Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Kemampuan Untuk Merasa Terhibur
Kecenderungan manusia ketika berkumpul adalah saling berbagi cerita. Satu atau dua di antara mereka bisa menjadi kawan yang populer di tengah komunitas-komunitas kecil, ketika berhasil menggali dan menuangkan imitasi peristiwa-peristiwa yang menjadikan lingkungannya terkesima, terhibur, dan bukan tidak mungkin terbahak ngakak.
Kemampuan untuk mengggali dan mendapatkan sesuatu yang menarik di balik sebuah peristiwa atau benda, yang kemudian menjadikan kita menjadi lebih bijak, adalah sesuatu yang perlu diteruskan dan dipupuk. Dimana saja kita berada, di warnet, di warteg, di pertemuan-pertemuan lingkungan atau komunitas, di sela cofee break seminar, orang-orang saling menukar cerita. Bercerita tentang apa saja, tentang MARKUS, tentang SUSNO, tentang KORUPSI, tentang PILKADA, tentang PARTAI, tentang
AGAMA, tentang PENDERITAAN, tentang naiknya HARGA BESI, tentang
SEKOLAH YANG MAHAL, tentang OTAK TENGAH, dan tentang
apa saja kegiatan sehari-hari atau tentang Komunitas Kristen SABDA Space dengan blogger-bloggernya yang aneka rupa warnanya itu.
Untuk semua itu dibutuhkan fenomenon, yang dibutuhkan ternyata tak cuma full konsentrasi, tapi juga sikap yang bijak disamping sense of humor yang tinggi. Untuk itu diperlukan kecakapan structuring mind yang baik di mana kita perlu menyiapkan kejutan-kejutan menggelitik.
Erich Fromm seorang psikolog kelahiran Jerman berpendapat, bahwa supaya bisa berproses kreatif sebaiknya manusia memiliki capability to be puzzled, terjemahan bebasnya kira-kira KEMAMPUAN UNTUK TERKESIMA setiap melihat peristiwa atau benda apa saja.
Terkesima itu tidak mudah karena kita harus lebih giat melihat dan memberi tanggapan pada objek-objek di sekitar, agar ketika kita hendak bercerita tentang peristiwa atau benda itu, bangunan laporannya akan komplet, jelas, dan konstruktif. Hipotesisnya dari sang ahli jiwa itu karena dunia tutur kita sudah hancur. Fakta menjadi samar, antara kenyataan dan
keinginan sudah begitu sulit dipisahkan.
Zaman yang begini bising ini apakah manusia bisa menjadi lebih arif? Karena manusia untuk ke arah itu harus bisa dan perlu menyimpan ability to concentrate atau kesediaan untuk konsentrasi. Bahwa kearifan manusia perlu memiliki kemampuan untuk merasa terhibur atau bahasa kerennya karena terpeleset.... capability to be bwa ha ha ha........Apakah ini mudah dipelajari saat ini?
"Aku memandangnya, aku memperhatikannya, aku melihatnya dan
menarik suatu pelajaran." (Ams 24:32)
Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
- Tante Paku's blog
- Login to post comments
- 5012 reads
Its hard, sometimes...
Apakah Min kekurangan ability ini yah? Jika khotbah minggu (menulsikan ini, membuat Min sangat merasa bersalah)... Um, jika khotbahnya sudah ga bisa Min mengerti lagi, Min akan mulai mencabut kulit-kulit yang mengelupas di jari jari Min. Dan baru berhenti, jika khotbahnya mulai Min mengerti atau khotbahnya selesai.
Untung jari jari Min ga habis sampe saat ini, mengingat Min belajar mate fisika dan kimia bertahun tahun di sekolah.
Min, manusia bijak.
Min, bukan kekurangan ability tapi hanya tidak terbiasa menangkap peristiwa dengan sikap yang tidak tegang. Manusia bijak adalah mereka yang sedia willingness to be born everyday.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
I Wish
Min, bukan kekurangan ability tapi hanya tidak terbiasa menangkap peristiwa dengan sikap yang tidak tegang.
Hehehe. I guess so. But that is a bad habbit. Sanke sering menertawakan Min. (-.-)
I wish to be born everyday. (^.^)
Erich Fromm, Adam-Hawa dan Salomo
Eric Fromm setau saya yang membuka pintu masuk psikonal dan hubungannya dengan politik. Juga dia salah satu dari sedikit guru yang mau menyinggung soal kepribadian manusia dan relasinya dengan kisah Adam dan Hawa di Torah. Mungkin karena dia keturunan Yahudi.
Bukunya dia "Escape from Freedom" adalah tulisan yang membuat saya makin tertarik belajar psikoanal. Tapi bukunya yang berjudul "Psychoanalysis and Religion" menurut saya gagal dalam mencapai tujuan dia menulis buku tersebut, atau mungkin saya aja yang tidak menemukan jawaban di dalamnya.
Dari sekian banyak bukunya yang belum saya baca (dan mungkin gak bakal juga), saya masih bertanya2 gimana seandainya seorang pakar seperti dia mengupas kepribadian Salomo (toh dia mengupas adam-hawa dan hubungannya dengan self-consciousness sebagai human being). Salomolah yang menuliskan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia. Dia juga yang menuliskan soal "tidak ada yang baru di bawah matahari." Apakah Salomo memang mencapai puncaknya dalam memahami kehidupan atau memahami semesta, ataukah Salomo tidak memiliki/kehilangan capability to be puzzled? Kalo itu terjadi, apakah hasil tulisan atau kupasannya akan membuat saya terkesima? *Sigh*
Eric Fromm Salomo
Dalam pelbagai tulisannya, Fromm terlihat berupaya menjembatani kesenjangan pemikiran antara Marx dan Freud. Namun pemikirannya tidak hanya bersumber pada dua tokoh ini, latar belakang Yahudi dan perkenalannya dengan Buddhisme Zen setidaknya juga banyak mempengaruhi pemikirannya.
Sebagaimana Bani Israil yang bebal itu tidak juga menuruti apa kata para nabi yang diutus kepada mereka, suara Fromm pun seringkali nyaris tak terdengar dan tenggelam dalam hiruk pikuk kehidupan modern. Namun, bagi mereka yang mengerti dan menghayati, kata-kata Fromm seperti memberi cermin yang telak pada diri mereka. Seakan hendak tersungkur menyesali diri sebagaimana kaum nabi Yunus yang bertaubat dan meninggalkan berhala-berhala mereka.
"Tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari," (Pengkhotbah 1:9). Pernyataan yang dibuat Salomo ini menunjukkan kesadaran Salomo bahwa meskipun perubahan sementara terjadi dari hari ke hari, tidak ada sesuatu yang benar-benar baru atau di luar dugaan seiring terbit dan tenggelamnya matahari setiap hari.
Terkesima itu tidak mudah, demikian tentunya , isyarat Eric Fromm, sehingga ditulisnya The Creative Attitude yang menyarani kita untuk lebih giat melihat dan memberi tanggapan pada objek-objek di sekitar.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat