Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
DEAR DIARY
Waktu membereskan kamar, mataku melirik buku harian tahun 1996. Teringat kampung halaman, aku duduk di lantai, membacanya sekilas. Ada cerita yang kuingat lagi, cerita tentang adik yang juga teman berantem. Aku sedikit malu dengan tulisan "Dear Diary" yang menjadi pembuka. Panggilan "Ry" juga benar-benar memerahkan muka. Tetapi tidak apa-apa, semua orang pernah menjadi remaja.
Kamis, 24 Oktober 1996
Dear Diary
Beberapa menit lalu aku bangun tidur untuk mendengar berita yang tidak pernah kubayangkan sama sekali.
Ry...! Maria membangunkanku dan memberitahukan bahwa ibu saat ini sedang sakit keras di kampung.
Pada mulanya aku kurang memahami perkataan Maria, apalagi dia bercerita sambil menangis, setelah beberapa saat aku memahaminya dengan baik.
Ry...! Aku sama sekali tidak pernah membayangkan ibuku yang tercinta akan sakit keras.
Saat ini aku tidak bisa bercerita banyak padamu. Aku hanya berharap ibu akan segera sembuh.
Ry...! kemungkinan besar ibuku akan segera dibawa ke Palangkaraya ini, aku berharap ibu bisa segera Tuhan sembuhkan.
Aku tidak ingin kehilangan ibuku. Aku juga tidak ingin saudara-saudaraku kehilangan ibunya.
Selamat sore Ry...!
Aku masih ingat kejadiannya. Sepulang kampus, langsung tidur siang karena kecapekan berjalan kaki enam kilometer dan hanya mendapati dosennya tidak masuk. Tiba-tiba seseorang menerobos kamar seperti banteng mengamuk, lalu menangis sekeras-kerasnya. Saat menyadari itu kakak nomor tiga, aku tahu ada yang tidak beres di kampung. Terlintas, sesuatu menimpa si kembar. Sampai sekarang, aku masih belum mengerti mengapa mereka berdua yang terpikir. Mungkin karena mereka berdualah yang paling kecil.
Di sela isaknya, Maria berkata ibu sakit keras. Aku mendengar halilintar. Saat itu aku dan ketiga kakak perempuanku kuliah di Palangkaraya. Ibu sama sekali tidak pernah sakit keras. Di kampung, sakit keras hanya beberapa meter dari kematian. Satu-satunya jalan menyelamatkan orang sakit, cepat-cepat membawanya ke kota. Musim kemarau seperti saat itu, sungai begitu dangkal sehingga speedboat berguncang dan membahayakan si sakit. Cara paling aman hanyalah membawanya dengan perahu motor tempel kecil berkecepatan siput. Perlu tiga hari sampai di kota. Kebanyakan orang memilih ayah, ibu atau kakeknya yang sedang sakit tinggal di kampung saja. Perjalanan yang begitu berat seringkali berakhir dengan perahu yang memutar haluan karena ada yang meninggal di tengah jalan.
Jum'at 25 Oktober 1996
Dear Diary
Ibuku ternyata menderita usus buntu, penyakit tersebut hampir tidak mungkin diobati tanpa operasi, kecuali dengan perantaraan Tuhan.
Usus buntu yang diderita ibu sudah sampai tahap membahayakan, sebab ibu menderita mulai sekitar sepuluh hari yang lalu.
Penyakit tersebut juga pernah dialami oleh ayah, untunglah usus buntu ayah bisa sembuh tanpa operasi.
Ry..! Aku berharap ibu akan mendapat mujizat, sehingga penyakitnya bisa sembuh oleh Tuhan. Makanya hal ini kuserahkan kedalam tangan Tuhan.
Rencananya ibu akan dibawa ke Palangkaraya ini, menunggu obat yang akan dikirimi dari sini. tapi kami tidak berhasil mendapatkan obat tersebut.
Sekarang aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. tetapi aku yakin Tuhan akan menolong kami. Semuanya kuserahkan kedalam tangan Tuhan dalam nama Yesus Kristus.
