Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Bab 8: Akhir Zaman: Aspek Sudah dan Belum
Bab 8
Akhir Zaman: Aspek Sudah dan Belum
Keunikan theologi Reformed keenam adalah tentang akhir zaman. Sebelum kita membahas tentang aliran-aliran theologi tentang akhir zaman, kita akan merenungkan dua hal penting, yaitu presuposisi tentang akhir zaman, dan tentang kedatangan Kristus.
8.1. Presuposisi Mengerti Akhir Zaman
Mengenai presuposisi dalam mengerti akhir zaman, kita harus mengerti ketegangan antara sudah (already) dan belum (not yet) di dalam theologia Paulus (paradoks). Ketegangan antara yang sudah dan belum dapat dimengerti secara berkesinambungan dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru. Artinya, kedatangan Kristus yang pertama telah dinubuatkan di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama dan telah direalisasikan dengan inkarnasi Kristus lalu kedatangan Kristus ini terus berlanjut sampai akhirnya Ia akan datang kembali kedua kalinya sebagai suatu kesinambungan sejarah Allah (History is His story). Selain itu, ketegangan antara yang sudah dan belum dapat dipahami di dalam hal keselamatan, yaitu, kita harus mengerti bahwa kita secara status sudah dikuduskan tetapi secara kondisi belum dikuduskan, karena kita menunggu pengudusan yang sempurna pada waktu akhir zaman. Di dalam hal keselamatan pula, kita harus mengerti bahwa secara status kita sudah diselamatkan karena Kristus telah menebus kita, tetapi di sisi lain, kita belum diselamatkan karena kita masih mengharapkan penyempurnaan (consummation) penebusan itu di dalam kekekalan.
Kegagalan dari tidak mengertinya konsep ketegangan antara sudah dan belum ini yaitu :
? Gagal melihat kekonsistenan dan kesinambungan sejarah Allah di dalam dunia menurut rencana-Nya yang berdaulat. Artinya, mereka yang menolak adanya ketegangan antara sudah dan belum ini juga sebenarnya sedang menolak konsep kesinambungan sejarah Allah dan tentunya juga menolak Allah sendiri yang Berdaulat, kekal, berencana.
? Mengabaikan apa yang Alkitab ajarkan tentang penginjilan (Matius 28:19-20) yang oleh beberapa kalangan “Kristen” liberal menganggapnya hanya berlaku pada saat itu oleh para murid-Nya saja dan tidak bagi kita yang hidup di zaman sekarang.
? Terlalu mementingkan kepentingan-kepentingan sekarang (materialisme, misalnya mengeruk uang untuk memenuhi kebutuhan sekarang) dan melupakan hal-hal di masa yang akan datang (yang bernilai kekekalan). Hal ini dianut oleh para “theolog” kemakmuran pada mayoritas gereja Karismatik/Pentakosta yang mengajarkan bahwa barangsiapa yang mengikut “Kristus” pasti kaya, sukses, sehat, tidak berpenyakit, bahkan tidak pernah digigit nyamuk. Hal ini akan berimplikasi baik eksplisit maupun implisit di dalam pandangan Akhir Zaman mereka: Dispensasionalisme (lihat penjelasannya di bawah).
Sedangkan, signifikansi mempercayai doktrin ketegangan antara sudah dan belum adalah :
? Kita dapat belajar dari sejarah kebenaran karena semua kebenaran adalah kebenaran Allah (all truth is God’s truth). Setiap sejarah kebenaran yang Allah izinkan terjadi tetap harus diuji berdasarkan Alkitab untuk selanjutnya kita pelajari. Contoh, kita dapat belajar etika dari filsafat Kong Fu-Tze tetapi tetap harus dihakimi dan diuji berdasarkan Alkitab.
? Kita harus dapat mengembangkan apa yang Alkitab ajarkan ke dalam bidang-bidang kehidupan, misalnya politik, ekonomi, filsafat, pengetahuan, seni, dll (mandat budaya) untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan, karena semuanya itu diciptakan dari Allah, oleh Allah dan bagi Allah (Roma 11:36).
? Kita memiliki pengharapan yang kuat dan pasti di akhir zaman bahwa kita akan bersama-Nya selama-lamanya meskipun di dalam dunia harus menderita aniaya. Contoh, meskipun Paulus dipenjara dan mengalami masalah di dalam pelayanannya, ia tetap percaya bahwa ia pasti bersama-Nya di Surga pada saat kedatangan-Nya yang kedua.
8.2. Zaman Akhir dan Akhir Zaman Serta Tanda-tandanya
Setelah mengerti tentang ketegangan antara sudah dan belum, marilah kita mengerti kedua istilah, yaitu antara zaman akhir dan akhir zaman. Zaman akhir adalah zaman yang berlangsung antara kedatangan Kristus pertama dan kedua. Dengan kata lain, kita yang hidup di zaman postmodern ini sedang hidup di zaman akhir. Lalu, akhir zaman berarti suatu momen di mana Kristus datang kedua kalinya. Mengenai akhir zaman, Kristus dan Alkitab sendiri menjelaskan prinsip dari tanda-tanda zaman yang akan terjadi, yaitu :
? Tanda-tanda zaman menunjuk kepada apa yang Allah telah kerjakan di masa lampau, selain menunjuk kepada masa depan.
Tanda-tanda zaman (Matius 16:3) menunjuk kepada kemenangan Kristus yang mengakibatkan suatu perubahan yang penuh makna dalam sejarah. Ini membuktikan bahwa Allah terus-menerus bekerja di dalam sejarah (bukti providensia-Nya), menggenapi janji-Nya, dan membawa sejarah kepada penyempurnaan akhir penebusan-Nya (consumation).
