Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Versifikasi di Atas Kuda
Mengenal beberapa orang yang sedang mengalami kesulitan berhubungan dengan istilah ini, membuatku mulai memperhatikannya. Istilah ini juga membuatku teringat cerita lucu orang sok kota yang tidak bisa membedakan Microsoft dengan microscope. Soalnya beberapa reporter melaporkan hasil versifikasi pemilu, padahal maksudnya verifikasi pemilu. Aku juga baru mengenal istilah ini, versifikasi. Awalnya kusebut versefikasi, "Karena berhubungan dengan ayat Alkitab," pikirku. Baru akhirnya melihat ejaan yang benar, versification. Entah bagaimana caranya, dalam masalah panganpun istilah ini ada. Versifikasi pangan yang entah apa artinya, padahal makna aslinya berhubungan dengan karang mengarang terutama puisi.
Kebetulan aku mengenal beberapa orang yang bergerak dalam bidang yang juga tidak begitu kupahami, biblical computing. Katanya sebuah bidang yang tidak hanya sekedar membuat Alkitab bisa muncul di layar komputer. Sepertinya mereka mengalami kesulitan karena sebuah kesalahan yang terjadi lebih dari lima ratus tahun lalu. Kesalahan yang bukan hanya menimpa mereka, tetapi kesalahan yang membuat kita seharusnya tidak bisa percaya begitu saja referensi Alkitab yang ditunjukkan oleh sebuah buku terjemahan. Kesalahan yang orang maklumi setelah mendengar isu pelaku menyelesaikan pekerjaannya sambil duduk di punggung seekor kuda.
Orang yang patut 'disalahkan' ini bernama Stephanus. Orang yang memberi ayat-ayat dalam Alkitab Perjanjian Baru. Inilah ceritanya.
***
Pada awalnya, teks Alkitab yang sekarang menghiasi toko-toko buku Kristen tidak memiliki spasi sama sekali, apalagi tanda-tanda baca. Sejalan dengan waktu tanda-tanda tertentu ditambahkan untuk memudahkan pembacaan. Pada tahun 1227, seorang profesor dari Paris bernama Stephen Langton menambahkan pasal-pasal dalam Alkitab edisi bahasa latin, Vulgata. Lalu tahun 1551, seorang penerbit bernama Robert Stephanus menomori setiap kalimat dalam Perjanjian Baru. Ia memang melakukan pemisahan berdasarkan pemisahan pasal oleh Langton, tetapi mengabaikan tanda-tanda yang telah ada yang dibuat beberapa ratus tahun sebelumnya. Tahun tersebut menjadi tahun perubahan Alkitab kita. Sejak tahun itu, Alkitab ada nomor ayat ayatnya. Inilah yang disebut versifikasi Alkitab
Masalahnya, Stephanus tidak melakukannya dengan cara yang konsisten. Menurut keterangan putranya yang membocorkan rahasia orang tuanya tanpa sengaja, ayahnya memberi nomor ayat-ayat ini dalam perjalanan dari Paris ke Lyons. Memisahkan kalimat-kalimat tanpa terlalu memperhatikan maknanya serta tanpa metode yang konsisten. Hasilnya, memang ada satu ayat yang berisi satu kalimat, tetapi ada satu atau dua kalimat yang menjadi satu ayat. Bahkan ada satu kalimat yang menjadi dua ayat. Tidaklah heran jika sekarang kita menemukan sebuah ayat terpotong di tengah sebuah kalimat atau paragrap.
Apa yang ia lakukan memang sangat penting, adanya ayat-ayat ini memudahkan kita membuat orang menemukan dimana letak ayat "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah". Penomoran ini juga memudahkan kita mendiskusikan ayat-ayat tertentu. Dan seorang pendeta bisa berkata dari atas mimbar, "Mari kita baca Roma 12:1-2." Orang kampungkupun yang memiliki kelainan selera humor bahkan bisa menjadikannya guyonan. Meniru gaya pendetanya, berkata, "Mari kita membaca Kejadian 1 sampai sakalepah belai." Ungkapan sakalepah belai itu membuat kalimatnya menjadi, "Mari kita membaca Alkitab dari Kejadian 1 sampai seterusnya sampai kita bosan."
Lalu apa hubungan sistem versifikasi ini dengan teman-teman di atas? Mereka menggunakan versifikasi KJV dalam pemrosesan data Alkitab. Versifikasi yang membagi Alkitab ke 66 kitab, 1189 pasal dan 31102 ayat. Angka-angka yang akhirnya menjadi begitu akrab di telinga mereka. Bila kita bisa langsung mengingat sebuah wajah begitu mendengar kata BCL, maka telinga mereka langsung berdiri saat mendengar kata BCV - Book, Chapter, Verse. Bukan karena begitu rohani, tetapi komputer mengharuskan mereka mengenal ayat Alkitab sebagai angka. Bila orang tahu, Alkitab terdiri dari 66 buku, mereka mengenal Kejadian ber-id 1, Mazmur ber-id 19, Matius ber-id 40 dan Wahyu ber-id 66. Angka-angka inilah yang membuat kita mampu menemukan letak percakapan Yesus dengan Zakheus dalam waktu kurang dari satu detik.
