Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Komunikasi Nir-kekerasan
Lihatlah gambar ini. Berapa banyak kata yang terpampang pada gambar itu? Kalau Anda hanya melihat satu kata pada setiap gambar, maka Anda perlu melihat dengan lebih teliti. Kalau Anda masih penasaran, simak terus tulisan ini untuk tahu apa saja kata dalam gambar itu.
Gambar ini ditunjukkan oleh Wendy. Dia adalah fasilitator dalam pelatihan "Strengthening Peace Education Training Skills" yang diselenggarakan oleh Mindanao Peacebuilding Institute di Davao, Filipina selatan, 21-25 Mei 2012. Saya beruntung bisa ikut pelatihan ini.
Dengan gambar ini, Wendy ingin menunjukkan bahwa cara pandang individu itu bisa berbeda-beda. Ada partisipan yang langsung bisa mengenali kata yang satu, tapi ada partisipan yang langsung mengenali kata yang lain. Orang yang bekerja di wilayah perdamaian akan menghadapi kenyataan bahwa cara orang memandang terhadap satu masalah bisa berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam variabel seperti nilai, pengalaman, kepentingan, struktur sosial, tingkat pendidikan dan lain-lain. Meski demikian, perbedaan itu diharapkan tidak menghambat dalam upaya menciptakan perdamaian.
Untuk menyiasati agar perbedaan tidak menjadi hambatan, maka partisipan perlu membekali diri dengan ketrampilan mikro yaitu ketrampilan mendengarkan dan seni bertanya. Ketrampilan ini adalah bagian darinon-violence communication (komunikasi nir kekarasan dalam peace building).
Dalam waktu 10 detik, hitunglah jumlah berapa huruf "f" pada kalimat berikut ini!
"finished files are the result of years of scientific study combined with the experience of many years."
Anda menemukan berapa huruf? Dua? Itu yang saya temukan saat membacanya secara sekilas. Lalu Wendy menayangkan lagi tulisan itu lebih lama. Saya menemukan empat huruf "f". Apakah hanya ada empat? Tidak. Jumlah sebenarnya ada enam huruf "f". Mengapa sampai ada huruf "f" yang tidak terhitung? Karena huruf "f" itu terdapat pada kata "of." Kita cenderung mengabaikan kata ini.
Dengan aktivitas ini, Wendy ingin menunjukkan bahwa dalam berkomunikasi, manusia itu cenderung selektif dalam memilih pesan. Mereka hanya mau menerima pesan yang diinginkannya. Manusia cenderung mengabaikan pesan yang tak dibutuhkannya. Padahal bagi orang lain, barangkali pesan yang diabaikan ini justru adalah pesan yang penting. Untuk itulah dibutuhkan ketrampilan mendengarkan sehingga kita bisa mengetahui maksud dan keinginan orang lain. Mendengarkan itu bukan sekadar berdiam diri sembari menunggu kesempatan untuk berbicara. Mendengarkan adalah upaya untuk memahami makna atau maksud yang hendak disampaikan oleh orang lain.
Apabila informasi yang didapatkan dari mendengar itu belum cukup, maka seseorang dapat menggali informasi dengan lebih dalam dengan bertanya. Tujuan bertanya bukan untuk memojokkan atau sekadar menguji pengetahuan seseorang. Bertanya adalah untuk memperjelas sesuatu yang hendak kita pahami. Ada beberapa prinsip dalam seni bertanya. Hendaknya kita mengajukan pertanyaan yang:
- Berasal dari niat tulis untuk mengetahui
- Langsung atau tidak berputar-putar
- Sederhana
- Terbuka. Maksudnya bukan pertanyaan yang hanya meminta jawaban tertutup:"ya" atau "tidak."
- Menggali informasi
- Memunculkan pikiran kreatif
- Mendorong refleksi-diri
- Memicu pikiran kritis
- Mendorng untuk bertindak
Dalam mendengarkan orang lain, kita tidak hanya menyimak informasi auditif berupa ucapan-ucapan verbal, tetapi juga mengamati perilaku non-verbal berupa bahasa tubuh orang lain. Untuk itu, Wendy mengajak partisipan melakukan aktivitas "tebak profesi."
Partisipan dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok menunjuk satu orang yang akan menjadi penebak. Anggota kelompok yang lain akan menjadi aktor yang memperagakan gerak-gerik tertentu. Wendy lalu menunjukkan tulisan sebuah profesi. Setelah itu setiap kelompok berusaha memperagakan gerak-gerik dari pekerjaan tersebut. Mereka tidak boleh berkata-kata. Penebak dari setiap kelompok harus berlomba menebak profesi tersebut.