? Tanda-tanda zaman menunjuk kepada akhir sejarah, khususnya kepada kedatangan Kristus yang kedua.
Tanda-tanda ini tidak menunjuk kepada waktu yang tepat tentang kedatangan Kristus yang kedua, tetapi menunjukkan bahwa tanda-tanda zaman itu merujuk ke masa depan berdasarkan apa yang Allah telah lakukan di masa lampau.
? Tanda-tanda zaman menyatakan kontinuitas pertentangan antara Kerajaan Allah dan kuasa Iblis dalam sejarah.
Melalui Perumpamaan Tuhan Yesus tentang Lalang di antara Gandum yang akan dituai pada akhir zaman sementara sebelumnya mereka tumbuh bersama-sama, kita akan terus (berarti suatu proses) menjumpai pertentangan antara kuasa Allah dan iblis di sepanjang sejarah dunia. Di sinilah, tanda-tanda zaman akan terus menjadi saksi bagi pertentangan tersebut. Kuasa Allah yang sedang bekerja di dalam dunia ditandai dengan pemberitaan Injil kepada bangsa-bangsa, sedangkan bertumbuhnya kemurtadan, kedurhakaan, dan peperangan menandakan kuasa iblis dalam dunia. Dengan kata lain, pertentangan yang terus berlanjut ini menandakan dua hal, yaitu adanya kesabaran dan murka Allah sekaligus Kristus sebagai Juruselamat bagi anak-anak-Nya dan Hakim bagi mereka yang menolak-Nya.
Lalu, apa signifikansi mempelajari tanda-tanda zaman ini bagi orang Kristen dan sikap kita selanjutnya ?
? Tanda-tanda zaman menuntut keputusan.
Melalui tanda-tanda zaman, Allah terus memanggil manusia untuk percaya kepada Anak-Nya dan diselamatkan sesuai kehendak dan waktu-Nya. Hal ini tentu telah direncanakan oleh-Nya sebelum dunia dijadikan, bukan menunggu setelah Ia menciptakan manusia. Oleh karena itu, mereka yang tidak dipilih-Nya tidak memperhatikan (dan mengerti) tanda-tanda zaman, karena mereka tidak mendapatkan anugerah khusus, dan secara otomatis, mereka pun sedang menumpuk penghakiman bagi dirinya. Sedangkan, bagi mereka yang telah dipilih menjadi anak-anak-Nya (umat pilihan-Nya), meskipun mereka harus melihat tanda-tanda zaman yang menyesakkan dan mengerikan, mereka tetap percaya bahwa Allah mengontrol semua kejahatan dan pada akhirnya, Kristus pasti menang mengalahkan segala kuasa kejahatan dan kemenangan-Nya menjadi jaminan bagi kemenangan anak-anak-Nya juga.
? Tanda-tanda zaman menuntut ketekunan dalam berjaga-jaga.
Bukan hanya berharap akan kemenangan yang diraih, anak-anak Tuhan pun harus berjaga-jaga dan tekun menunaikan apa yang Allah telah percayakan kepada mereka (Matius 24:42).
Apa yang bisa mereka kerjakan? Pertama, hidup bertanggungjawab dan suci. Dengan hidup bertanggungjawab, mereka bukan sembarangan mempergunakan hidup, melainkan benar-benar mempertanggungjawabkan hidup yang telah dikaruniakan-Nya misalnya dengan mempelajari Firman-Nya, memberitakan Injil, mengasihi sesama dengan kasih Allah yang bertanggungjawab, dll. Dengan hidup suci (Roma 13:11-13), mereka tidak sembarangan hidup di dalam dunia yang berdosa ini, tetapi mereka tetap dapat hidup suci dan mengendalikan diri dari berbagai macam kesenangan dunia yang hedonis dan materialis. Kesucian merupakan kriteria agar anak-anak-Nya bisa bertemu dengan Allah di Surga. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa dalam menantikan kedatangan Kristus yang kedua, anak-anak Tuhan harus suci, seperti seorang pengantin wanita yang bersiap-siap (dan tentunya tidak bermain layang-layang dahulu atau bermain kelereng, dll) menunggu pengantin pria.
Kedua, rela menyangkal diri bagi-Nya. Di dalam berjaga-jaga, kita bukan hanya pasif menerima kenyataan bahwa kita pasti menderita demi mengikut-Nya, tetapi kita dituntut untuk aktif mengabarkan Berita Injil, meskipun penderitaan demi penderitaan yang pasti kita tanggung. Itulah harga yang harus dibayar sebagai pengikut Kristus. Mengapa harus memberitakan Injil ? Karena tanpa pemberitaan Injil, dunia kita bakal hancur. Apakah dengan pemberitaan Injil, dunia kita pasti tambah baik ? TIDAK. Pemberitaan Injil hanya menolong manusia sedikit lebih baik dari keburukan dunia. Jangan mengharapkan dunia semakin tambah baik, karena Alkitab menubuatkan bahwa dunia pasti rusak dan jahat (Efesus 5:16), tetapi dengan pemberitaan Injil, Allah yang Berdaulat akan bekerja memanggil sekelompok umat pilihan-Nya keluar dari kegelapan dunia menuju ke terang-Nya yang ajaib sehingga mereka yang telah dipanggil ini juga dapat mempengaruhi dunia sekitarnya lagi. Di sini, ada kontinuitas di dalam pemberitaan Injil. Kita memberitakan Injil agar beberapa anak Tuhan yang Ia cerahkan dapat bertobat dan kembali kepada-Nya, lalu orang-orang yang kita injili ini juga bisa mempengaruhi dunia sekitarnya bagi kemuliaan-Nya. Apakah menjadi saksi cukup dengan memberitakan Injil? TIDAK. Menjadi saksi, kita juga harus mengerjakan mandat budaya, yaitu berusaha dengan sekuat tenaga memengaruhi dunia dengan prinsip-prinsip Alkitab.
