Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dua Muka
Hari ini benar-benar aneh, lucu, sekaligus menyedihkan buat saya. Ada dua kejadian yang memaksa saya untuk berpikir keras, berargumen dengan diri sendiri, dan akhirnya menyerah kalah.
Kejadian pertama adalah ketika sore tadi seorang teman datang untuk mendamaikan saya dengan seorang teman yang lain. Saya menolak ajakan damai itu; saya bilang bahwa saya baru mau berdamai kalau "pihak sana" datang duluan pada saya. "Kalau dia mau datang ke tempat saya, oke, kita akan bicara dan menyelesaikan apapun yang perlu diselesaikan. Tapi kalau tidak, jangan harap saya akan datang duluan", begitu jawab saya pada ajakan teman saya itu.
Saya cukup percaya diri bahwa saya ada di pihak yang benar, setidaknya dalam kasus saya ini. Teman saya berargumen, "Ga pantaslah kalau dia yang datang duluan. Jabatannya jauh lebih tinggi dari kita, begitu pula umurnya. Kasih mukalah ke dia", tetapi saya menampik argumennya dengan berkata, "Terserahlah... whatever".
Selepas kejadian tadi, saya berjalan pulang. Di parkiran mobil, entah kenapa saya jadi berpikir ini dan itu karena kejadian barusan itu. Lalu tanpa sadar, ketika memajukan mobil dari parkiran, tanpa sengaja saya menyenggol mobil sebelah kiri saya. Bagian samping belakang mobil saya menyerempet bagian depan kanan mobil sebelah.
Dan sialnya, ada saksi mata yaitu petugas parkiran. Lebih sial lagi karena mobil yang saya serempet itu adalah mobil mewah yang harganya sekitar sepuluh kali lebih mobil saya; tidak terbayang berapa biaya yang harus saya bayar ke pemilik mobil itu. Singkat kata, si pengecut satu ini (baca: saya) melarikan diri, disertai teriakan dari si petugas parkir.
Di perjalanan pulang ke rumah, jantung saya berdebar-debar layaknya pencuri yang tertangkap basah. Saya berharap-harap agar si petugas parkir tidak menfollow-up kasus saya ini. Saya benar-benar pecundang. Mungkin jika ada perlombaan bagi para pecundang, rasanya saya akan jadi juara satunya.
Lalu entah bagaimana saya teringat pada suatu perumpamaan di alkitab; tentang seorang yang dibebaskan dari hutangnya, tetapi ketika dia bertemu dengan orang lain yang berhutang padanya, dia malah bertindak kejam sekali. Saya merasa tersindir oleh perumpamaan itu karena jelas sekali bahwa itulah saya. Ketika berbuat salah, saya berharap orang melupakan kesalahan saya, tetapi ketika dilanggar oleh orang, dan saya berada di pihak yang benar, saya benar-benar tidak kenal ampun alias belagu.
Selain tersindir saya juga merasa sedih. Ternyata inilah saya yang sebenarnya, seorang pengecut yang belagu. Kalau Yesus ada disini, Dia pasti kecewa pada saya. Dan sialnya, secara Dia itu Tuhan, kejadian ini pasti tidak luput dari mataNya.
Sekarang saya tahu apa yang perlu saya lakukan besok di kantor.
- moron's blog
- Login to post comments
- 5129 reads
Bunuh diri
Ketika menyadari keburukan diri sendiri, pilihan terekstrimnya adalah bunuh diri. Berhubung Anda belum sampai pada pilihan tersebut, berarti bagi Anda masih ada harapan :D
Moron: gampang...
Pilihlah menjadi orang yang paling suci dan orang yang tak pernah salah di dunia. Beres...
Aku serius...
Moron: gampang...
Pilihlah menjadi orang yang paling suci dan orang yang tak pernah salah di dunia. Beres...
Aku serius...