Seorang teman meneruskan email berantai kepada saya. Email asli konon berasal dari sebuah perusahaan alat komunikasi yang sedang menguji coba produk mereka. Mereka berjanji akan memberikan gadget terbaru dengan syarat si penerima bersedia meneruskan email tersebut ke enam alamat email yang lain. Sebagai bukti, maka dalam penerusan email tersebut juga harus mengirimkan copy carbon (cc) ke sebuah alamat email tertentu.
Saya hanya tertawa saja membaca terusan email ini. Dalam hitungan matematis, metode ini tidak masuk akal dan mustahil akan terjadi. Mari kita simak perinciannya. Pada orang pertama meneruskan email ini, maka perusahaan harus menyediakan 1 buah gadget kepadanya (lapisan I). Jika keenam penerima email meneruskan kepada enam alamat email lain, maka perusahaan harus mengeluarkan 6 gadget dari gudangnya (lapisan II). Ini masih mampu dilaksanakan. Jika email tersebut beredar lagi pada lapisan III, maka jumlah gadget berlipat menjadi 36 atau total 43 biji. Tapi jika sudah mencapai lapisan IV, angkanya melonjak menjadi 1296 buah. Jika sudah mencapai lapisan V, perusahaan harus menyediakan 1.679.616 gadget gratis.
Apakah hal seperti ini masuk akal? Perusahaan mana yang mau hara-kiri dengan menjanjikan gadget sebanyak itu? Ketika saya menghitung pada lapisan VI, program Excel menampilkan angka Hexa decimal karena angka yang biasa sudah tidak tertampung dalam sel tersebut.
Janji-janji yang diberikan nampaknya memang menggiurkan, tapi ketika kita diiming-imingi mendapatkan sesuatu dengan sangat mudah, mestinya kita malah harus curiga. Ingat, dalam ilmu ekonomi ada pepatah 'there is no free lunch' atau dalam bahasa Jawa 'jer basuki mawa bea'. Segala sesuatu ada harga yang harus dibayar. Warga kota besar tahu benar soal ini. Untuk kencing saja harus membayar. Padahal kalau di desa, kita cukup berlindung di balik pohon pisang, maka panggilan alam itu tergenapi.
Dalam situasi kehidupan yang semakin sulit, iming-iming mendapatkan sesuatu dengan mudah sangat sulit untuk ditolak. Kita sudah sering mendengar banyak orang yang tertipu dukun palsu yang berjanji melipatgandakan uang secara gaib. Mungkin di pikiran para korban pernah terbersit keraguan akan kebenaran janji ini, namun karena daya tarik uang begitu kuat, maka mereka menepiskan kebimbangan itu. "Toh, ada banyak orang yang ikut menyetor uang," batin mereka mencari pembenaran.
Terus terang, saya termasuk di antara korban penipuan. Waktu itu ada tawaran rumah yang sangat murah. Mereka menawarkan rumah tipe 36 hanya 30 juta saja. Promosinya dilakukan lewat gereja dan iklan di radio rohani. Meskipun semula saya meragukan kebenaran promosi ini, namun dorongan untuk segera memiliki rumah telah menumpulkan logika saya.
Saat itu saya berpikir, 'Promosinya 'kan dilakukan di gereja. Masa' sih orang Kristen menipu teman seimannya'. Meminjam istilah Josua, 'masa' jeruk kok minum jeruk.' Maka saya mengecek lokasi dan menentukan kapling yang saya kehendaki. Saya memilih lokasi di pinggir jalan masuk. Setelah itu saya mengecek keabsahan perizinan di kantor pemasarannya. Saya ditunjuki surat-surat izinnya. Pada saat yang bersamaan ada rombongan polisi yang tampaknya juga berminat mengambil kapling di sana. Maka keyakinan saya semakin kuat. Seandainya bermasalah, setidaknya ada polisi yang bisa diajak menggugat. Demikian pikir saya optimis.
Maka saya pun menguras tabungan saya dan meminta tambahan dari orangtua. Saya segera melunasi pembayaran uang muka sebanyak Rp. 15 juta rupiah, plus uang administrasi Rp. 250.000,- Setelah itu, kami menandatangani kontrak perjanjian pembangunan rumah.
