Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Franky Sihombing: “…ku ketuk pintu-Mu”
Aku mau memaknai bahwa setiap tarikan nafas ini atau pun setiap kata yang keluar dari mulut ini, merupakan bagian dari olah jiwa dan bantin. Sehingga, apapun yang keluar, baik ucapan atau pun hembusan nafas adalah bagian dari aku yang manusia. Utuh menyatu, bukan terpisah-pisah. Itulah hakikat hidupku.
Aku terdiam, memandang kamu yang terbaring lemah, sedih, dan lusuh. Sudah 2 hari kamu masuk rumah sakit, karena ada masalah dengan pertumbuhan gigimu yang mengganggu lainnya. Dokter langgananmu akhinya merujuk ke rumah sakit itu untuk dioperasi. Jika tidak, maka kamu akan mengalami gangguan pada syaraf-syaraf otakmu.
Aku berdiri disebelahmu. Sedih, sedih sekali. Kupegang tanganmu dengan lembut. Kubelai rambutmu dengan kasih. Kuusap pipi manismu dengan hangat. Aku orang yang mencintaimu, aku terdiam tidak mampu berbuat banyak. Aku sedih, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku ingin sekali menggantikan dirimu, menggantikan untuk merasakan sakit itu, berbaring lemah sepertimu.
Kamu akhirnya mulai tersenyum, “Kenapa kok diam”, dia berkata lirih. Aku memandang wajahnya sesaat, kudekatkan bibirku ke keningnya, menciumnya, lalu berkata pelan, “aku mencintaimu”. Hanya kata itu yang bisa kukatakan. Hanya itu, itu saja, aku binggung.
Waktu terasa sangat lamban sekali bagi aku dan dia. Bahkan hembusan nafas kecilnya pun aku dapat mendengar.
Tanpa kusadari, air mata mulai menetes ke pipiku. Entah kenapa, jiwa dan batinku bergolak tak karuan melihat beban yang harus dia bawa. Aku mulai berdoa, dalam hatiku aku berkata, “Ya Bapa, aku hamba-Mu, aku membutuhkan-Mu, pegang aku Bapa. Aku mencitainya”. Entah kenapa, setelah doa itu aku aminkan, tubuhku terasa tenang. Rasa sejuk menaungi batin dan jiwaku. Aku bertanya, apakah Bapa datang melawat aku? Aku tidak tahu, aku hanya ingin merasakan nikmat itu, nikmat yang kurasa sebagai karunia doa. Dalam doaku, ku ketuk pintu-Mu, dan Kau bukakan.
dewi
- dewi's blog
- 5534 reads
hi