Aku yakin ibu akan sembuh dengan pertolongan Tuhan.
Di kota, usus buntu tidaklah menakutkan. Di kampung yang terisolasi kemarau panjang, usus buntu berarti kesakitan luar biasa sebelum meninggal.
Sepuluh tahun lalu, ayah menderita usus buntu juga. Saat itu ia mengajar di kabupaten lain. Rumah sakit Palangkaraya belum bisa menangani usus buntu yang terlambat ditangani. Aku masih ingat, setelah mendengar kabar itu, ibu duduk di depan mesin jahit, memandang ke luar jendela. Sebulan kemudian, ayah membuat kami bosan dengan cerita perjalanan berhari-harinya sambil menahan sakit dekat lambung. Dengan bangga ia bercerita, usus buntu itu hilang dengan sendirinya saat mencapai ibu kota provinsi tetangga, Banjarmasin.
Ibu ternyata sudah menderita usus buntu sepuluh hari lalu. Ada yang datang ke kos sambil membawa secarik kertas kecil, kertas resep. Ibu baru bisa ke Palangkaraya kalau sudah minum obat ini. Jadi, dengan semua sisa persediaan uang akhir bulan, kedua kakak tertuaku berangkat ke apotik. Mereka berdua pulang dengan muka kusut. Apotekernya tidak mau menerima secarik kertas biasa dengan nama obat tertulis dalam huruf besar. Ia minta resep resmi. Walaupun kakak sudah mengatakan, "Tanpa obat ini, ibu kami pasti meninggal dalam perjalanan." Si apoteker tetap berkata, "Tidak."
Radiogram, kami semua tahu arti dan fungsinya. Setiap jam enam pagi dan sore ada Berita Keluarga. Kami ke stasiun RRI. Pesan singkat kami pasti terdengar di seluruh Kalimantan Tengah: "Kami tidak bisa membeli obat untuk Mamah, harus pakai resep dokter." Ayah, paman, tante dan adik-adik pasti mendengarnya. Kami semua sudah tahu aturan mainnya: Bila ada anggota keluarga sakit keras, jangan jauh-jauh dari pesawat radio. Hanya ada dua kemungkinan isi berita: Membaik atau meninggal.
Besok sorenya, seorang pengemudi speedboat datang dengan resep dokter. Resep sebelumnya hanyalah secarik kertas yang ditulis oleh operator telex. Pesan dari kampung cukup singkat: Ayah akan menunggu obatnya di dermaga besok sore.
Artinya, ada obat atau tidak ayah tetap menunggu di dermaga.
Kali ini apotekernya bersedia memberi obat. Untuk berjaga-jaga, kakak mem-fotocopy resepnya. Aku bisa melihat hidup seseorang sedang bergantung pada secarik kertas. Bahkan kakak yang seringkali sembrono, kali ini sangat berhati-hati dengan kertas yang ada cakar ayamnya ini.
Jum'at 25 Oktober 1996
Dear Diary
Ry...! ternyata yang sakit bukan ibu, tetapi adik kami Dein. Walaupun demikian ini tidak akan merubah kenyataan sebab tetap ada yang sakit.
Hanya kami agak lega, sebab Dein dapat dikatakan kuat untuk bertahan sampai bisa dioperasi. Kami memang agak lega sebab Dein dapat dikatakan akan selamat. Walaupun demikian penyakit adalah penyakit. kenyataan sekarang Dein sedang sakit keras.
Aku harap Tuhan segera menyembuhkan Dein dan aku yakin dengan pertolongan Tuhan Dein akan selamat.
Aku percaya kepada Tuhan dan kepada Yesus Kristus dan aku percaya akan kasih-Nya. Dein akan selamat dan sembuh. Aku yakin akan hal itu sebab Tuhan dengan perantaraan Yesus Kristus akan menyembuhkannya.
