Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Amunisi untuk Hamba-hamba Tuhan di Garis Depan Peperangan Iman
Hari minggu itu jam 2 siang, saya sedang berapa di desa sekitar sidareja/cilacap, jawa tengah. Hanya tinggal saya dan seorang teman yang biasa membuat dokumentasi, rombongan besar sudah kembali setelah pelayanan pagi tadi di sekitar Sidareja. Saya berkhotbah di ruang tamu yang sangat sempit dan hanya beralaskan tikar. Keringat bercucuran (maklum ga ada AC) karena ruang tamu itu dijejali dengan 25 orang, beberapa di antaranya dalam keadaan sakit minta untuk didoakan. Rumah tempat saya pelayanan adalah tempat darurat untuk kebaktian minggu, karena gerejanya telah habis dibakar massa beberapa bulan sebelumnya. Saya merasa prihatin, trenyuh, melihat kondisi pendeta dan jemaatnya.
Selesai ibadah, seperti biasanya kami disuguhi makanan ala desa sambil berbincang-bincang… tiba-tiba saya melihat pemandangan yang tidak lazim, pendeta desa itu membuka kantong kelekte dan menghitungnya di depan kami semua (kebiasaan di gereja, dihitung bendahara di ruang khusus). Melihat itu perasaan saya kurang enak, jadinya ketauan sekali ada 2 lembar uang Rp. 50.000,- itu pasti dari saya dan teman saya. Belum habis kagetnya, eh tiba-tiba pendetanya berkata, ”Saudara-saudara persembahan hari ini jumlahnya Rp. 123.500,-….”. Duhhh diomongin lagi! Pikir saya pendeta ini kurang etika dan harus saya tegur nanti didepan.
Setelah pamit dengan jemaat disana, dan saya akan tegur pendetanya….. tiba-tiba ada yang berbicara dalam batin…. Saya yakin ini suara dari Roh Kudus, kami seperti melakukan dialog dalam hati. “berapa jumlah persembahannya tadi?” saya jawab “Rp. 123.500,-“ “kalau dikurangi persembahanmu dan temanmu, sisa berapa?" Saya jawab “Rp. 23.500,-” suara dalam batin itu seperti menegaskan, “mengertikah kamu arti Rp. 23.500,-?”
Tiba-tiba raut muka saya berubah, mata saya jadi berkaca-kaca….. saya mulai mengerti…. Hari ini pendeta tersebut mendapatkan persembahan Rp. 123.500,- karena kami memberi Rp.100.000,-, artinya kalau kami tidak ada, persembahannya adalah Rp.23.500,- itupun karena hari itu diumumkan ada Hamba Tuhan dari Bandung, jadi yang datang 25 orang (biasanya 10-15 orang). Bayangkan dengan jumlah jemaat 25 orang persembahan Rp. 23.500,-….. kalau jemaat 10-15 orang berapa kira-kira persembahannya? Saya perkirakan maksimal Rp. 15.000,-
Mari kita membayangkan lagi dengan hati kita seorang Pendeta di desa, berjuang memenangkan jiwa untuk Kristus, setia melayani Tuhan, hidup sangat sederhana, jemaat hanya belasan, gerejanya dibakar massa pula, setiap minggu dapat persembahan kira-kira Rp. 15.000,- ahhhh ironis sekali……
Tahukah Anda….. ada banyak Hamba-hamba Tuhan di seluruh pelosok negeri tercinta ini yang hidupnya dipersembahkan untuk Tuhan, setia sampai mati, merebut jiwa-jiwa yang terhilang, mereka ada digaris depan peperangan iman, tapi hidup mereka dibawah garis kemiskinan, mereka lapar, bingung memikirkan masa depan anak-anaknya, mereka orang-orang sederhana yang menyerahkan hidupnya untuk Kerajaan Sorga…. Pantaskah mereka menerima semua itu?!
Lalu bagaimana dengan kita, yang katanya orang-orang yang hidup dalam berkat Allah, apakah memiliki sedikit saja kerinduan untuk berbagi dengan mereka?
