Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
KRISMON
Saat televisi berteriak-teriak tentang naiknya dolar, ia malah berteriak senang. Merasakan keadilan menemukan sendiri jalannya saat membayangkan orang kaya makan nasi campur garam. Membayangkan mereka kehilangan satu persatu mobilnya memberinya hiburan tersendiri. Selama ini ia merasa, neraca yang menjadi lambang keadilan itu miring sebelah, tetapi sekarang akan sejajar.
"Biar tahu rasa orang-orang kaya itu sekarang. Biar tahu rasa orang yang anaknya kuliah di luar negeri, Biar tahu rasa orang yang punya banyak uang" katanya penuh kemenangan. "Hanya mereka yang akan merasakan imbasnya dolar naik. Kita ini, dolarpun belum pernah kita cium baunya."
“Dasar, kita juga yang akhirnya kena,” kata sepupuku itu saat suaminya kena PHK.
***
Tiba-tiba saja kami merasakannya. Obat nyamuk bakar naik dari 500 rupiah menjadi 1500 rupiah. Padahal kami tidak sanggup menonton televisi tanpa obat nyamuk bakar. Harga naik, sampai katanya orang batal bunuh diri hanya karena tidak sanggup membeli obat nyamuk cair. Kalau pisang goreng, jangan tanya. Tidak ada yang berani menjualnya.
Ketika warung pisang goreng kembali buka, kami tidak berani menanyakan harganya. Lama puasa makan pisang goreng, padahal dulu, hampir tiap sore, aku dan kakak-kakakku membeli pisang goreng. Masih ingat ketika akhirnya kembali makan pisang goreng. Saat itu kiriman baru datang, kakakku bertanya, setengah menyelutuk, "Berapa ya, harga pisang goreng sekarang?"
Akupun melakukan riset. Pergi ke warung pisang goreng di samping pasar, membawa uang sepuluh ribu. Harganya ternyata tetap sama, seratus rupiah perbiji. Tetapi ukurannya yang berbeda. Pisang yang dulu hanya dibelah, sekarang dipotong tepat di tengahnya. Hari itu, untuk pertama kali setelah beberapa bulan, kami kembali makan pisang goreng.
Pisang goreng rasa tepung.
Krismon, kata itu lalu muncul setiap hari dalam kehidupan kami. Kata yang begitu populer. Penjual ayam berkata krismon, karena tidak ada lagi bonus dua ceker kalau membeli ayam satu ekor. Tukang sate berkata krismon, karena jumlah tusuk satenya berkurang. Tukang Koran, sudah tidak ada kabar beritanya, karena krismon, harga kertas koran naik berlipat kali. Semua orang merasakan akibat naiknya dolar, bukan hanya si kaya, tetapi juga si miskin. Bahkan pengemispun merasakan imbasnya.
Semuanya datang bertubi-tubi. Ada kemarau panjang dengan kabut asapnya yang membuat jarak pandang hanya setengah meter. Tetapi menurut kami, jatuhnya pesawat karena menabrak gunung itu sebagai permulaan dari serangkaian bencana. Lalu ada kerusuhan. Orang berteriak, menyuruh Bapak Pembangunan itu turun tahta, padahal ia sudah menyiapkan sebuah dinasti. Akhirnya semua terbongkar, orang pura-pura kaget melihat sebuah keluarga mampu mengeksploitasi sebuah negara. Padahal sudah tahu sebenarnya, namun bertingkah seperti orang yang tanpa sengaja melihat cewek di kamar mandi. Berkata sambil menutup mata dengan tangan, “Maaf tidak melihat.” Padahal orang bisa melihat mata yang melotot itu dari sela-sela jari yang terbuka.
Kerusuhan itu membuat orang menjarah toko. Kemiskinan membuat manusia menjadi ganas. Sifat asli manusia baru kelihatan kalau sedang kelaparan. Tidak! Ini bukan masalah kelaparan. Orang kelaparan mengenyangkan perutnya dulu baru memperkosa. Mereka ini melakukannya karena memang dari dulu ingin, hanya tidak bisa. Dari dulu mereka ingin menyentuh orang yang kulitnya halus dan cantik.
Kemudian istilah krismon kurang pamornya. Ada istilah baru, sedikit-sedikit lengser. Pulang dari sawah bilang lengser. Pulang kantor bilang lengser. Apapun yang berhubungan dengan kata pulang, kecuali jago silat yang kembali ke gunung untuk bertapa, istilahnya lengser. Bapak Pembangunan itu yang membuat istilah ini terkenal. Tidak mau ia mengakui kalau terdepak. “Aku tidak terdepak, aku lengser," katanya. Anak sekolahpun berkata, “Mari kita lengser,” saat jam lonceng berbunyi.
Bahkan orang yang mau matipun berkata, “Aku mau lengser.”
