Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Logika yang Menyesatkan
Cukup lama juga saya tak berinteraksi dengan para blogger di SS dikarenakan beberapa kesibukan. Bermula dari perdebatan panjang lebar berkenaan topik yang beragam yang melibatkan banyak “tokoh” di SS, Pniel, Deta, Billy, Hai hai, JF hingga yang terakhir antara Kiem dan Mujizat.
Problem perdebatan bermuara kepada penafsiran dan pemahaman para blogger SS akan Alkitab ataupun komentarnya atas penafsiran dan pemahaman beberapa tokoh akan isi Alkitab. Ketika tanggapan bermunculan dari masing masing kubu yang saling bertentangan maka makin riuhlah suasana perdebatan dengan semua “sumpah serapah”, “makian” dan segala bentuk “keprihatinan”. Tak urung hal inipun mewarnai perdebatan bahkan menjadi perdebatan tersendiri semacam bola liar yang sulit diprediksi kemana larinya.
Dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pemahaman dan kecakapan dalam menulis, saya menjadi anggota pasif saja. Jujur pertarungan yang terjadi tersebut sangat saya nikmati dan menjadikan “pergumulan” pemikiran saya.
Bagaimanapun berbeda dengan pemikiran Dewi yang mengatakan pertikaian sesama orang Reformed yang menggelikan, saya justru berdiri di posisi sebaliknya, apapun hasil yang terjadi dari perdebatan itu. Mungkin berbeda dengan kaum Fundamental yang utopis bahwa tidak mungkin ada “pergesekan” maupun perbedaan dalam menafsirkan Alkitab di antara mereka, bagi saya perdebatan antara sesama kubu justru memperkaya khasanah berpikir yang akhirnya saling memurnikan dan menguatkan.
Beberapa orang memandang pemikirannya atau beberapa orang / golongan tertentu akan Alkitab sebagai suatu rumusan benar dan baku, bagi golongan A maka rumusan Alkitab haruslah begini, tapi golongan B bisa mengklaim yang lain dan seterusnya. Pada dasarnya semua pemikiran dan pemahaman akan Alkitab yang dihasilkan oleh pemikiran / pemahaman seseorang tak akan bisa menerangkan secara tuntas bahkan menggantikan Kebenaran Sejati yang terkandung di dalam Alkitab. Semua pasti mengamini itu, namun pada prakteknya tampaknya tidak demikian, bahkan jauh panggang dari pada api.
Saya tak hendak berpendapat dan membahas lebih jauh mengenai hal ini, namun hanya hendak menyajikan tulisan yang semoga bisa menginspirasi pembacanya. Jika tidak, ya lupakan saja he he he.
Siapa yang tak mengerti matematika dengan segala macam teori dan rumusan rumusan yang ada. Siapa berani menyangkal “kebenaran” yang dinyatakan dalam rumusan atau angka angka yang dihasilkan.
Ketika angka 2 dikalikan 3 hasilnya bukan 6 maka tidak ada seorangpun di muka bumi ini akan mengatakan hasil perkalian itu benar dan sahih. Begitupun rumusan pithagoras mengenai kuadat sisi miring dari segitiga siku adalah penjumlahan dari kuadrat sisi tegak dan sisi horisontalnya. Siapa berani mengatakan rumusan itu salah ?
Namun coba kita amati persamaan berikut ini :
Jika a = 1 dan b= 1 maka b2 = ab ( 1 )
Karena a = a maka a2 = a2 ( 2 )
Jika persamaan ( 2 ) – persamaan ( 1 ) akan dihasilkan
a2 – b2 = a2 – ab ( 3 )
Persamaan di atas dapat difaktorkan menjadi
(a+b) (a–b) = a (a–b) ( 4 )
Kemudian jika disederhanakan dengan dibagi (a-b)
hasilnya menjadi a+b = a ( 5 )
Disederhanakan lagi hasilnya b = a - a = 0 ( 6 )
Jika b diganti dengan 1 ( b =1 ) lihat persamaan ( 1 )
Maka kesimpulannya 1 = 0 ( 7 )
Jika persamaan ( 7 ) kita kalikan dengan angka mulai 1 sampai ~ maka semua hasilnya akan sama dengan 0 ( Nol )
Mingkin pembaca akan bertanya tanya karena hasilnya jelas jelas tidak masuk akal dan tak mungkin terjadi. Ijinkan saya bertanya adakah kesalahan rumus dan cara penyedehanaan yang dilakukan? Semua mengikuti kaidah matematika yang baku dan sederhana. Jelas bukan dari buku primbon. Sampai kuda gigit besi pun rumusan di atas benar dan valid.
