Di Ambang Maut

Apakah kita takut mati? Pastinya sebagai anak Allah, justru kita
menantikan kapan akan bertemu dengan Bapa sejati kita. Kapan kita akan pulang? Dan
kapan Allah mengatakan ”cukuplah sudah, anak-Ku” kepada kita.

Aku tidak takut mati. Tetapi ketika
kuteringat bahwa kerap kali aku sebenarnya sedang berada di ambang kematian,
pori-pori di kulitku terasa terbuka dengan lebarnya. Entah itu karena aku takut
atau karena aku terheran-heran karena sampai hari ini aku masih hidup dan masih
bernafas. Tetapi ada kalanya juga aku
bertanya, kenapa aku tidak mati saja waktu itu. Kenapa Dia masih mengijinkan
aku hidup?

Banyak jawaban sebenarnya yang membuat aku bersyukur mengapa aku masih
hidup sampai saat ini. Tetapi aku
semakin bersyukur lagi ketika beberapa hari yang lalu perenunganku sampai pada
Mazmur 30.

Jika sampai saat ini aku masih hidup, walaupun pernah kulewati saat-saat
yang bagiku dekat dengan maut itu hanya karena jika aku hidup aku dapat
memuliakan Allah dengan mulutku. Aku hidup karena aku harus memuliakan Allah
melalui kehidupanku. Jika sampai saat ini aku masih bernafas itu agar dalam
setiap hembusan nafasku aku dapat mengucapkan syukur kepada Allah yang
berdaulat itu meskipun melewati bayang-bayang maut. Jika aku masih ada di dunia
ini itu agar aku tidak berdiam diri, akan tetapi pergi menceritakan semua
perbuatan-Nya padaku. Apapun yang terjadi dalam hidupku, di lembah terkelam
sekali pun, semuanya harus kuceritakan kepada semua orang, tentang bagaimana
Allah ada disetiap langkahku, dan di mana pun aku berada.

Ya, saat ini aku masih hidup bukan untuk meratapi semua kemalangan dan
kesedihanku, tetapi untuk memuliakan Dia yang selalu memberi kekuatan kepadaku.
Kiranya kita semua bisa memaknai setiap hembusan nafas yang Tuhan berikan
kepada kita sampai hari ini.