Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Tujuh Bidadari
Tepat pada hari Valentine kemarin, saya berkesempatan untuk melihat bidadari. Ya, bidadari yang cantik, anggun, dan pintar ! Dan bukan hanya satu, tapi tujuh bidadari. Bahkan saya sempat mengabadikan mereka, dalam ingatan dan kamera saku saya.
Tujuh bidadari, salah satunya adalah kakak ipar saya, hadir di Hotel Panghegar Bandung. Mereka tampak sangat feminin dalam kebaya modern yang cantik. Masing-masing disertai oleh keluarga besar mereka. Ini hari besar untuk semua, hari penyerahan brevet (gelar kehormatan) Dokter Spesialis Syaraf kepada tujuh bidadari yang, sekali lagi, bukan cuma cantik tapi juga pandai.
Ada yang spesial dalam acara ini, semua dokter syaraf yang mendapatkan brevet adalah perempuan dan seorang istri, bahkan banyak yang telah berputra/i. Makanya, para residen (adik kelas) yang mengatur acara ini, memberi predikat “Tujuh Bidadari”.
Acaranya sangat tertib, tepat waktu, dan mengharukan, bagi saya. Saya pernah bercita-cita menjadi seorang dokter anak. Ah, seandainya waktu dapat diputar balik. Sambil duduk, saya membayangkan bahwa sayalah yang menerima brevet. Teman-teman yang tahu catatan prestasi saya di bidang Biologi waktu SMA, pasti mengerti perasaan saya.
Acara pun memuncak dalam waktu singkat. Tanpa banyak basa-basi, penyerahan brevet pun dilakukan. Ketujuh bidadari dipanggil satu per satu menerima sebentuk gulungan kertas diiringin lagu “Godeamus”. Dilanjutkan beberapa lagu wajib oleh paduan suara yang suaranya oke banget. Setelah itu, tiba moment yang mengharukan, ketujuh bidadari diminta menempelkan foto diri di sebuah dinding kayu bersama suami tercinta. Aih, betapa indahnya, kakak saya dan kakak ipar saya bergandengan menempel foto lalu berpelukan. Sayang, si mas tukang foto menyenggol tangan saya sehingga foto saya jadi buram karena goyang. Lalu ada juga acara pemberian bunga mawar oleh ketujuh bidadari kepada orang tua masing-masing. Ketujuh bidadari pun memberikan hadiah kecil kepada teman-teman dekat yang sudah mendukung sampai sejauh ini. I wish I were one of them.
Ada sebuah lagu yang dinyanyikan mengiringi acara beri memberi tadi. Judulnya “One Moment in Time”, sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Whitney Houston. Sepenggal liriknya begitu mengharubirukan emosi saya.
Each day I live I want to be a day to give the best of me I'm only one, but not alone My finest day is yet unknown I broke my heart for every gain To taste the sweet, I faced the pain I rise and fall, Yet through it all this much remains I want one moment in time When I'm more than I thought I could be When all of my dreams Are a heart beat away And the answers are all up to meTepat waktu makan siang, acara diakhiri dengan sesi pemotretan diiringin lagu-lagu paduan suara. Di sinilah acaranya berubah menjadi santai dan ‘gila’. Lagu-lagu wajib berganti lagu-lagu populer seperti “Goyang Duyu”. Para residen pun berjoget ria. Asyikkkk !!
Sementara itu, keluarga besar dipersilakan makan siang bersama. Hmmm, yummy, gepuknya enak euy!
Dalam perjalanan pulang, saya berpikir. Saya memang telah menjadi seorang ibu namun anak-anak bukanlah penghalang bagi saya untuk tetap berkarya. Di Indonesia, sepertinya mustahil menjadi dokter tanpa menempuh pendidikan S1 Kedokteran Umum. Namun, tidak berarti jalan saya menjadi “the best of me” tertutup sama sekali, masih banyak jalan lain. Dan saya tidak sendiri, banyak ibu-ibu lain yang memiliki perasaan dan perjuangan ‘jatuh bangun’ yang mirip dengan saya.
Tulisan ini dipersembahkan untuk teman-teman yang telah menjadi ibu, yang akan menjadi ibu, yang istrinya adalah seorang ibu, yang menghargai profesi ibu, yang suka chatting dengan ibu-ibu (seperti saya), dan semua yang sayang ibunya.
Never give up, Mum !! Keep on fighting !!
- ms. hanni's blog
- Login to post comments
- 5816 reads