Saya ga jadi tegur pendeta itu, melainkan sambil bersalaman, saya memberikan lagi sejumlah uang untuk Pendeta itu sebagai tanda simpati untuk pengorbanannya selama ini diladang Tuhan.
ORISINIL
tulisan ini murni pengalaman pribadi nyata yang dialami penulis untuk menjadi sumber inspirasi dan berkat bagi yang membacanya.
- josh putra's blog
- 4976 reads
masukkan:"amunisi hamba-hamba TUHAN........
Jangan kasihan....!!!
BIG GBU!
ZhuangZi dan Tengkorak Binatang
Suatu hari Zhuangzi berjalan di bawah terik matahari. Dalam perjalananannya dia lalu melihat tengkorak binatang yang teronggok di tepi jalan. Muncullah belas kasihannya. dia lalau menyatakan belas kasihannya itu kepada teman perjalananannya, demikian kira kira katanya,
"Sungguh kasihan bintang itu, setelah mati tubuhnya teronggok di tepi jalan, tak ada orang yang peduli hingga membusuk jadi tulang belulang. Bahkan setelah jadi tulang belulang pun tetap saja tidak ada yang peduli. Sungguh mengenaskan dan patut dikasihani."
Tiba-tiba tulang belulang itu berbicara kepadanya,
"Sembarangan! Siapa bilang nasibku mengenaskan? Siapa lu? Berani-beraninya merasa kasihan padaku?"
Salah satu adik angkatku adalah pendeta kampung. Dia memberitakan injil di sebuah kampung di yogyakarta, di mana tidak ada satu pendudukpun yang beragama Kristen. Dari pelayanannya, lalu muncullah gereja kampung yang mengadakan kebaktian dari rumah ke rumah. Penduduk desa itu sangat miskin. Boro-boro memberi kolekte, buat makan sehari hari aja mereka sering ngutang.
Adik saya itu punya ide, dia lalu mencari uang dengan kepandaiannya dalam mendesign. Setelah uang terkumpul, dia lalu membeli kambing untuk dipelihara oleh penduduk. Hasilnya di bagi tiga, 10% sebagai perpuluhan, 30% untuk gereja, 30% untuk jemaat yang mengurus kambing dan 30% untuk pendeta.
Di gereja kampung adalah hal biasa bila uang kolekte langsung dihitung di depan Jemaat lalu langsung diumumkan jumlahnya. Di gerejaku sendiri, uang kolekte dihitung oleh majelis dan disaksikan oleh seorang jemaat. Bukannya tidak sopan atau tidak percaya, tetapi untuk membuktikan, "Tiada dusta di antara kita."
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anakKarena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
dilarang keras untuk kasihan, berusaha keras untuk memberi
thanks utk semua koment nya
Pa joshua manurung, saya setuju pendapat Anda, hanya sekedar meluruskan, hamba-hamba Tuhan khususnya yang ada di pelosok-pelosok negeri ini jelas mereka mau terjun melayani Tuhan bukan untuk dikasihani dan saya yakin juga mereka tidak butuh rasa kasihan kita. tapi mereka bukan pengemis, bukan anak jalanan, mereka hamba-hamba Tuhan yang berjuang digaris depan peperangan iman ini. kita bisa menyatakan simpati kita dengan memeluknya, atau menjabat tangannya, atau mendoakannya, atau memberinya motivasi, atau MEMBERINYA UANG. memang uang bukan satunya cara menyatakan simpati, tapi kalau kita bersimpati pada hamba-hamba Tuhan itu salah satu wujud nyatanya tentunya memberinya uang sebagai wujud kasih kita juga pada Tuhan bukan seperti kasihan kita pada pengemis.
Mat 25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.
Jadi mungkin kalimat yang tepat untuk para pendeta itu : DILARANG KERAS UNTUK KASIHAN, BERUSAHA KERAS UNTUK MEMBERI
THANKS. GBU
sekarang sih sudah biasa