Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Baca "Kompas" Minggu Besok
Tajuk tersebut terdapat di harian Kompas, Sabtu, 7 April 2007 yang lalu di sebelah kiri halaman utama. Kala itu isinya mengenai ringkasan artikel lembar Kehidupan yang menjadi sajian Kompas edisi Minggu, 8 April 2007. Tak lupa pula disajikan nama tokoh yang akan ditampilkan lewat kolom Sosialita.
Mencermati hal tersebut, terlintas kata ironis di benak saya. Seperti telah kita rayakan bersama, Minggu, 8 April 2007 yang lalu adalah peringatan Paskah; peringatan kebangkitan Tuhan kita, Yesus Kristus. Kebangkitan yang melengkapi karya keselamatan itu pada dasarnya menjadi peristiwa penting dalam kehidupan orang-orang percaya. (Hanya sekadar penegasan, ketika kita menyebut frasa orang-orang percaya, konteksnya adalah orang-orang yang percaya kepada Kristus, menerima Kristus, murid-murid Kristus, hamba-hamba Kristus; jadi, bukan sekadar percaya saja.)
Mengapa ironis? Kalau kita perhatikan, sebut saja melalui harian yang sama, Kompas, ketika hari Minggu berkenaan dengan hari besar tertentu, harian nasional tersebut tidak pernah terbit. Namun, ketika Paskah tiba, kotak kecil yang menginformasikan tidak terbitnya Kompas tidak ada. Malahan yang ada ialah rangkaian kata yang tertulis sebagai tajuk tulisan ini.
Saya katakan ironis karena, meski mungkin juga tidak mutlak, kondisi ini dapat menjadi pertanda bahwa Paskah itu sekadar perayaan lain sebagaimana Natal -- bahkan kadang kalah semarak ketimbang Natal. Lebih parah lagi, Dia yang bangkit dan menang, sebagai Sosok yang kita peringati dalam Paskah, pada dasarnya lebih dianggap sebagai manusia biasa, sebagai guru moral belaka, ketimbang Tuhan dan Juru Selamat.
Tentu kita masih ingat hebohnya penemuan makam keluarga Yesus beberapa waktu lalu. Bahkan film dokumenternya, The Lost Tomb of Jesus, telah pula ditayangkan melalui Discovery Channel 4 Maret 2007 lalu. Bersama sejumlah hal lainnya, ini cuma ingin menunjukkan penolakan bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Ya, dunia memang beramai-ramai menolak kebangkitan Yesus.
Meski demikian, iman orang-orang percaya terhadap Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, bukanlah sekadar iman yang dapat dijelaskan secara ilmiah dan pasti. Kierkegaard sendiri menyebut iman itu bersifat subjektif. Namun, apa yang menjadikannya objektif ialah penyataan dalam Kitab Suci itu sendiri (Ibrani 11:1). Karena dunia terpaku pada sesuatu yang harus dilihat oleh mata, sesuatu yang dapat diraba dengan pasti, perihal kebangkitan Kristus pun menjadi sesuatu yang tidak masuk akal.
Karena dalam sudut pandang dunia penerimaan kita terhadap Alkitab dan segenap isinya adalah sesuatu yang berangkat dari diri kita sendiri, karena itulah disebut bahwa iman menjadi sesuatu yang subjektif. Tentu saja dunia tidak bisa memahami bahwa iman orang-orang percaya adalah anugerah dari Sang Bapa itu sendiri.
Kembali ke surat kabar tadi, Kompas, Minggu, 8 April hanya menempatkan berita Paskah di halaman 15. Meski lembar utama memampangkan sebuah foto Misa Prapaskah di Gereja Katedral Kristus Raja, Kabupaten Ende, NTT, porsi Paskah yang minim dapatlah disebut sebagai sikap bahwa Paskah memang tidak seistimewa hari besar lainnya. Malahan renungan Paskah dimuat pada Kompas, Sabtu, 7 April 2007.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi semua orang yang mengaku percaya. Sanggupkah kita berdiri teguh di tengah dunia yang menolak Yesus? Di tengah dunia yang lebih memercayai makam keluarga Yesus itu? Di tengah serbuan fiksi canggih yang dengan mudahnya mengguncangkan iman orang?
Kristus bangkit soraklah: haleluya!
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
- Indonesia-saram's blog
- 5771 reads
Sekadar Pembanding