8.3. Cara Kedatangan Kristus Kedua Kalinya
Setelah kita peka terhadap tanda-tanda zaman, maka kita harus mengerti dengan cara bagaimana Kristus akan datang kedua kalinya. Untuk itu, dari pengajaran Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman, saya memperoleh pengertian tentang cara kedatangan Kristus yang kedua kalinya, sebagai berikut
? Pribadi: Kristus sendiri akan kembali secara pribadi (Kisah 1:11 ; 3:19-21 ; Filipi 3:20 ; Kolose 3:4)
? Kasatmata (visible): kalau kedatangan Kristus yang pertama bersifat kasatmata atau dapat dilihat, maka secara otomatis kedatangan Kristus yang kedua juga bersifat kasatmata/dapat dilihat (Wahyu 1:7).
? Penuh kemuliaan: kalau pada kedatangan Kristus yang pertama, Kristus hadir dengan penuh penderitaan (Yesaya 53:2-3 ; Filipi 2:7-8), sedangkan pada kedatangan Kristus yang kedua, Ia akan datang dalam kemuliaan (Matius 24:30 ; 1 Tesalonika 4:16 ; 2 Tesalonika 1:10 ; Kolose 3:4 ; Wahyu 19:16).1
8.4. Pandangan-pandangan Mengenai Akhir Zaman dan Tinjauan Theologis
Terakhir, kita akan membahas aliran-aliran theologi tentang akhir zaman. Di dalam theologi, kita mengenal adanya empat doktrin utama mengenai Akhir Zaman, yaitu Amilenialisme, Postmilenialisme, Premilenialisme (historis), dan Premilenialisme dispensasi (Dispensasionalisme). Dispensasionalisme ini nantinya dikembangkan di beberapa sekolah theologi di Indonesia (seperti: Sekolah Tinggi Theologi Injili Indonesia—STII) maupun di Amerika (Dallas Theological Seminary, dll). Perbedaan pandangan akhir zaman ini bersumber dari perbedaan tafsiran mengenai Wahyu 20 tentang Kerajaan 1000 Tahun. Apa yang diajarkan oleh masing-masing aliran ini?
1. Amilenialisme.
Amilenialisme adalah paham akhir zaman yang melihat Kerajaan 1000 tahun hanyalah simbol dan bukan dimengerti secara harafiah. Pandangan ini mengajarkan bahwa Kerajaan 1000 tahun itu adalah zaman di mana kita hidup sampai Kristus datang kedua kalinya. Zaman di Kerajaan 1000 tahun ini hadir, di situ pula Kerajaan Allah dinyatakan melalui gereja secara kelihatan dan anak-anak Tuhan (gereja yang tidak kelihatan) (Matius 12:28) bukan berbentuk teritorial/pemerintahan politis seperti impian para murid-Nya dahulu. Di dalam kerajaan ini, iblis masih bisa melawan, tetapi ketahuilah bahwa pengharapan anak-anak Tuhan tidak pernah luntur karena adanya serangan itu, karena Kristus pasti mengalahkan iblis secara sempurna ketika Ia datang kedua kalinya. Pada saat Kristus datang, tidak ada kematian, tidak ada air mata, tidak ada kertakan gigi, karena semua manusia pilihan-Nya diberikan tubuh baru untuk mendiami langit dan bumi yang baru. Doktrin ini juga mengerti Wahyu 20 bukan sebagai dua waktu yang berbeda, tetapi satu waktu yang sama dengan dua tindakan berbeda, mengangkat umat pilihan untuk menikmati Kerajaan Surga dan sekaligus mengangkat umat yang binasa untuk dihukum kekal. Secara ringkas, doktrin ini bisa digambarkan dalam urutan, yakni: milenium (kerajaan 1000 tahun terjadi antara kedatangan Kristus pertama dengan kedatangan Kristus kedua—saat ini) -> tanda-tanda menjelang kedatangan Kristus -> kedatangan Kristus kedua kalinya. Doktrin ini dianut oleh cukup banyak theolog Reformed, seperti Dr. Anthony A. Hoekema, Dr. Jay E. Adams, Dr. Herman N. Ridderbos, Dr. Geerhadus Vos, Dr. Louis Berkhof, Dr. Osward T. Allis, Dr. Abraham Kuyper, Dr. Herman Bavinck, dll.
