Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Menyemai Perdamaian Batin [2]
Partisipan dan Fasilitator kelas "Strengthening Peace Education Training Skills" berfoto bersama
Ada aktivitas yang membuat partisipan tergelak-gelak. Aktivitas itu adalah permainan menebak jenis kartu yang tertempel di dahinya. Sebelumnya, fasilitator mengajak partisipan berdiri membentuk lingkaran. Setelah itu dia membagikan satu buah kartu secara acak kepada partisipan. Partisipan harus segera menempelkan kartu itu di dahinya menghadap keluar. Mereka tidak boleh melihat kartu yang ada di dahinya.
Begitu aba-aba mulai diberikan, para partisipan harus bersikap sesuai dengan kartu yang dipegangnya. Tentu saja hanya dengan menebak. Kartu yang lebih rendah harus menghormati kartu yang lebih tinggi. Kartu yang lebih tinggi boleh menyuruh kartu yang lebih rendah. Saya segera bisa menebak kartu yang ada di dahi saya. Setiap orang membungkuk dan memberi hormat kepada saya.
"Kartu saya tinggi nih," tebak saya. Untuk memastikannya, saya coba menyuruh seseorang. Eh, dia mau. Jelas sudah, kartu saya termasuk tinggi, atau mungkin yang tertinggi. Saat bertemu dengan kartu lain jenis Queen dan King, mereka mengajak saya datang ke pesta kerajaan.
Lima menit kemudian, fasilitator mengajak partisipan berkumpul. Satu per-satu kami diberi kesempatan untuk menebak kartu yang ada di dahi kami masing-masing. Tebakan saya, kartu yang ditempel di dahi saya adalah kartu King atau raja. Tebakan saya tepat.
Satu per-satu partisipan mulai menebak. Ada yang keliru, tapi lebih banyak yang menebak tepat. Lalu tina giliran satu peserta yang senang berbicara. Dia memiliki kebiasaan memutar-mutar. Dia enggan berbicara pada inti masalahnya. Ketika fasilitator memintanya untuk menebak jenis kartunya, dia malah berbicara hal lain. Partisipan lain tertawa.
"Tebak saja apa kartumu," pinta sang fasilitator.
Kembali dia menolak menyebut langsung. Dia malah mengulas permainan tadi. Partisipan mulai tergelak-gelak.
"Coba lihat kartu yang ada di dahimu dan sebutkan jenisnya," perintah sang fasilitator.
Orang ini menolak. Dia tetap memegang kartu di dahinya sambil berbicara terus. Kali ini fasilitator tak bisa menahan gelinya. Dia berjongkok memegang perutnya karena menahan geli.
Lama-lama orang ini menyadari situasinya. Dia pun akhirnya mengucapkan tebakan yang diminta oleh fasilitator.
Permainan ini untuk menunjukkan kepada partisipan bahwa dalam kenyataannya ada hirarki di dalam struktur masyarakat. Sikap dan perilaku masyarakat ditentukan oleh posisi seseorang di dalam struktur masyarakat. Sikap seseorang terhadap orang yang sederajat tentu berbeda jika bertemu dengan orang yang derajatnya lebih tinggi atau lebih rendah. Misalnya dalam hal derajat umur atau tingkat intelektualitas. Hal perlu diperhatikan oleh para pendidik perdamaian.
Aktivitas hari kedua pelatihan "Strengthening Peace Education Training Skills" diawali dengan membuat koran yang terbit tahun 2022. Partisipan diajak naik kapsul waktu ke tahun 2022 dan membuat berita tentang perdamaian yang tercipta pada tahun itu. Ini adalah diskusi pembuka untuk topik visi dan misi. Setiap aktivis perdamaian sebaiknya memiliki impian atau visi atas perdamaian yang diusahakan akan tercapai dalam kurun waktu tertentu.
