Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
KATA-KATA YANG SULIT TERUCAP
Pasti ia marah! Aku membayangkan wajah kusutnya menantiku di meja kerjanya, sementara saat ia berkali-kali meneleponku, tak sekali pun kujawab. Aku meninggalkannya saat istirahat makan siang tadi. Aku pusing. Pekerjaan tak kunjung rampung. Jeremy, rekan kerja sekaligus atasan, sejak pagi tadi mulai dilanda stress. Desain yang kukerjakan selalu tak memuaskannya. Padahal biasanya selera kami cocok. Aku ikut pusing.
Ia menelepon lagi. Tak kujawab lagi. Aku benar-benar lelah dan pusing. Hingga sore harinya aku merasa bersalah. Malamnya aku menyesal. Terpikir serangkaian ungkapan permintaan maaf untuknya esok pagi.
Besoknya aku kembali bekerja. Jeremy datang. Ia menyapa tanpa menyebut namaku. Wajahnya kecut. Aku bisa menebak perasaannya.
“What happened yesterday?” tembaknya.
Tanpa kurencanakan, serangkaian kata-kata muncul, serangkaian kata-kata pembelaan diri, bahwa kemarin aku bla-bla-bla karena bla-bla-bla, meskipun bla-bla-bla, aku masih bla-bla-bla, aku tidak menjawab telepon karena bla-bla-bla, bukan karena bla-bla-bla, jadi bla-bla-bla.... Intinya: aku tidak bersalah!
Aku tertegun setelah mengucapkannya. Mana kata-kata ‘maaf’ yang kupikirkan sejak tadi malam? Tapi kalau kuucapkan, berarti aku harus meralat pembelaan diri yang baru saja kuucapkan?
Jeremy mengucapkan sesuatu yang tak kuperhatikan, karena aku bengong di hadapannya. Lalu ia sudah melihat-lihat garapanku.
“This is nice.”
Aku melihatnya menarik salah satu kertasku. Nice katanya? Ohh, thank you! Aku lega. Aku membuka mulutku untuk menyampaikan terima kasih atas pujiannya. Tapi... ouw, lidahku rasanya kaku. Lagi-lagi aku bengong di hadapannya tanpa disadarinya. Lalu ia berkata lagi, “Thank you, Rya!”
Aku kalah! Orang ini, segala sesuatunya bisa dengan mudahnya diucapkannya. Baik waktu ia marah ataupun senang, ia tak segan-segan mengeluarkan isi hatinya. Bukan cuma itu. Ia tak menyimpan kesalahanku. Ia begitu mudah melupakan kejadian kemarin yang membuatnya kesal sampai pagi ini, namun begitu mendengar kata-kata pembelaanku, ia langsung berpikir sama: aku tidak bersalah. Kenapa aku tidak? Kusadari, saat membela diri tadi, itu karena aku masih menyimpan kekesalanku terhadapnya.
Jeremy masuk ke ruangannya. Lalu ia berteriak memanggilku, dan, “...bisa tolong ambilkan my telephone?”
Weeeks! Aku serasa ditelanjangi. Aku malu. Jeremy itu my boss. Tapi ia lebih sopan daripada aku. Aku berutang banyak padanya. Aku berutang tiga hal ini: maaf, terima kasih, dan tolong. Kenapa tak semudah ia mengucapkannya?
Jadi, tolong aku mengatasi hal ini. Maaf sudah merepotkan, dan terima kasih untuk membaca tulisanku (hmm, menulis lebih mudah daripada berbicara).
Belum ada user yang menyukai
- Rya A. Dede's blog
- 4247 reads
@ Rya.A.Dede
Di blog yang pertama anda menuliskan bahwa anda ngantuk.
Di blog ini anda tuliskan bahwa anda lelah dan pusing.
Terus di blog berikutnya nulis apa lagi ya?
jadi penasaran........
GBU
GBU
@hiskia22
bersakit-sakit dahulu dong...
@ Rya.A.Dede
Ga mau ah...enakan sehat...ditunggu ya bolgnya yang tentang sukacita.....jangan sakit melulu....apalagi sakit maag...ok?
GBU
GBU