2. Postmilenialisme.
Postmilenialisme adalah pandangan akhir zaman yang menafsirkan (Wahyu 20) bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya terjadi setelah atau post- Kerajaan 1000 tahun. Meskipun beberapa penganut postmilenialisme memegang pandangan milenium dalam arti harafiah yaitu 1000 tahun, kebanyakan para postmilenialis melihat seribu tahun lebih sebagai sebuah istilah figuratif untuk periode waktu yang lama (mirip dengan pandangan Amilenialisme). Postmilenialisme juga mengajar bahwa kekuatan setan akan secara berangsur-angsur dikalahkan oleh perluasan Kerajaan Allah di sepanjang sejarah sampai kedatangan Kristus yang kedua. Kepercayaan bahwa kebaikan ini akan berangsur-angsur menang mengalahkan kejahatan memimpin para pendukung akan postmilenialisme untuk menjuluki diri mereka "optimillennialists” sebagai lawan dari "pessimillennial” dari para Premilennialis and Amilennialis. Postmillenialisme dibagi menjadi dua, yaitu Revivalist Postmilennialism (juga Pietistic Postmillennialism) dan Reconstructionist Postmillennialism. Postmillenialisme Revivalis (Revivalist Postmillennialism) tidak melibatkan pandangan kehidupan sosial-politik seperti cara yang dilakukan oleh Postmillenialisme Rekonstruksionis (Reconstructionist Postmillennialism). Revivalist Postmillennialism melihat bahwa orang-orang Kristen seharusnya mengubah masyarakat dari bawah ke atas (hati dan pikiran manusia) lebih baik daripada dari atas ke bawah (institusi masyarakat politis dan sah) seperti di dalam Reconstructionist Postmillennialism. (http://en.wikipedia.org/wiki/Postmillenialism) Para theolog penganut paham ini di antaranya: Dr. Loraine Boettner, Dr. B. B. Warfield, J. Marcellus Kik, Norman Shepherd. Untuk melihat lebih jelas pandangan seorang postmilenialis, mari kita membaca pandangan Dr. Loraine Boettner (theolog Reformed dan penganut postmileanilisme) yang dikutip oleh Dr. Anthony A. Hoekema,
Kami mendefinisikan postmilenialisme sebagai pandangan tentang hal-hal akhir zaman, yang mempercayai bahwa Kerajaan Allah sekarang ini sedang terus diperluas melalui pemberitaan Injil dan pekerjaan Roh Kudus di dalam hati orang-orang, sehingga seluruh dunia pada akhirnya akan dikristenkan, dan setelah itu Kristus akan kembali di penutupan masa penuh kebenaran dan damai yang panjang, yang disebut sebagai “Millenium.”...2
Apa kesalahan dalam pandangan ini?
Kesalahan utama dalam ajaran ini terletak pada optimisme fatal seorang postmilenialis akan dunia yang semakin baik. Boettner mengatakan, “seluruh dunia pada akhirnya akan dikristenkan, dan setelah itu Kristus akan kembali di penutupan masa penuh kebenaran dan damai yang panjang”. Alkitab dengan jelas mengajar bahwa dunia bukan semakin baik, tetapi semakin jahat (2Tim. 3:1, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.”) Dunia yang katanya semakin maju, mengutip pernyataan Pdt. Sutjipto Subeno, sebenarnya hanya satu sisi yang semakin maju, yaitu teknologi, selebihnya, iman, moralitas, etika, kerja, dll, semakin menurun. Dengan mengetahui bahwa dunia akan semakin rusak, maka janganlah kita berpegang pada hal-hal dunia yang bersifat fana ini, tetapi berpeganglah dan berimanlah pada Allah dan firman-Nya karena Allah dan firman-Nya itu kekal adanya. Rasul Yohanes menulis di dalam 1 Yohanes 2:17, “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” Rasul Petrus menambahkan penjelasan ini, “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal. Sebab: "Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur, tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya." Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu.” (1Ptr. 1:23-25)
Kesalahan kedua, yaitu menolak prinsip predestinasi. Dr. Boettner sebenarnya adalah theolog Reformed yang memercayai predestinasi Allah di dalam keselamatan, tetapi entah mengapa ketika mengajarkan tentang akhir zaman, beliau mengajarkan hal yang bertentangan dengan predestinasi yang diajarkannya sendiri. Perhatikan pernyataannya, “seluruh dunia pada akhirnya akan dikristenkan,” Kalau seluruh dunia dikristenkan, berarti tidak lagi prinsip pemilihan Allah (dan otomatis, penolakan Allah kepada beberapa orang sisanya). Prinsip inilah yang mengakibatkan banyak gereja yang mengklaim diri bertradisi Reformed, tetapi malas memberitakan Injil. Mengapa? Karena jika seluruh dunia dikristenkan, untuk apa lagi menginjili?
3. Premilenialisme historis.
Menurut Premilenialisme, kedatangan Kristus yang kedua kali terjadi sebelum milenium. Sebelum kedatangan Kristus kedua ini akan terjadi penginjilan kepada bangsa-bangsa, masa kesusahan, murtad atau pemberontakan yang hebat, dan munculnya pribadi antikristus. Gereja harus melewati kesusahan besar ini. Lalu, kedatangan Kristus yang kedua tidak terjadi dalam dua tahap, tetapi satu tahap (seperti pandangan Amilenialisme). Ketika Kristus datang kedua kalinya itu, orang percaya yang telah mati akan dibangkitkan, dan orang percaya yang masih hidup akan diubahkan dan dimuliakan, baru setelah itu mereka diangkat bersama-sama bertemu dengan Kristus di awan-awan. Setelah itu, mereka akan mendampingi Kristus di bumi. Di saat Kristus datang kedua kalinya, antikristus akan dibinasakan, akan terjadi pertobatan besar khususnya dari sejumlah besar orang Yahudi. Lalu, Kristus menegakkan Kerajaan-Nya di bumi ini selama seribu tahun. Yang anehnya, di dalam Kerajaan 1000 tahun ini, dosa dan kematian masih ada, tetapi kejahatan ini dibatasi. Menjelang akhir milenium ini, iblis akan dilepaskan untuk menyesatkan bangsa-bangsa. Tetapi ketika akhir milenium, iblis dikalahkan dan akan terjadi kebangkitan orang-orang fasik dari kematian yang akan diikuti dengan penghakiman. Di saat penghakiman itu, orang yang namanya tercatat di dalam kitab kehidupan akan masuk ke dalam kehidupan kekal, sedangkan orang yang namanya tidak tercatat, mereka akan menjalani penghukuman kekal.3 Dengan kata lain, kita bisa meringkas urutannya, yaitu: tanda-tanda sebelum kedatangan Kristus kedua (penginjilan, kesusahan, murtad, dll) -> kedatangan Kristus kedua kalinya -> milenium (Kerajaan 1000 tahun; masih ada kesusahan, kejahatan, dll sementara, sampai di akhir milenium, semuanya dimusnahkan) -> penghakiman. Para tokoh penganut paham ini, di antaranya: George Eldon Ladd, Henry Alford, H. Grattan Guinness, Robert H. Gundry, S. H. Kellogg, D. H. Kromminga, J. Barton Payne, Alexander Reese dan Nathaniel West.