Aku tidak bisa menahan senyum membaca paragraph terakhirnya. Aku bertanya-tanya apakah memang aku yang menulisnya. Tidak pernah ke gereja, jarang membaca Alkitab tetapi begitulah. Mungkin aku benar-benar sedang kesurupan.
Berita itu melewati banyak tahap. Ayah minta bantuan orang yang kebetulan berangkat ke kampung tetangga yang ada orari-nya. Hanya pesan lisan untuk anak-anaknya yang di kota: Adik kalian Dein sakit keras. Entah bagaimana caranya, berita yang kami dengar: Ibu sakit keras.
Dein sakit bukanlah berita baik, tetapi jauh lebih daripada ibu yang sakit. Untuk pertama kalinya setelah mendengar kabar ibu sakit, kami bisa tertawa. Menertawai berita yang melenceng. Kami tidak bisa membayangkan ibu berhari-hari menderita di sungai. Sedangkan Dein masih muda, kelas 3 SMA. Kemungkinan ia bisa bertahan sampai di Palangkaraya jauh lebih besar.
Kamis, 30 Oktober 1996
Dear Diary.
Tidak ada kejadian penting untuk kuceritakan padamu selama seminggu ini, kecuali kami menerima surat dari Dein yang menceritakan bahwa penyakitnya agak berkurang.
Dengan demikian kemungkinan besar Dein tidak akan dibawa ke Palangkaraya ini untuk dioperasi. Bahkan beberapa hari ini kami tidak mendapat kabar apa-apa dari kampung.
...
Aku mengira hidup seseorang bisa tergantung pada secarik kertas. Ternyata tidak. Dein tidak pernah memakai obat itu. Kondisinya begitu parah ketika obat itu tiba. Dokter tidak berani memberikan obatnya. Ia baru berani bila kondisi Dein besoknya membaik. Ia menambahkan, "Percuma membawanya ke Palangkaraya dalam keadaan sekarang."
Aku baru tahu kejadian sebenarnya beberapa bulan kemudian. Malam itu, seorang menemui ibu. Dengan sedikit takut, ia minta ijin memberi akar-akaran kayu untuk Dein. Ia juga bercerita tentang kabar ayah yang mendatangi setiap speedboat yang merapat, bertanya apakah ada yang membawa kiriman obat. Ia juga bercerita tentang kabar yang ia dengar, dokter yang tidak berani memberikan obatnya.
Sudah lama ia mendengar Dein sakit, tetapi tidak berani datang dengan obatnya. Alasannya sederhana: Guru itu, seperti dokter, tidak suka obat-obatan hutan.
"Bapaknya Dein itu dulu guruku," katanya, "aku tidak berani mengajarinya."
Ibu hanya bertanya, apakah pakai jampi-jampi. Setelah tamu ini bisa menyakinkan kalau itu hanya akar pohon biasa, ibu membantunya merebus akar pohon itu.
Malam itu, untuk pertama kalinya Dein tidur nyenyak. Seminggu kemudian ia mengirimi kami surat, menceritakan kalau ia sudah sembuh, tetapi tetap berharap jadi melihat kota.
***
Tidak ada mujizat. Ini hanya cerita tentang ayah yang sabar menunggu obat untuk anaknya di dermaga. Ini hanya cerita tentang sopir speedboat yang tidak mau menerima bayaran atas titipan obat yang ia bawa. Ini hanya cerita tentang pria tidak lulus SMP yang datang takut-takut. Ini hanya cerita tentang keterisolasian kami.
Zion--blog lokal kantor--16 Oktober 2006
- anakpatirsa's blog
- Login to post comments
- 5469 reads
HAPPY BIRTHDAY ........ AP
Dengan sedikit takut, ia minta ijin memberi akar-akaran kayu untuk Dein.... tetapi tidak berani datang dengan obatnya. Alasannya sederhana: Guru itu, seperti dokter, tidak suka obat-obatan hutan.
Tanggal 2 Juli yang lalu, saya ke Bali, mengunjungi bu Dayu, seorang pegawai negri yang yang senang dengan tumbuh2an, dan menyelidiki kandungan yang terdapat di dalamnya.