Membuat koran edisi 2022
Visi dan misi ini merupakan refleksi dari nilai-nilai atau values yang diusung oleh para aktvis perdamaian. Dengan mengutip Victor M. Taylor, Wendy menekankan bahwa perdamaian itu harus dimulai dari setiap pribadi atau individual. Perdamaian seharusnya merupakan pandangan hidup dasar yang menjadi panduan dari setiap tindakan seseorang. Jika pribadi itu tidak memiliki arah untuk memilih menyelesaikan konflik secara damai, maka nalurinya akan menggerakannya untuk mengangkat senjata ketika menghadapi konflik. Maka perdamaian tidak akan tercapai.
Untuk itu, Wendy melangkah ke topik berikutnya yaitu inner peace. Topik ini pernah diajarkan pada kelas sebelumnya namun menggunakan metode yang berbeda. Dengan demikian tetap menarik untuk diikuti. Wendy mengajak partisipan menggambar telapak tangan di selembar kertas. Pada jari telunjuk partisipan menuliskan tentang nilai yang menonjol dalam dirinya. Pada jari tengah, partisipan menuliskan tentang pengalaman paling berkesan yang mempengaruhi nilai dalam dirinya. Pada jari manis menuliskan hambatan hidupnya,pada kelingking partisipan menuliskan hal dilakukan jika hatinya sedang galau. Pada jempol partisipan menuliskan nama orang yang sangat berpengaruh dalam membentuk nilai-nilai kehidupannya. Terakhir pada telapak tangan, partisipan menuliskan sumber dari semangat mereka.
Inner peace atau perdamaian adalah hidup harmoni dengan diri sendiri. Upaya untuk mengembangkan perdamaian batin dilakukan dengan:
- Mengikis sikap tidak toleran dan prasangka.
- Membiasakan agar emosi terkontrol.
- Puas atas talenta dan mensyukuri kekuatan yang dimiliki.
- Mengenali kelemahan diri dan mengakui dengan rendah hati bahwa ada hal-hal tertentu yang memang tidak mampu duntuk mengubahnya.
Menggambar telapak tangan (foto: Mindanao Peacebuilding Institute)
Menumbuhkan perdamaian batin juga dipengaruhi oleh perasaan atau emosi seseorang. Emosi adalah hal yang lumrah. Setiap manusia pasti memiliki emosi. Selama ini ada salah kaprah pengertian bahwa emosi itu sesuatu yang buruk. Hal ini tercermin dari ungkapan, "Jangan cepat emosi, dong!" Barangkali ungkapan yang lebih tepat adalah, "jangan cepat emosional, dong." Kata emosional mengacu pada situasi pada seseorang yang tidak mampu mengendalikan emosinya.
Emosi adalah reaksi alamiah seseorang terhadap situasi atau kejadian di sekitar manusia. Emosi berhubungan dengan pikiran manusia. Ketika emosi itu disadari keberadaannya maka emosi itu mulai menghilang. Ketika Anda mulai menyadari bahwa Anda sedang marah, maka sejak saat itu perlahan-lahan kemarahan Anda akan terkendali. Demikian juga ketika Anda mulai menyadari bahwa Anda sedang gelisah, maka perlahan-lahan kadar kegelisahan akan berkurang.
Emosi adalah keadaan yang perlu diakui, dikenali dan dikelola. Pada beberapa budaya, ada kecenderungan untuk menolak, menyembunyikan atau menafikkan emosi. Jika seseorang berusaha menekan emosi, maka emosi tersebut akan menjadi bom waktu. Emosi tersebut menjadi semacam muatan bagasi yang membebani perjalanan batin kita. Itulah sebabnya perlu ada pengelolaan emosi dengan baik sehingga kita mengalami perdamaian batin. Jika kita membiarkan pengalaman emosional itu terjadi berulang-ulang, maka hal itu akan meninggalkan jejak neurotik yang tersisa di otak kita.