Pandangan ini memiliki kelebihan, yaitu seperti Amilenialisme, pandangan ini mengajar bahwa kedatangan Kristus terjadi hanya dalam satu tahap. Selebihnya, pandangan ini memiliki dua kelemahan, yaitu:
Pertama, kedatangan Kristus: 2,5 kali (mengutip pernyataan Pdt. Thomy J. Matakupan, M.Div.). Menurut pandangan ini, sebelum Kristus datang kedua kalinya, Ia datang di awan-awan menjemput orang percaya untuk nantinya memerintah bersama-Nya di Kerajaan 1000 Tahun. Ajaran seperti ini menjadikan Kristus tidak datang dua kali, tetapi 2,5 kali. Mengapa? Karena sebelum Ia datang kedua kali, Ia pernah turun “setengah”, yaitu di awan-awan tersebut. Hal ini melawan konsep Alkitab secara keseluruhan bahwa Ia datang dua kali (pertama: saat inkarnasi, Ia datang sebagai Juruselamat; kedua: kedatangan Kristus kedua kalinya untuk menjadi Hakim).
Kedua, memercayai bahwa setelah Kristus datang kedua kalinya, baru Kerajaan 1000 tahun didirikan, dan pada waktu itu, kejahatan masih ada, meskipun dibatasi. Di Alkitab, pada saat Kristus datang kedua kalinya, dikatakan tidak ada kesengsaraan, tidak ada air mata, dll. Jika setelah Kristus datang kedua kalinya masih ada dosa dan kematian (meskipun dibatasi), maka sia-sialah Kristus datang kedua kalinya, padahal Alkitab mengajar bahwa kedatangan Kristus kedua kalinya akan memusnahkan semua kejahatan.
4. Dispensasionalisme.
Dispensasionalisme muncul dari lingkungan religius yang gelisah di Inggris dan Irlandia pada tahun 1820an dan berakar dalam gerakan Plymouth Brethren, khususnya pengajaran-pengajaran dari John Nelson Darby (1800-1882). Gerakan ini menekankan pengajaran dan penafsiran Alkitab berkenaan dengan nubuatan dan kedatangan Kristus kedua. Ajaran baru ini pertama kali tersebar di Amerika melalui konferensi-konferensi nubuatan seperti the Niagara Bible Conferences (1883-1897). Yang terpenting, Dwight L. Moody (1837-1899) setuju dengan garis besar yang luas dari dispensationalisme dan memiliki para pemimpin dispensasionalis lainnya sebagai pembantunya seperti Reuben A. Torrey (1856-1928), James M. Gray (1851-1925), Cyrus I. Scofield (1843-1921), William J. Eerdman (1833-1923), A. C. Dixon (1854-1925), dan A. J. Gordon (1836-1895). Penerbitan the Scofield Reference Bible pada tahun 1909 oleh the Oxford University Press adalah sesuatu dari sebuah prestasi lisan yang inovatif bagi gerakan ini, sejak pertama kalinya, dengan terang-terangan catatan-catatan dispensasionalis ditambahkan pada halaman-halaman isi Alkitab. The Scofield Reference Bible menjadi Alkitab penting yang digunakan oleh para Injili independen dan kaum Fundamentalis selama 60 tahun kemudian. C. I. Scofield memengaruhi Lewis Sperry Chafer (1871-1952) yang mendirikan Dallas Theological Seminary pada tahun 1924, yang telah menjadi pemimpin dispensasionalisme di Amerika. Dispensasionalisme berusaha mendominasi suasana orang-orang Injili di Amerika, khususnya di antara gereja-gereja Alkitab non-denominasi, banyak gereja Baptis, dan mayoritas kelompok Pentakosta dan Karismatik. (http://en.wikipedia.org/wiki/Dispensasionalism) Ajaran ini mirip dengan Premilenialisme historis yang memercayai Kerajaan 1000 tahun terjadi setelah kedatangan Kristus kedua kalinya. Selebihnya, pandangan dispensasionalisme (atau lebih dikenal: Pretribulasionisme) mengajarkan dua pokok penting menurut Dr. Hoekema, yaitu: Pertama, penafsiran secara harfiah nubuat-nubuat Alkitab. Dr. Hoekema mengutip pandangan seorang dispensasionalis bahwa kalau pun Alkitab menggunakan bahasa simbolis, mereka tetap harus menerapkan penafsiran secara harfiah. Kedua, perbedaan yang mendasar dan kekal antara Israel dan gereja. Para dispensasionalis memercayai di sepanjang sejarah, Allah sedang menggenapi dua macam rencana-Nya: yang satu berkaitan dengan bumi (yaitu Israel), dan yang lainnya berkaitan dengan sorga, yaitu Kekristenan.4
Mari kita mengerti hal ini satu per satu.
