu, yang dialaminya itu adalah mujizat, sebenarnya bukanlah mujizat (baik dilingkungan Kristen maupun non-Kristen, termasuk yang ada di lingkungan perdukunan/occultisme). Kalau bukan trick/tipuan (seperti dalam sulap), maka kebanyakannya terjadi karena/oleh kekuatan jiwa (sugesti, hipnotis, dsb.), selebihnya adalah peristiwa2 kebetulan yang kemudian didramatisir sedemikian rupa oleh orang2 tertentu. Satu2nya informasi yang bisa kita percayai 100%, yang melaporkan tentang terjadinya mujizat, ialah apa yang tercatat di dalam Alkitab (PL & PB). Selain dari yang dilaporkan di dalam Alkitab, sekalipun mungkin detail2nya mirip dengan apa yang ada di dalam Alkitab, adalah lebih bijaksana jika kita memilih untuk menjadi skeptis terhadapnya. Sebab, tidak ada yang bisa memastikan (100%) bahwa hal atau peristiwa itu memang benar-benar adalah mujizat.
Mengapa kita mempercayai mujizat yang dicatat di dalam Alkitab? Jawaban singkat dan sederhananya begini: Karena Alkitab sudah diterima oleh gereja secara umum sebagai tulisan yang diilhamkan oleh Allah. Karena itu, ada dasar yang cukup kuat bagi kita untuk mempercayainya. Sedangkan, hal-hal atau peristiwa2 yang terjadi di luar catatan Alkitab, seberapa baik dan "rohani"-nya pun hal/peristiwa itu menurut penilaian terbaik kita, sangat minimlah dasar bagi kita untuk bisa mempercayainya.
Begitu saja dulu ya, Jesusfreaks, semoga menjadi berkat. GBU.
~"Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
Pniel, Mengenai Penafsiran Lain atas Yoh 3:16
Pniel, baiklah di sini saya akan membagikan sudut pandang yang lain terhadap ayat Alkitab yang satu ini, yaitu Yoh 3:16. Ayat yang satu ini memang sudah sangat terkenal dan telah dijadikan sebagai ayat kunci untuk hampir semua pelayanan-pelayanan penginjilan, karena sudah dianggap sebagai "intisari injil". Karena itu, saya bisa mengerti kalau banyak orang yang merasa bahwa apa yang dikatakan di dalam ayat itu arti dan maknanya sudah sangat jelas, karenanya gak akan mungkin lagi ada penjelasan-penjelasan lain yang cukup berarti, yang bisa diberikan oleh ahli tafsir manapun untuk ayat tersebut.
(Bersiaplah untuk terkejut!) Dari hasil serapan saya selama ini, setelah membuka diri terhadap hasil-hasil karya para ahli (dari berbagai aliran) yang dipublikasikan, saya bisa memberikan suatu sudut pandang yang berbeda untuk melihat ayat ini. Pandangan yang sudah terkenal/populer mengenai ayat ini melihat bahwa ayat ini berisikan informasi yang sangat jelas, singkat dan padat, tetapi cukup lengkap dan juga akurat mengenai keselamatan (secara) Kristen dan kepastian akan keselamatan. Betapa seringnya ayat ini dipakai untuk menekankan kepada orang-orang bahwa keselamatan Kristen itu adalah suatu "kepastian", bukan "mudah-mudahan", sebab di sini dikatakan "supaya setiap orang yang percaya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal". Tetapi, ada satu hal yang dilupakan atau terluput di sana. Apakah itu? Memang di sana dikatakan bahwa " setiap orang yang percaya" diselamatkan. Tetapi, bagaimana kita tahu atau dari mana kita tahu bahwa seseorang itu termasuk di dalam "orang yang percaya" itu?
Apa artinya ini? Ternyata, "kepastian" yang selama ini digembar-gemborkan dari ayat Alkitab yang satu ini masih merupakan kepastian yang mengambang. Memang, saya pun mengakui bahwa setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti diselamatkan. Tetapi, ayat ini membisu mengenai "siapakah orang percaya itu". Jadi, dengan kata lain, ayat ini hanya mengungkapkan mengenai kepastian yang umum saja (dari keselamatan itu), bukan (dan, karenanya, tidak boleh dijadikan sebagai dasar) kepastian untuk seseorang yang tertentu atau "secara pribadi".
Nah, Pniel, hanya dengan mengemukakan hal yang di atas itu saja pun, bukankah hal itu sudah bisa dijadikan sebagai sebuah contoh bahwa ayat Alkitab itu (sekalipun yang sudah sangat terkenal dan yang dianggap sudah sangat jelas arti/maknanya), ternyata bisa membawa orang masuk ke dalam kesimpulan-kesimpulan yang keliru, mengenai hal-hal tertentu di dalam kekristenan. Itulah mengapa saya sangat menekankan bahwa kita semua memang membutuhkan para ahli untuk menafsirkan ayat-ayat Alkitab itu. Dan, lebih banyak ahli serta lebih beragam pendapat-pendapatnya, justru itu akan lebih baik lagi. Saya tahu, hal ini (khususnya yang disebutkan terakhir) merupakan sebuah paradigma baru bagi orang-orang seperti kita, yang selama ini akrab dengan (atau, bahkan, berada di dalam) lingkungan Injili (dan semua kerabatnya), yang pada umumnya bercirikan fundamentalis, dan yang cenderung berpikir (bersikap) konservatif. Tertarik untuk mengalami apa yang disebut sebagai "pergeseran paradigma"?
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~
~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~