Di dalam komunikasi ini ada dua hal yang dapat menyebabkan konflik yaitu kesalahpahaman (misunderstanding) dan ketidaksepahaman (disagreement). Kembali pada gambar ilusi-optis di atas, ketidak-sepahaman dapat terjadi karena perbedaan cara pandang. Ada yang membaca "Teach", tapi ada yang membaca "Learn." Keduanya melihat gambar yang sama namun membaca tulisan yang berbeda. Pada gambar lain, ada yang bersikukuh membaca "Me", tapi pihak lain ngotot kalau membaca "You." Keduanya sama-sama benar, tapi sama-sama tidak melihat secara utuh. Demikian juga pada gambar berikutnya, yang selain "Optical" juga terdapat tulisan "Illusion."
Di dalam lingkaran konflik, ada lima elemen yang terlibat yaitu hubungan (relationship), nilai (value), struktur, data dan kepentingan. Perdamaian dapat tercipta kita mampu menciptakan alternatif-alternatif kreatif yang dapat memenuhi harapan para pemangku kepentingan. Jika harapan mereka terpenuhi, maka mereka akan mendapatkan kepuasan. Ada tiga jenis kepuasan yang didapatkan di dalam proses ini, yaitu kepuasan prosedural, kepuasan psikologis dan kepuasan substantif.
Usai makan siang, partisipan melakukan aktivitas "situasi sulit" (dificult situation) yang dikemas seperti acara kuis di televisi. Partisipan dibagi menjadi empat kelompok. Setiap kelompok harus menjawab lima pertanyaan yang berkaitan dengan situasi sulit yang biasanya dihadapi oleh fasilitator. Caranya, begitu aba-aba diberikan, tiap kelompok mengambil satu pertanyaan. Mereka mendiskusikan jawabannya, menuliskan jawaban pada lembaran kertas lalu menempelkan pada kertas plano di depan kelas. Setelah itu mengambil pertanyaan berikutnya. Kelompok yang paling cepat menyelesaikan tugas mendapat nilai tertinggi. Nilai ini kemudian digabung dengan nilai dari setiap jawaban yang ditulis oleh kelompok.
Hari ketiga dalam pelatihan ini diakhiri dengan topik Gaya Belajar (Lerning Style). Manusia mempelajari sesuatu dengan gaya masing-masing. Ada yang belajar secara visual, ada yang belajar secara auditif, ada pula yang belajar secara kinestetik. Sebagai contoh, ada meja knock-down yang harus dirakit. Orang yang belajar secara visual segera melihat gambar petunjuk perakitan, lalu segera merakitnya sesuai gambar itu. Orang yang bergaya auditif akan membaca kalimat-kalimat petunjuk secara seksama, kemudian merakit sesuai dengan petunjuk itu. Sedangkan orang yang bergaya belajar kinestetik langsung merakit meja itu tanpa membaca atau melihat petunjuknya.
Wendy membagikan selembar kuisoner untuk mendeteksi gaya belajar setiap partisipan. Setelah menjawab pertanyaan, didapatkanlah nilai yang menunjukkan gaya belajar. Apa gaya belajar saya? Saya bergaya belajar visual. Hal ini konsisten dengan kuis lain yang saya ikuti beberapa tahun sebelumnya. Untuk belajar sesuatu, saya lebih banyak memasukkan informasi melalui mata.
Tujuan topik ini adalah untuk menunjukkan bahwa manusia belajar dengan berbagai cara. Untuk itu, partisipan perlu merancang pembelajaran yang memberi kesempatan kepada ketiga gaya belajar ini. Di dalam pendidikan perdamaian, sebaiknya tidak hanya dengan memberikan ceramah (untuk pembelajar auditif), tetapi juga dengan menunjukkan (tipe pembelajar visual) serta memberi kesempatan kepada partisipan untuk melakukan (tipe belajar kinestetik).
...........................................
Baca juga:
- Catatan Perjalanan: Kesasar di Singapura
- Peace Building Training Note
- Catatan Pelatihan “Peace Building” (1)
- Peace Zone di Filipina | Catatan Pelatihan “Peace Building” (2)
- Melongo di Davao
- Menyerap Metode Partisipatif dalam Pelatihan Peace Education
- Menyemai Perdamaian Batin [Oleh-oleh dari Filipina]
- Belajar Tentang Prinsip Belajar Orang Dewasa
- Komunikasi Nir-Kekerasan
- Masuk Zona Ketidak-Nyamanan
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 5584 reads