Salah satu pengalaman emosional yang sering manusia adalah kemarahan. Kemarahan itu tidak terjadi secara mendadak. Ada tahap-tahapan tertentu, mulai dari kejadian kecil. Namun karena dibiarkan tanpa pengelolaan, maka levelnya meningkat dengan daya rusak yang lebih besar. Tahapan kemarahan dimulai dari munculnya ketidaknyamanan seseorang. Jika segera dikenali dan dikelola, maka emosi ini tidak akan meningkat menjadi ketersinggungan. Seseorang yang merasa tidak nyaman akan mudah sekali tersinggung. Situasi ini lalu berkembang menjadi kemarahan. Jika dibiarkan berlarut-larut maka level tertinggi tercapai yaitu kemurkaan.
***
Oh, ya sebagai selingan saya ceritakan tentang menu makanan di Davao. Karena masih bangsa serumpun, maka kita memiliki banyak kesamaan jenis makanan. Khusunya dengan makanan China, ada banyak kemiripan nama. Di sini ada Siomay, lumpia, bakpao, capcay dll. Ada juga pisang goreng karamel, wajik ketan, nas goreng, dll. Bedanya, bagi lidah Indonesia, bumbu masakan di sini kurang nendhang. Yang namanya nasi goreng, sepertinya hanya digoreng dengan mentega. Hanya terasa sedikit gurih tetapi lebih banyak rasa tawarnya. Beberapa partisipan asal Indonesia mulai sakaw dengan sambal.
Untuk sarapan, orang Filipina menggemari kentang. Menu lauk pagi yang sering dihidangkan adalah orak-arik kentang. Yang agak aneh bagi lidah Indonesia adalah bengkuang yang dimasak. Di Indonesia, bengkuang sering dimakan sebagai buah atau dihidangkan bersama sambal lotis. Namun di Filipina, bengkuang ini diiris seperti kentanng french fries, lalu dimasak sebagai sayur. Mula-mula saya menyangka bahwa itu adalah irisan kentang. Namun setelah dikunyah, terasa kremes-kremes berair. Barulah saya sadar bahwa benda itu adalah bengkuang.
Untuk minumnya, orang Filipina senang sekali dengan softdrink. Setiap kali makan, selalu terhidang minuman bersoda di ruang makan. Nampaknya mereka terpengaruh oleh budaya orang Amerika. Beberapa teman menyarankan untuk mencoba balut yang menjadi makanan khas di Filipina. Balut adalah telur bebek yang sudah berembrio, lalu dierbus dengan bumbu-bumbu tertentu. Sayangnya, saya belum sempat mencobanya.
***
Usai makan siang, fasilitator menyampaikan topik tentang problem solving. Partisipan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah aktivis LSM dan kelompok kedua adalah pemilik tambang. Skenarionya, pada sebuah pertambangan terjadi kecelakaan yang menyebabkan korban jiwa. Kelompok LSM ingin menuntut pertanggungjawaban pemilik tambang. Untuk itu mereka akan mencegat pemilik tambang yang akan bertemu dengan walikota. Tugas kelompok LSM adalah mencegah pemilik tambang menghadap walikota sebelum pemilik tambang setuju untuk bertanggungjawab atas kecelakaan di pertambangan. Sedangkan tugas pemilik tambang adalah berusaha melewati hadangan aktivis LSM. Simulasi ini berlangsung seru karena semua partisipan menjalankan perannya dengan serius.
----------------
Baca juga:
- Catatan Perjalanan: Kesasar di Singapura
- Peace Building Training Note
- Catatan Pelatihan “Peace Building” (1)
- Peace Zone di Filipina | Catatan Pelatihan “Peace Building” (2)
- Melongo di Davao
- Menyerap Metode Partisipatif dalam Pelatihan Peace Education
- Menyemai Perdamaian Batin [Oleh-oleh dari Filipina]
- Belajar Tentang Prinsip Belajar Orang Dewasa
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 5147 reads