Tanpa disangka, ternyata pembebasan tanah tersebut belum beres. Lokasi perumahan itu memanfaatkan tanah kas desa, dengan cara tukar guling. Ternyata pembebasannya tidak mulus. Lebih celaka lagi, pemerintah kabupaten tidak memberikan izin kepada pengembang karena lokasi yang digunakan adalah tanah produktif. Proyek perumahan itu akhirnya berhenti total.
Bersama-sama dengan konsumen yang lain kami sudah berusaha untuk mendapatkan kembali uang kami. Ada yang memakai cara kekerasan, ada pula yang memakai jalur hukum. Saya bersama teman-teman memilih cara kedua. Dengan bantuan Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Atmajaya, kami berusaha mendapatkan hak-hak kami. Kami pernah mengadakan pertemuan dengan pimpinan pengembang di Mapolda Yogyakarta. Dalam pertemuan itu, sang pimpinan menyerahkan sertifikat tanah. 'Silakan jual tanah dan hasilnya silakan bagi sendiri," kata si bos pasrah. Tapi urusan menjual tanah itu ternyata tidak mudah. Pengacara kami kesulitan mencari orang yang bersedia membeli tanah yang sangat luas.
Peristiwa itu sudah lewat lebih dari lima tahun. Saya sudah berhasil melepaskan diri dari kepahitan atas peristiwa itu. Bagi saya, uang 15 juta itu bukan jumlah yang sedikit. Saya mengumpulkan rupiah demi rupiah dari hasil royalti penjualan buku saya selama bertahun-tahun. Uang itu hilang karena saya terlalu bernafsu mendapatkan sesuatu dengan mudah. Ada istilah dalam bahasa Inggris: "It's too Good to be True." Ketika kita ditawari sesuatu yang sangat menggiurkan dan menyentuh nafsu dasar kita, semestinya kita berpikir kritis.
“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (1 Tesalonika 5:21)
__________________
------------
Communicating good news in good ways
perumahannya pak bantolo?
hehe.. saya jadi inget temen saya yang juga ketipu proyeknya pak bantolo di jl tajem masuk terus belok kanan. tapi teman saya sudah bangkit lagi dan sudah punya rumah buessaarrr nan baguss..
Betul, gara-gara Bantolo
Anda betul. Kok tahu kasus ini? Masalah ini sudah kami serahkan kepada Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH UAJY). Tapi kayaknya nggak diurus dengan sungguh-sungguh oleh PKBH.
Dulu, kami pernah melaporkan kasus ini ke Polda DIY. Kemudian polisi ngadakan pertemuan langsung atara para korban dengan Bantolo. Dia menyerahkan sertifikat tanah untuk dijual sebagai pengganti uang yang kami bayarkan. Sudah lebih dari 5 tahun, tidak ada tanda-tanda terang dalam kasus ini.
------------
Communicating good news in good ways
hehe... berkati saja si bantolo
pak pur, lupakan saja peristiwa indah itu. entah kenapa, semua usaha mengurus selalu deadlock. tapi, semua itu akan indah ketika sudah menjadi kenangan kan? tersenyum saja menyambut berkat-berkat baru yang melimpah. teman saya itu dulu juga geleng-geleng kepala. sekarang dia manthuk-2 mengerti cara Tuhan membuat yang kacau menjadi lukisan indah. rumahnya sekarang besar dan keren lah pokoke. saya saja "ngiri".. hehe..
kiranya Tuhan juga memberkati si bantolo itu saat ini. biar saja.. dia anak Tuhan juga, cuma agak nakal.
Tidak bisa melupakan
Saya tidak bisa melupakan peristiwa itu supaya bisa menjadi pelajaran bagi saya. Meski begitu, saya tidak mau larut ke dalam kekecewaan itu. Saya sih easy going saja. Soal tempat berteduh, saya sekaran sudah tidak perlu mikir lagi karena sudah ada meski bukan milik kami. Nanti kalau sudah tua, kami juga sudah disediakan rumah buat ngaso.
Emang betul, ini adalah pelajaran bagi saya yang telah disediakan oleh Tuhan.
------------
Communicating good news in good ways