Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ketika Hujan Turun
Sudah beberapa hari ini hujan tidak turun di kotaku. Udara panas membuat butiran keringat harus selalu kuseka dengan tisuku yang menipis persediaannya dengan cepat. Ruang kantor yang AC nya jarang dinyalakan semakin menambah lengkap lengkingan kerinduan akan tetes hujan yang biasanya akan datang ketika suhu yang lembab membuat gerah seluruh tubuh. Kipas angin menjadi andalan di tengah situasi ini. Tetapi al hasil kepala jadi pusing separuh karena terpaannya.
Lain di kantor, lain pula di lingkungan rumahku. Setiap pulang kerja tidak pernah kudapati lingkunganku dalam keadaan sepi. Anak-anak bermain dengan girangnya. Suhu panas justru menjadi tantangan bagi mereka untuk tetap berpetualang. Ada yang bermain perosotan di atas gundukan pasir yang siap dijadikan sebuah kamar oleh pemiliknya. Ada pula yang sibuk memetik daun-daun di halaman rumahku. "Mau masak, Tante." Begitu katanya ketika kutanya untuk apa daun itu mereka petik. Miris sebenarnya melihat daun-daun itu dipetik. Tetapi keceriaan mereka mengalahkan rasa emanku terhadap daun-daun itu. Ya, cuaca cerah membuat mereka bebas berkeliaran di luar rumahnya, bahkan ada yang sampai terlewat batas. Bermain sampai ke tempat yang sudah tidak bisa diawasi orang tuanya.
Hari ini, ada kesejukan di kantorku. Tidak ada lagi suhu panas yang membuat gerah. Kipas angin yang berputar serasa seperti AC yang begitu dingin. Wah, ada suara yang selama ini kurindukan, ya, tetesan hujan. Walaupun nantinya aku harus pulang tanpa memakai jas hujan karena tidak kubawa dan memang telah rusak, tetapi aku tetap senang. Aku pulang dengan berhujan ria, seperti film-film India he he he .... Hujannya tidak terlalu deras, jadi bukan merupakan pemandangan aneh jika aku mengendarai motorku tanpa menggunakan jas hujan :)
Tetapi, ketika tiba di lingkungan rumahku. Ada suasana yang aneh. Apa ya? Hmmm ... baru aku tahu setelah kuparkir motorku di garasi rumah. Tidak ada anak-anak di atas gundukan pasir itu. Tidak ada juga dua gadis kecil yang hampir setiap hari memetik daun di halaman rumahku. Dan, tidak ada orang tua yang bertanya, "kamu lihat anakku gak?" karena tiba-tiba anak mereka lepas dari pengawasan. Ya, sepi sekali. Mereka semua ada di dalam rumahnya, dekat dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Saat hujan turun, tidak ada satupun yang berkeliaran di luar rumah. Semua berada di tempatnya masing-masing karena jika mereka nekat bermain di luar rumah, mungkin saja kesehatan mereka dapat terganggu. Paling tidak mereka tidak akan kedinginan.
Tiba-tiba aku terkagum. Di tengah sepinya lingkungan rumahku dari suara anak-anak, aku mendapatkan sebuah pelajaran.
Mengapa Tuhan juga mengijinkan hujan terjadi dalam hidup anak-anak-Nya. Terkadang bahkan bukan hanya hujan air, tetapi mungkin juga hujan badai, hujan batu, atau hujan apapun itu.
Paling tidak aku dapat melihat bahwa setiap hujan dalam hidupku membawa aku semakin dekat pada-Nya. Saat hujan datang, aku tahu ke mana aku harus berlindung. Saat hujan badai datang aku tahu aku tidak boleh "berkeliaran" tetapi harus ada di dekat Bapaku. Saat hujan datang aku yakin Bapaku tetap mengawasiku. Dan saat hujan datang akan ada pelangi dan tidak akan selamanya hujan itu akan terus turun. Ada saatnya akan panas kembali.
Hari ini, ketika hujan turun, aku begitu bersyukur akan setiap hujan yang turun dalam hidupku. Terima kasih Bapaku!
- Love's blog
- 5357 reads
Bila Hujan Turun
KETIKA BADAI DATANG...
iya juga sih tapi terkadang
iya juga sih tapi terkadang kita tidak ad yang memikirkan itu lagi,,,yah walaupun agak bingung,,,tapi aku tau maksud nya,,,m'mang aku harus banyak buka disini...