Dispensasionalisme membagi sejarah/pola hubungan Allah dengan manusia ke dalam 7 dispensasi (pembagian waktu). Menurut New Scofield Bible, Dr. Hoekema mengutip 7 dispensasi, tersebut: Tak Berdosa (Innocence), Hati Nurani atau Tanggung Jawab Moral (Conscience or Moral Responsibility), Pemerintahan oleh Manusia (Human Government), Janji (Promise), Hukum (Law), Gereja (Church), dan Kerajaan (Kingdom). Perbedaan dispensasi ini tidak berarti perbedaan cara dalam keselamatan, tetapi hanya sebagai periode waktu di mana manusia diuji dalam hal ketaatannya pada penyingkapan-penyingkapan tertentu dari kehendak Allah.5
Kemudian, dispensasionalisme juga mengajarkan bahwa ketika Kristus datang pertama kali, Ia bermaksud menawarkan Kerajaan-Nya di bumi ini, tetapi karena orang Yahudi menolak, maka Kristus sekarang ini menggantinya dengan gereja. Tujuan gereja adalah untuk memanggil orang percaya khususnya bangsa-bangsa non-Yahudi (termasuk Yahudi) dan hal ini terjadi sampai Kristus datang kembali untuk mengangkat orang-orang percaya.
Bagi dispensasionalisme, kembalinya Kristus terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama, disebut pengangkatan (rapture) yang dapat terjadi setiap saat. Beberapa film akhir zaman yang beredar pada zaman ini menganut paham dispensasionalisme dengan menampilkan adegan pengangkatan tiba-tiba pada beberapa orang di mana saja. Pada masa pengangkatan, Kristus hanya berada di awan-awan. Setelah tahap pertama ini terjadi, barulah muncul tanda-tanda kedatangan Kristus kedua kalinya. Tanda-tanda ini berlangsung selama 7 tahun, yang meliputi kesusahan besar, penghakiman, munculnya antikristus, dan pertobatan sisa-sisa Israel kepada Yesus yang berjumlah 144.000 orang yang telah dimeteraikan dalam Wahyu 7:3-8, dll sementara itu Gereja berada di sorga. Setelah berlangsungnya masa 7 tahun itu, maka Kristus akan turun kembali dalam kemuliaan bersama dengan Gereja-Nya untuk membinasakan para musuh-Nya. Pada waktu itu, bangsa Israel akan dikumpulkan kembali ke Palestina. Sejumlah besar orang Israel yang masih hidup ketika Kristus turun ke bumi akan beriman kepada Kristus dan diselamatkan. Iblis akan diikat dan dilemparkan ke dalam jurang maut dan dimeteraikan selama seribu tahun. Kemudian, orang percaya yang mati pada masa tujuh tahun tribulasi akan dibangkitkan dari kematian. Orang percaya ini tidak masuk ke dalam Kerajaan 1000 tahun, tetapi ke dalam sorga. Setelah itu, barulah terjadi penghakiman atas bangsa-bangsa lain, lalu disusul penghakiman bagi bangsa Israel sendiri. Ketika orang-orang Israel pada masa ini berbalik kepada Tuhan, maka mereka akan masuk ke dalam pemerintahan kerajaan 1000 tahun dan menikmati segala berkat di dalamnya. Setelah semuanya itu, maka dimulailah kerajaan 1000 tahun yang dipimpin oleh Kristus sendiri. Ia duduk di takhta yang berada di Yerusalem dan memerintah atas sebuah kerajaan yang terdiri dari bangsa Yahudi (terutama), dan sebagian dari bangsa-bangsa lain. Dalam hal ini bangsa Israel mendapat hak istimewa di atas bangsa-bangsa lain. Yang anehnya, di masa ini, dispensasionalisme percaya bahwa manusia yang hidup di masa ini adalah manusia dalam kondisi sebagaimana adanya, tetap kawin, memiliki anak, dan bahkan tetap mengalami kematian. Di masa ini, mereka mengalami kemakmuran, produktivitas, dll. Bumi dipenuhi dengan pengenalan akan Allah, ibadah kepada Allah akan berpusat di Bait Allah, Yerusalem. Pada awal kerajaan ini, orang-orang yang tinggal adalah orang yang telah lahir baru. Lambat laun, setelah bertambah melalui anak-anak yang dilahirkan oleh mereka, maka orang-orang terpecah menjadi dua, ada yang bertobat dan menjadi orang percaya sejati, sebaliknya ada yang memberontak. Yang memberontak dikumpulkan untuk menyerang mereka yang percaya. Dan pada akhir masa kerajaan ini, Kristus datang untuk melenyapkan semua iblis dan kroninya. Sesudah masa seribu tahun, orang fasik yang telah mati akan dibangkitkan dan dihakimi di hadapan takhta putih yang mulia, sedangkan orang percaya akan masuk ke dalam kehidupan kekal. Meskipun semua orang percaya yang akan masuk ke dalam kekekalan ini merupakan satu kesatuan, masih tetap ada perbedaan antara orang Yahudi dengan bangsa lain.6
Dari sekian panjang pemaparan ini, kita bisa menyimpulkan urutan pandangan dispensasionalisme:
Keselamatan Allah bagi Israel ? inkarnasi Kristus menawarkan Kerajaan Israel jasmaniah -> Israel menolak -> Kristus memanggil gereja yang terdiri dari orang non-Israel (termasuk Israel) -> Gereja-Nya mengalami pengangkatan tiba-tiba -> tanda-tanda kedatangan Kristus kedua kalinya (kesusahan besar, antikristus, pertobatan orang Israel, dll) -> Kristus datang kedua kalinya -> penghakiman bagi orang Israel dan non-Israel (bagi yang bertobat, akan diselamatkan) -> Kerajaan 1000 tahun (pemerintahan Kristus di Israel) -> kehidupan kekal (masih ada perbedaan Israel dengan non-Israel).