Pemilu, aku ikut menjadi petugas KPPS. Sebenarnya tidak mau, tetapi ketua RT datang ke kos, aku tidak bisa menolaknya. Hampir terjadi kerusuhan kecil dua hari sebelum pelaksanaan pemilu. Saat itu semua petugas berkumpul di gedung pertemuan, ada penjelasan tentang tata cara pemilu. Waktu simulasi pemilu, semua berjalan lancar. Jam satu, makanan belum datang, orang mulai gelisah. Jam dua, makanan belum datang, orang mulai berteriak-teriak. Terjadi sedikit kekacauan, orang lapar keberatan petugas yang memimpin simulasi memberi penjelasan sambil menghisap rokok. Petugas itu marah, membuang rokoknya ke lantai lalu mengincaknya dengan kasar. Ia pergi begitu saja sambil membawa semua alat peraga.
"Itu sengaja," kata orang, "supaya pemilu ini batal."
Setelah makanan datang satu jam kemudian, acara berlanjut. Orang lain yang memimpin simulasi dan memperagakan tata cara pemilu tanpa alat peraga. Ia menjelaskan tentang kotak suara sambil menunjuk kotak bekas mie. “Ini juga anggaplah sebagai kertas suara,” katanya sambil mengangkat tutup bekas kotak makanan.
Aku juga ikut merasakan ketegangan saat penghitungan suara di MPR. Menonton siaran langsung pemilihan presiden itu. Gus Dus menang. Aku bisa melihat suasana panas di jalanan. Emosi ikut terbawa, siap-siap menyaksikan siaran langsung kerusuhan terbesar di negeri ini. Seorang reporter berkata, “Gus Dus menang, tetapi menyerahkan kekuasaan kepada Bu Mega.” Membuatku mengagumi kebesaran hati Gus Dur. Bukan masalah aku mendukung siapa, tetapi penampilan Gus Dur tidak terlalu meyakinkan sebagai presiden.
Orang yang ingin kucabik-cabik setelah itu adalah reporter yang menyampaikan berita itu. Paling tidak aku ingin menyumpal mulutnya.
Gus Dur pun bersafari. Sehingga ada istilah, negarawan, hartawan, ilmuwan dan wisatawan. Sama sekali tidak ada yang berani menyebutkan tokoh komik terkenal jaman dulu, Si Buta dari Gua Hantu.
Lalu ada ramai-ramai di Istana, katanya Gus Dur gembar-gembor duluan sebelum bertindak. Memberi orang kesempatan untuk melakukan manuver politik. Ia harus menyerahkan kekuasaan ke wakil presiden. Ada harapan baru di hati kami, mengingat kami marah ketika Gus Dur, yang ketika bersafari berkata bahwa Kerusuhan di tempat kami itu terlalu dibesar-besarkan. Orang yang sempat melihat kaki terkejang-kejang karena kepala yang terpotong merasa sakit hati. Ibu yang kata-kata indahnya pernah membuat para demonstran itu pulang, memberi kami harapan baru.
Tidak banyak perubahan, mulai ramai orang membakar maling ayam. Kalau sekarang zamannya mutilasi, dulu itu sempat ada zamannya bakar maling. Sedikit sedikit bakar; Sedikit sedikit bakar. Dan kami hanya bisa mendengar Malaysia sudah mulai bisa melepaskan diri dari krisis yang sebenarnya melanda negara Asia Tenggara.
Lalu beberapa bulan lalu, orang mulai ramai berteriak-teriak tentang krisis baru lagi. Katanya ini bukan krismon, tetapi krisis global. Aku tidak terlalu mengerti, tetapi katanya ini jauh lebih parah daripada krismon itu. Seperti awal krisis yang dulu, kami hanya berkata, "Itu urusannya orang-orang kaya, merekalah yang kena imbasnya."
Kami akan baru ketakutan setelah harga obat nyamuk menjadi 10000 rupiah dan pisang goreng bukan lagi dipotong empat, tetapi dipotong enam belas. Dulu kami menjawab, “harga cabe lagi murah,” kalau orang protes makanannya terlalu pedas. Nanti, kalau orang bertanya, “Mengapa kalian membakar hidup-hidup maling singkong?” maka kami akan menjawab, “Karena harga bensin lagi turun.”
- anakpatirsa's blog
- Login to post comments
- 4895 reads
@anakpartisa: >= 1
hello AP, comment dikit ah...
"tidak ada kitab suci dan UU
yang melarang org berpenghasilan lebih dari satu"
kata : Tung Desem Waringin...
nah.... mungkin bisa untuk meng-antisipasi krismon....
___________________________
giVe tHank’s wiTh gReaTfull heArt
www.antisehat.com
@AP lebih parah krismol
Betul sekali setelah krismon, kemudian krisis global, perang Israel-Palestina baru baru ini.Apa yang terjadi? Terlebih parah bila krismol juga muncul yaitu krisis moral: mode pakaian yang mempertontonkan auratnya,kawin cerai ala celebrity,kekerasan dalam rumah tangga, perselisihan antar agama, gereja dibakar, perpecahan gereja. Apa persoalannya?Agama sudah menjadi kegiatan yang rutinitas saja, tidak ada kasih diantara sesama, kasih mula-mula kepada Tuhan sudah suam-suam kuku. Tepatlah bila tema Natal 2008 y.l di gereja saya:Kasih Allah melanda umatNya. Dimana kasih Allah mengalahkan dunia, ketakutan, krisis dan memberikan kemenangan bagi siapa saja yang mengasihiNya.Amin