Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Double Esspresso - When I look Arround
Perbedaan.
Perubahan.
Mereka ada.
Aku melihat ke sekelilingku. Aku mengamatinya.
Kadang aku mengingatnya, mencoba mempertahankannya. Kadang sebelum aku menyadarinya, aku sudah melupakannya.
Matahari cukup menyengat pagi ini. Aku bisa melihat bias-bias yang muncul, pantulan sinar matahari pada meja di luar coffee shop. Sinarnya menyilaukan. Membutuhkan sedikit usaha untuk menyukai hangat dan sinar matahari, setelah berbulan-bulan terpesona dengan hujan dan segala suara yang dihasilkannya. Aku, Keira, disini membuat bercangkir-cangkir espresso. Tak puas dengan itu, aku membuat cookies-cookies yang menyita perhatianku berjam-jam. Beristirahat sebentar untuk menikmati kopi yang membuatku bisa berpikir waras. Haha. Oke, tidak lucu.
Kesibukkan itu, saat aku berpikir aku bisa melupakan beberapa hal sejenak, sejenak saja... aku malah mengulang-ulang itu semua dalam kepalaku.
Aku melihat kopi pekat itu mengepul, panas.
Espresso. Kopi yang dikonsentrasikan pekat. Sangat pekat. Aku terlalu amat menyukai kopi ini. Aku bisa merasakan citra rasa kopi yang sebenarnya. Walau aku menghabiskan bercangkir-cangkir setiap hari. Aku selalu menyukai kekentalan dan kelembutan yang terasa dilidahku. Manis yang pahit. Atau pahit yang manis.
'Pesan kopi?' Tanyaku.
'Boleh. Jangan pakai gula.'
Dia sudah duduk di sana cukup lama. Dan ini sudah cangkir yang ketiga. Tamu-ku sejak pagi ini. Aku melihat koran dan majalah yang dibacanya. Wajah yang lembut dengan garis-garis kasar di dahinya. Kulitnya coklat terbakar matahari. Berbeda dengan Hayden dan Glass. Dia datang dari mana? Menunggu seseorang?
Saat aku mengantarkan secangkir kopi dihadapannya. Dia menatapku dan tersenyum. Senyum yang maskulin, senyum yang bisa menenangkan hati banyak wanita. Seorang penakluk hati wanita yang lain? Aku menyadari, terlalu terlambat untuk menyesal saat membalas senyumannya.
'Datang untuk liburan?'
Dia mengangguk, mempersilahkan aku duduk.
'Aku tidak terbiasa langsung menerima tawaran pendatang baru, apalagi itu adalah seorang pria. Sorry.'
'Benar. Aku pendatang baru, dan tidak ada salahnya sekali-kali menerima tawaran orang asing yang menarik. Itu, kadang-kadang adalah ide bagus.'
Aku tertawa.
'Tetap saja, tidak, terima kasih.'
Aku merasakan tatapannya dipunggungku ketika aku melangkah ke coffee bar. Melihatku menyusun cookies-cookies itu dalam toples-toples yang lucu.
***
Ponselku berbunyi. Dengan cepat aku meraihnya dan menjawab panggilan itu. Aku menantikannya.
'Mau makan malam?'
'He-eh.'
'Siap-siap, sebentar lagi aku akan ke sana.'
'Kamu akan marah jika menungguku sebentar?'
'Tidak.'
***
Aku berusaha menyelesaikan pesanan tamu malam itu, baru meninggalkan coffee shop pada Hayden. Hayden membawa teman-temannya, mereka sama sama mempelajari musik. Hayden membawa mereka untuk memainkan musik mereka di coffee shop, beberapa malam ini. Aku setuju menyewa mereka. Semangat bekerja mereka menular padaku. Aku menyukainya.
Aku mengganti kaos dan jeasnku dengan satin. Benar-benar satin.
'Lady, enjoy your night...' Hayden menggodaku.
'Trust me, i will.' Aku menyerahkan kunciku padanya. 'Tutup bila tamu terakhir pulang. Dan take my room upstairs jika sudah terlalu malam.'