Pandangan ini tetap memiliki kelebihan yaitu tetap memercayai bahwa keselamatan ada di dalam Kristus. Tetapi selebihnya, pandangan ini memiliki banyak kelemahan fatal lebih parah ketimbang pandangan Premilenialisme:
Pertama, penafsiran Alkitab yang harfiah. Kesalahan fatal para dispensasionalis adalah penafsiran Alkitab, khususnya Kitab Wahyu secara harfiah. Di dalam penafsiran Alkitab, kita belajar bahwa di dalam menafsirkan kitab-kitab di dalam Alkitab, kita harus memahami dahulu bentuk (genre) kitab tersebut. Misalnya, ketika kita menafsirkan kitab puitis seperti Mazmur, kita harus menafsirkannya dengan gaya bahasa puitis, bukan dengan pemahaman doktrinal (meskipun tetap mengandung unsur doktrinal). Di lain pihak, jika kita mau menafsirkan Kitab Wahyu, kita harus tahu bahwa Kitab Wahyu adalah kitab yang berisi simbol-simbol yang digunakan oleh Rasul Yohanes kepada jemaat-jemaat yang mengalami penganiayaan hebat. Simbol-simbol itu harus dimengerti di dalam konteks zaman itu, BUKAN dalam konteks zaman sekarang. Misalnya, ketika kita menjumpai bilangan 666 di dalam Wahyu 13:18, kebanyakan para penafsir dispensasionalis dan banyak pemimpin gereja Pentakosta/Karismatik menafsirkannya dengan menunjuk kepada kondisi modern, misalnya Paus sebagai Antikristus lah, negara Tiongkok, Amerika, dll. Itu kesalahan fatal. Alkitab harus pertama-tama dilihat dalam konteks budaya pada saat itu (what it said), baru setelah itu diimplikasikan (what it says), tetapi pengimplikasian itu tidak boleh lepas atau menyeleweng dari konteks yang ada. Ketika kita mau menafsirkan angka 666, kita harus melihat konteksnya, yaitu Antikristus, dan Antikristus itu adalah pribadi yang melawan Kristus. Pada zaman itu, tentu Kaisar Nero adalah pribadi antikristus itu, mungkin di zaman berikutnya menunjuk kepada orang lain, tetapi prinsipnya satu: barangsiapa yang melawan Kristus itu adalah antikristus. Tetapi tetap saja jangan pernah menafsirkan bahwa antikristus yang dimaksud di dalam ayat ini menunjuk kepada pribadi atau negara tertentu di dalam konteks modern. Itu perampasan konteks budaya Alkitab.
Kedua, konsep Kerajaan Allah yang jasmaniah. Para dispensasionalis memiliki kekacauan paradigma tentang konsep Kerajaan Allah dengan mengajarkan bahwa Kerajaan Allah itu bersifat teritorial. Tidak. Alkitab berkali-kali mengajar bahwa kerajaan Allah bukan berbentuk teritorial, tetapi rohani. Di masa inkarnasi, Tuhan Yesus sendiri mengajar, “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.” (Luk. 11:20) Artinya, Kerajaan Allah bukan jasmaniah, tetapi rohaniah. Jika menurut para dispensasionalis, Kerajaan Allah yang ditawarkan Tuhan Yesus itu jasmaniah, maka tentu Kristus datang dengan pasukan kuda yang lengkap, bersenjata, dll, tetapi ketika Ia inkarnasi, tidak ada satu kuasa dunia yang menyertai-Nya. Ini berarti Ia tidak datang untuk mendirikan Kerajaan Allah jasmaniah, tetapi rohaniah. Bukan hanya para dispensasionalis, para rasul pun ketika menyongsong Kristus yang mau naik ke sorga tetap memiliki konsep yang salah tentang Kerajaan Allah dengan bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis. 1:6) Konsep ini dikoreksi oleh Tuhan Yesus dengan jawaban, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kis. 1:7-8) Konsep Kerajaan Allah kembali diajarkan Tuhan Yesus bukan bersifat jasmaniah, tetapi rohaniah yaitu melalui pengabaran Injil.
Ketiga, “Allah” yang plin-plan. Karena memercayai Kerajaan Allah yang jasmaniah yang ditawarkan Tuhan Yesus, tetapi ditolak oleh orang-orang Yahudi, para dispensasionalis mengajarkan bahwa Tuhan Yesus akhirnya “berpindah haluan” dan memanggil gereja-Nya yang terdiri dari orang-orang non-Yahudi (dan Yahudi juga). Di sini, jelas, para dispensasionalis memercayai “Allah” yang plin-plan yang bisa mengganti rencana-Nya yang berdaulat. Pandangan dispensasionalis mirip seperti pandangan penganut Open-Theism. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa Allah itu berdaulat dan tidak ada satu pun rencana-Nya yang gagal. Hal ini dimengerti oleh Ayub di dalam Ayub 42:2, “"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.”