Perlukah melihat yang tersurat dan tersirat ? Tersurat sudah jelas dan tepat namun yang yang tersirat, apa yang hendak disiratkan. Mungkin kita hanya bisa membatin bahwa hitungan ini salah tapi sulit dibuktikan hanya bisa dirasakan. Bukti dan rasa dari Hongkong he he he he
Kita bermain logika sederhana, jika angka 1 dan angka 0 bukanlah angka yang kita mengerti sebelumnya ( sesuatu yang asing / baru ) maka hasil akhir perhitungan di atas akan kita telan mentah mentah kalau perlu kita akan menjadi “apologet” rumusan di atas.
Jika demikian dimanakah kesalahan perhitungan di atas ? Jawabannya di persamaan ( 5 ) karena lalai / abai memperhitungkan implikasi persamaan ( 1 ) . Pembagian persamaan ( 4 ) dengan a – b berimplikasi sangat serius karena menghasilkan angka 0 ( Nol ). Tentu semua paham bahwa berapapun angka yang dikalikan 0 hasilnya adalah 0 dan berapapun angka yang dibagi 0 hasilnya adalah ~ ( tak terhingga ).
Kemudian apa hubungannya perumusan matematika di atas dengan penafsiran Alkitab ? Ha ha ha coba pikir sendiri.
Sumber : Buku Biografi angka Nol oleh Charles Seife terbitan e-Nusantara
__________________
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?
Belum ada user yang menyukai
- king heart's blog
- Login to post comments
- 4953 reads
@ King Heart, logika yang salah
KH:
Persamaan di atas dapat difaktorkan menjadi
(a+b) (a–b) = a (a–b) ( 4 )
Kemudian jika disederhanakan dengan dibagi (a-b)
hasilnya menjadi a+b = a ( 5 )
DETA:
Ini sih logika yang salah. Salahnya bahwa persamaan dibagi (a-b), dimana a=1 dan b=1, sehingga (a-b) = 0. Persamaan tidak boleh dibagi bilangan 0, karena hasilnnya TIDAK TERDEFINISI.
Ilustrasi:
5 : 0 = X
Atau bilangan berapa yang dikali 0 = 5 ? Tentu tidak ada bilangan TERTENTU yang bila dikali 0 menghasilkan 5 kan? Atau jawabnya adalah semua bilangan. Maka 5:0 = TAK TERDEFINISI.
(a-b) hanya boleh di “CORET” sisi kanan dan kiri [sama-sama dibagi (a-b) ] bila (a-b) LIMIT mendekati 0, dan itu artinya a tidak sama dengan b. Padahal persamaan (1): a = 1 dan b =1.
Jadi salahnya waktu membagi kedua ruas dengan (a-b) yang = 0. Ini tidak diperbolehkan / melanggar aturan.
Debu tanah kembali menjadi debu tanah...
contoh yang bagus tentang logika
betul deta, penjelasan kamu betul, tapi justru itulah inti blog ini.... kh meringkasnya dengan menuliskan kalimat berikut:
Kita bermain logika sederhana, jika angka 1 dan angka 0 bukanlah angka yang kita mengerti sebelumnya ( sesuatu yang asing / baru ) maka hasil akhir perhitungan di atas akan kita telan mentah mentah kalau perlu kita akan menjadi “apologet” rumusan di atas.
kh... kalau Tuhan dan segala misterinya segamblang angka 1 dan angka 0, pikiran kita, cara berpikir kita, tidak akan pernah mendapat tantangan. otak dan hati kita akan berharga sangat mahal ala indonesia; mahal karena nggak pernah dipakai :-)
@Dennis
kh... kalau Tuhan dan segala misterinya segamblang angka 1 dan angka 0, pikiran kita, cara berpikir kita, tidak akan pernah mendapat tantangan. otak dan hati kita akan berharga sangat mahal ala indonesia; mahal karena nggak pernah dipakai :-)
Benar sih, namun jika dipikirkan lebih lanjut khususnya angka nol tak sesederhana dan segambalng yang sering dipkirkan dan dimengerti. Saya mengibaratkan angka nol seperti black hole yang dalam film star trex mampu menelan benda benda angkasa yang sangat besar.
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?
@Deta, logika yang tidak salah
Ada pertnyaan sederhana, siapakah yang melimitkan a-b harus mendekati angka 0 ? Bukankahn itu dikarenakan keterbatasan pemahaman alias ketidak tahuan akan angka 0
Ha ha ha , Deta, coba bayangkan jika angka terbebas dari angka 0 maka dunia munghkin tidak akan sama lagi dengan sekarang. Ingatkah akan perpindahan milenium ( th 2000 ) para ahli disibukkan akan perubahan tahun itu? bukankah semestinya hal ini hal yang simple dan sama dengan pergantian tahun 100 tahun sebelumnya ? namun efek pergantian tahun 2000 sangat jauh berbeda dengan thaun 1000.
Angka 0 sungguh unik dan menjadi angka yang paling tidak konsisten dan sekaligus paling konsisten. Tidak konsisten ketika perumusan perkalian pada angka yang lain tidak berlaku pada angka 0 namun ia menjadi konsisten sebagai angka yang paling tidak konsisten ha ha ha ha
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?
Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?