Dia berdiri disana. Tersenyum padaku. Aku melihat bekas cukur didagunya. Aku melihat gulungan lengan kemejanya. Aku berjalan padanya.
Dan seperti orang yang berjalan lalu lalang di trotoar jalan malam itu. Sambil menggenggam tanganku, ... berjalan, bercerita dan tertawa.
'Kamu tahu aku menyayangi kamu?' Tanyanya.
'Aku tahu, ... Glass.'
***
'Saya pesan steak, matang. Dan sup asparagus untuk nona ini.'
Pelayan itu mengangguk pelan, dan berjalan pergi.
'How is work?' Tanyaku. Menikmati minuman yang disediakan pelayan itu padaku. Anggur? Asam, aku kurang menyukainya. Namun, aku tidak meminta mereka menggantinya.
'Baik. Dan aku terikat dengan kontrak. Kontrak kali ini, tour ke negara yang berbeda. Asia. Enam bulan hingga satu tahun. Kamu orang pertama yang mendengarnya.'
'Aku tahu, makan malam ini istimewa.'
'Ouch, jangan menyindirku seperti itu. Aku memang ingin makan malam denganmu. Dan aku ingin memberitahumu, yang pertama. Ok?' Matanya menatap ke bola mataku. Serius. Pekat. Aku memalingkan wajah.
Suara penyanyi pria itu. Terdengar seperti terhalang sesuatu. Jauh, ke dalam. Ia mengakibatkan suasana restoran itu terasa sangat bergengsi, tenang.
'Kapan tour akan dimulai? Seluruh team akan berangkat?'
Dia mengangguk. 'Semuanya. Ini konser besar. Dan aku menuliskan naskah terbaik khusus untuk tour kali ini.'
'Aku tidak tahu kamu...' aku mengibaskan rambut panjang yang jatuh di pundakku. 'Maksudku, aku tidak tahu kamu terikat kontrak seperti itu.'
'Ini seperti misi Kei. Setiap kelompok memiliki misi, dan ini salah satu misi kami. Coba pikir, jika kami hanya bermain di sini. Terus begitu. Aku akan mengakibatkan kelompok ini lama-lama mundur dan semangat itu akan hilang.'
'Aku kurang bisa menerimanya dengan lapang dada, anyway.'
'Masih ada waktu untuk kamu berpikir, Keira. Ini makan malam. Sungguh. Nikmati sup mu. Nih, steaknya enak sekali.'
'Aku mau bagian yang tengah. Potong yang besar untukku.'
'Dasar rakus...' Dia tertawa.
Selalu ada perbedaan setiap saat aku bernafas. Saat jantungku berdetak. Deg deg deg. Cepat dan lambat. Walau aku merasa aku melanjutkan hidupku dengan sangat cepat. Dan perubahan itu tetap akan segera datang.
'Sedang memikirkan apa?'
'Diriku sendiri.'
'Haha. Aku sangat menyukai mukamu yang masam, entah kenapa.' Dia menyentuh wajahku.
'Cepat habiskan makan malammu. Aku akan mengajakmu berdansa.'
'Aku tidak bisa berdansa.'
'Ya, kamu bisa.'
'Aku tidak mau.'
'Oh, aku tahu kamu mau, dear.'
***
Sebelum terlalu malam ia mengantar aku tepat di depan pintu kamarku.
'Aku ingin kamu tinggal, Glass.'
'Maksudmu malam ini, atau mengenai tour itu?' Dia berbisik di telingaku.
'Dua duanya.'
'Terlalu rakus. Tidurlah.'
Aku mendengar pintu rumahku ditutup perlahan.
Aku mandi dengan air hangat. Sedikit berlari, melompat ke tempat tidurku.
Saatnya beristirahat. Biarlah aku tidak terburu-buru. Biarlah perubahan itu mendahuluiku. Aku akan bersabar. Aku akan beristirahat. Aku akan tidur membawa semua pikiran itu. Karena esoknya, itu akan kembali berubah. Dan aku tidak terlalu terkejut dan membenci itu semua.
'Kamu sudah sampai dirumah?' Tanyaku setelah ia mengangkat telepon.
'Masih meneleponku? Tidak bisa tidur?'