Keempat, orang Kristen yang tidak mengalami penganiayaan. Seorang penganut dispensasionalis dapat dianggap sebagai penganut “theologi” kemakmuran baik eksplisit maupun implisit. Mengapa? Karena para dispensasionalis memercayai bahwa sebelum terjadi masa kesusahan besar, maka orang Kristen diangkat dahulu di dalam masa pengangkatan (rapture). Ajaran ini jelas bertentangan dengan Alkitab, karena Alkitab sendiri mengajarkan bahwa orang Kristen harus memikul salib (Mat. 16:24), dan firman Tuhan sendiri mengingatkan bahwa jika mungkin orang pilihan bisa disesatkan (baca Mat. 24:24, “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”). Ini berarti bahwa semua orang bahkan umat pilihan harus menghadapi kesusahan besar bahkan penyesatan, tetapi bagi umat pilihan-Nya, Allah menjaga mereka, sehingga meskipun masih bisa disesatkan, mereka dipelihara oleh Allah dan dibawa kembali kepada-Nya.
Kelima, kedatangan Kristus terjadi 2,5 kali. Seperti yang telah saya tunjukkan di dalam kelemahan Premilenialisme historis, maka hal yang sama terjadi di dalam Dispensasionalisme yang mengajarkan bahwa ketika Kristus mengangkat umat pilihan, Ia berada di awan-awan. Maka, otomatis, Kristus pada saat ini datang tetapi hanya di awan-awan (setengah kali). Baru setelah itu, Ia datang penuh ke bumi ini. Jika dihitung, maka kedatangan Kristus terjadi 2,5 kali, dan itu melawan konsep keutuhan pengajaran Alkitab yang mengajarkan bahwa Kristus hanya datang dua kali.
Keenam, pertobatan yang terjadi berulang kali. Jika kita mengamati alur pola pikir para dispensasionalis, kita akan mendapati kekacauan pikiran, khususnya berkenaan dengan terjadinya pertobatan berulang kali. Pertobatan pertama terjadi pada Gereja-Nya. Lalu, terjadi pengangkatan. Kemudian, ketika ada tanda-tanda menjelang kedatangan Kristus kedua kalinya, ada pertobatan dari sisa-sisa Israel (pertobatan kedua). Setelah itu, Kristus datang kedua kalinya. Pada saat ini pun, sejumlah besar orang Israel yang masih hidup akan bertobat dan percaya kepada Yesus (pertobatan ketiga). Bagi orang ini, mereka akan masuk ke dalam sorga. Setelah itu ada penghakiman bagi bangsa Yahudi dan non-Yahudi. Setelah dihakimi, mereka yang bertobat, akhirnya mereka masuk dan menikmati berkat di dalam kerajaan 1000 tahun (pertobatan keempat). Di dalam kerajaan 1000 tahun ini, masih ada orang jahat dan percaya. Orang percaya sejati akan masuk ke dalam kekekalan, sedangkan orang jahat akan dihukum selama-lamanya. Dari 4 fase pertobatan yang kita amati ini, kita mendapati fakta bahwa pertobatan menurut kaum dispensasionalis terjadi murni karena kehendak manusia, bukan karena Roh Kudus. Jika pertobatan ini terjadi karena Roh Kudus, maka Roh Kudus tidak akan bekerja pada saat kedatangan Kristus kedua. Mengapa? Karena kedatangan Kristus kedua adalah kedatangan Kristus sebagai Hakim dan bukan sebagai Juruselamat, sehingga Roh Kudus tidak berfungsi di dalam hal keselamatan. Pertobatan yang terjadi murni karena kehendak bebas manusia jelas ditentang oleh Alkitab, karena Alkitab mengajarkan bahwa tanpa Roh Kudus, tidak ada orang yang dapat mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan (bdk. 1Kor. 12:3b).
Dari keempat pandangan ini, kita bisa memilah sendiri pandangan mana yang lebih mendekati Alkitab, meskipun pandangan itu bukan hal yang mutlak. Dari keempat pandangan ini pula, kita belajar satu hal bahwa doktrin akhir zaman tidak bisa dipisahkan dari doktrin lain, seperti doktrin Allah, Alkitab, manusia dan dosa, keselamatan, dan Roh Kudus. Biarlah melalui pembahasan singkat ini, kita semakin mengerti bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya semakin dekat. Meskipun kita tidak mengetahui kapan itu terjadi, tetapi marilah kita mempersiapkan diri dengan menguduskan hidup kita dan bersaksi bagi-Nya di mana pun kita berada.
1. Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, terj. Kalvin S. Budiman (Surabaya: Momentum, 2004).
2. Ibid., hlm. 238.
3. Ibid., hlm. 245-46.
4. Ibid., hlm. 253.
5. Ibid., hlm. 254.
6. Ibid., hlm. 256-260.
“Without knowledge of self there is no knowledge of God”
(Dr. John Calvin, Institutes of the Christian Religion, Book I, Chapter I, Part 1, p. 35)
- Denny Teguh S-GRII Andhika's blog
- 10153 reads
Spurgeon adalah Pre Millenialis
To Samuel Franklyn
“Without knowledge of self there is no knowledge of God”
(Dr. John Calvin, Institutes of the Christian Religion, Book I, Chapter I, Part 1, p. 35)
Sialnya gw dispensasionalis
Jesus Freaks,
"Live X4J, die as a martyr"
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-