Bercerita kepada M23, rencana mengunjungi bu Dayu, yang katanya dia sudah membuat ramuan herbal yang ampuh untuk kanker. M23 malah mengatakan, ada tumbuhan bernama "keladi tikus" itu bagus untuk kanker.. di Jawa juga banyak, kok malah cari di Bali?
Yeah, hal tanaman berkasiat, sampai sekarang masih suka menggunakannya, hampir tiap hari mbak saya selalu memarut dan memeras untuk mengambil sari kunyit putih untuk ku minum bersama madu, rebusan air daun sirih juga selalu tersedia untuk kumur2..
AP, tulisan anda selalu menarik untuk di baca, pinter sekali mengungkapkan setiap kejadian, mengalir..
Kejadian 13 tahun yang lalu, saat ulang tahun, menerima berita ibu yang terkasih sakit usus buntu, walau ternyata berita yang meleset, karena si dein yang sakit..
Hari ini di saat ulang tahun teringat kejadian itu lagi...
Happy Birthday AP..
@joli: Terima kasih
Terima kasih joli,
Dan terima kasih juga untuk titipan oleh-oleh yang dari Kalimantan.
Ap, i love the classic one
Ap, Ap, Ap,... happy bithday....!!!!
Ap, AP, Min suka ide ada paragraf diary diantara tulisan AP. Classic and so much original. Min boleh copy ide dan ilmunya? Hahahaha...
^-^
Ps. Min benar-benar ga kreatif untuk tulis comment, huk huk huk.
@minmerry
Terima kasih min,
Tentang copy idenya, he.. he.. itu tidak perlu. Seperti kata Pak Wawan, itu memang sudah gayanya min.
Nice story bro
Melihat tulisan yang ini, gayanya kok mirip tulisan minmerry. But nice story anyway. Usul: Pergulatan batin bapak yang sedang menunggu di dermaga tanpa kepastian dapat dieksploitasi dengan lebih kuat lagi. Bisa menciptakan atmosfer kegamangan, kalau perlu dijadikan sebagai suspense
------------
Communicating good news in good ways
@Pak Wawan
Terima kasih Pak Wawan,
Tentang kemiripan dengan cerita minmerry. Diary itu sendiri saya tulis ketika mungkin masih seumuran dengan minmerry, gaya khas remaja.
Paragraf penjelasannya saya tulis tiga tahun lalu di cikal-bakalnya SABDA Space. Sebuah blog lokal bernama ZION. Tulisan dalam diary sama sekali tidak saya edit, sedangkan paragraf-paragraf penjelasannya, sudah saya perbaiki lagi gaya bahasanya. Setelah tiga tahun, ternyata SABDA Space membuat saya banyak belajar. Sekarang saya bisa mengurangi penggunaan kata "yang" yang tidak perlu. Serta membuang kata bahkan kalimat "mubazir" menurut istilahnya Rosihan Anwar.
Tentang minmerry, harus kuakui, bukan hanya kemampuan menulisnya yang kukagumi, tetapi juga kemampuannya berinteraksi dalam blog.
Tentang pergulatan batin bapak yang sedang menunggu di dermaga, usul yang sangat berharga. Akan selalu saya ingat setiap kali menyiapkan tulisan-tulisan selanjutnya: Memilih mana yang perlu dieksploitasi dengan lebih kuat.
Mr. Wawan...
Benarkah mirip? Huahahaha... Dalam waktu sekejap, akan beredar gosip-gosip karena kemiripan ini... Hak Hak Hak.
^-^
Ultah AP
duh duh, kok bisa kelewatan ultahnya AP yah?? Met ultah buat anakpatirsa! Tulisannya emang selalu OK dalam bentuk cerita :)
6km jalan kaki buat ke kampus, wuih wuih, nggak capek sih bo'ong deh itu
@Rusdi
Terima kasih Rusdi,
Enam Kilometer... Sudah tahu kan keadaan di sana? Ke sekolah atau kampus menempuh jarak segitu masih standard, kan?