'Thanks untuk makan malamnya.'
'Maaf, Kei. Maaf. Karena kamu ikut terseret dengan semua rencanaku ke depan.'
'Terlalu terlambat, kamu tahu?'
Dia mengucapkan beberapa kata-kata. Terdengar samar-samar, aku tertidur? Aku pasti tertidur. Tidak perlu ada pertengkaran. Tidak perlu ada pintu yang dibanting. Dan aku tidak perlu menangis. Aku... mungkin besok aku sudah berubah.
***
'Keira, kamu masih disana...?' Glass tahu, wanita itu pasti tertidur.
'Kamu tahu? Aku tidak ingin kamu berubah..., Keira.'
------------------------------------------------------------------------------------------------
Ps. Wish u not lupain aku guys... Miss all. ^^ Waiting u all at the coffee shop.
- minmerry's blog
- Login to post comments
- 3563 reads
Rentetan Minnmery.
Saatnya beristirahat. Biarlah aku tidak terburu-buru. Biarlah perubahan itu mendahuluiku. Aku akan bersabar. Aku akan beristirahat. Aku akan tidur membawa semua pikiran itu. Karena esoknya, itu akan kembali berubah. Dan aku tidak terlalu terkejut dan membenci itu semua.
...................................................................................................
Dia mengucapkan beberapa kata-kata. Terdengar samar-samar, aku tertidur? Aku pasti tertidur. Tidak perlu ada pertengkaran. Tidak perlu ada pintu yang dibanting. Dan aku tidak perlu menangis. Aku... mungkin besok aku sudah berubah.
'Keira, kamu masih disana...?' Glass tahu, wanita itu pasti tertidur.
'Kamu tahu? Aku tidak ingin kamu berubah..., Keira.'
Setiap membaca Double Esspressonya Minnmerry seperti membaca sebuah novel yang berisi rentetan cerpen yang bisa menjadi plot yang utuh. Spesifik dan unik, bertolak dari cerita dan bukan tema. Seperti sketsa dengan lontaran-lontaran apa adanya yang memungkinkan untuk leluasa bereksperimen.
Itu dulu Min.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
Tante, as one of the...
Tante, kadang Keira takut perasaannya ga di tulis dengan baik, hingga pembacanya tidak mengerti atau jadi merasa sangat bosan. Hahaha. Entah mengapa, sangat menyukai penulisan seperti ini. Sangat terpesona dengan rentetan kata-kata yang "begitu saja"
Makasih tante, sebagai salah satu yang mengerti rentetan itu. Rentetan ini seperti satu tangga demi satu tangga. I even dun know on what floor i will choose to stop. This kinda addictive u know.
Thanks for understand my taste, my coffee even its not all bitter all the time.
Min : ada tiket PP buat anda berdua
<p>Jangan sampe karena mentang mentang udah nikah,...double esspresso nya ga menggigit lagi,..dan ga ada romantisnya lagi ya...hihihi </p><p>Jangan nulis terus dong,..bulan madu gih,...salam buat mr. Vantil.....</p><p>Ini aku kirimkan ticket pp ke Paris...( link nya aja untuk daftar,ya...daftar sendiri,..terus transfer sendiri,..hihihiiii)</p><p>Tapi,....btw,....double esspressonya masih oke,..kok,...seperti dulu dari awal,...( yang mebuat ku terkecoh kecoh....huh)</p><p> </p><p>Bye penganten baru,....</p><p><strong><br /></strong></p><p><strong>smiLe LOVE JeSuS CHRisT</strong></p>
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
Smile, Thanks for the smile
Salam dah disampein ama si Van, smile. ^^ Tuh disalamin balik dari Van.
Apa masi terkecoh sampe sekarang? Hahahaha.
Bulan madunya masih menunggu, smile. Pengen banget ke sunway lagoon, bali or redang island. Tunggu tiket gratis dari Babe di surga, hahaha. I like travel a lot. Dan mudah sangat sedih saat harus pulang kembali. Mungkin sekali-kali, akan menulis tentang Keira yang travelling? Who knows. Hehe.
Thanks for reading, Smile. Thanks for having my coffee. There will be always a seat for u.