Versifikasi inilah yang membuat masalah. TB-LAI menggunakan sistem versifikasi lain, sepertinya sedikit menghindari penggunaan yang dibuat oleh Stephanus, yang memang begitu kacau. Itulah sebabnya kita bisa melihat 1 Tim 6:2a dalam TB. Masalah lain, mereka tidak hanya memproses satu atau dua versi Alkitab, tetapi puluhan. Setiap versi dan bahasa memakai sistem versifikasi yang berbeda. Selama ini fakta tersebut 'diabaikan'. Sebagai contoh, kitab 3 Yohanes terdiri dari 15 ayat dalam TB, sedangkan versifikasi KJV hanya sampai ayat 14. Stephanus menggabungkan dua kalimat terakhirnya menjadi satu ayat. Supaya sistem komputer tetap jalan, cara Stephanus dipakai juga dalam komputer. Ayat terakhir 3 Yohanes TB masuk ke ayat 14 dalam versifikasi KJV.
Selama ini tidak terlalu masalah, jika mencari 3 Yohanes 1:15 dengan komputer, kita otomatis masuk ke ayat 14, lalu melihat tanda kurung sebelum ayat 15-nya. Masalah baru muncul setelah komputer tidak hanya sekedar harus mencari ayat, tetapi mulai melakukan analisa. Entah analisa apa, aku tidak tahu, yang pasti hasilnya tidak benar karena dua sistem versifikasi langsung digabung.
Masalah ini tidak hanya mereka alami. Ternyata orang-orang yang membuat perangkat lunak (software) Alkitab mengalami masalah yang sama. Masalah karena seseorang duduk di atas kuda saat melakukan pekerjaannya. Vincent Setterholm, dari Logos Softaware, dalam blognya yang berjudul "Books, Chapters and Verses, Oh My!" menulis:
Ceritanya beredar, dan aku hanya ingin mempercayainya sebagai gosip saja. Pada tahun 1551, saat pertama kali membagi ayat-ayat Alkitab Yunaninya, Stephanus melakukannya sambil menunggang kuda. Jadi, jika sekarang kita menemukan ayat-ayat itu secara aneh memisahkan atau menggabungkan kalimat, kita bisa menyalahkan kudanya.
Lalu orang ini menjelaskan segala macam perbedaan yang ada, Kitab Ester 5:1 dalam LXX menjadi Ester 15:2-15:4 dalam KJV. lalu menjadi Ester 15:5-15:7 di Latin Vulgata. Ketika ada usaha membuat Vulgata lebih mendekati Alkitab aslinya, bagian ini dirubah menjadi Ester 5:2a-5:2c di versi Nova Vulgata. Sebuah contoh betapa kompleksnya masalah yang harus mereka hadapi. Akhirnya mereka membuat proyek khusus untuk menyelesaikan masalah ini, sebuah proyek data yang membuat kita bisa membandingkan Alkitab Ibrani dengan terjemahan Inggrisnya tanpa harus ada error di Maleakhi 4:1, berhubung teks aslinya berada di Maleakhi 3:19
Akhirnya ia menulis:
Kami baru saja menyelesaikan proyek data yang mendefinisikan berbagai struktur masing-masing Alkitab dengan segala detilnya. Memampukan adanya perpindahan dari satu sistem versifikasi ke sistem yang lain. Saat ini proyek tersebut berisi 46.6 MB data dalam sebuah XML file skema.... Jika skema versifikasi ini masih kacau dalam alat generasi berikutnya, salahkan kuda saya saja.
***
Satu hal yang orang juga sering lupa tentang versifikasi ini, terutama para penerjemah, mereka lupa atau mengabaikan sistem versifikasi yang dipakai dalam buku terjemahannya. Saat menerjemahkan buku yang ada referensi ayatnya, umpamanya "Rm 3:22-25" mereka tidak mengecek apakah dalam Alkitab Indonesia, ini terletak di ayat yang sama.
Terlepas dari semua itu, sebenarnya banyak yang menentang pemakaian nomor-nomor ayat ini. Sehingga menerbitkan Alkitab tanpa tanda ayat. Alasannya, nomor itu buatan tangan manusia, apalagi orang melakukannya sambil duduk di atas kuda, sehingga tubuhnya selalu bergoncang, membuatnya salah memberi tanda. Seperti ada orang yang menerbitkan Alkitab tanpa kata Allah, demikian juga ada yang menerbitkan Alkitab tanpa tanda ayat-ayatnya. Sebagai orang yang mengenal orang-orang yang membuat komputer memudahkan kita mempelajari Alkitab, tidak bisa kubayangkan bagaimana caranya memproses data Alkitab tanpa nomor-nomor tambahan manusia ini. Walaupun nomor-nomor ini ternyata tidak konsisten.
Walaupun demikian, meminjam istilahnya hai hai, "Baca Alkitab Seolah Baca Novel", aku sebenarnya menyadari, kalau kita hanya mencari letak ayat-ayat tertentu, kita hanya akan menemukan sebuah buku Kitab Undang-Undang hukum Pidana. Nomor-nomor itu memang benar-benar sangat perlu, tetapi seperti kata pakarnya, A. T. Robertson, "Langkah pertama penafsiran Alkitab adalah mengabaikan pemisahan bab dan ayat."
***
Sumber:
- BerBible FAQ: Roadmap, http://www.berbible.org/
- "Blame It On Stephanus", http://akapastorguy.blogspot.com/
- "Who Is Robert Stephanus?", http://soulpants.wordpress.com/
- Reading Bible, reading_bible.htm
- Daniel P. Fuller, "Chapters and Verses -- Late Comers", http://documents.fuller.edu/
- Vincent Setterholm, "Books, Chapters and Verses, Oh My!", http://blog.logos.com/
- anakpatirsa's blog
- 5782 reads