Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ssst, saya sedang puasa
Dalam kasih Tuhan Yesus yang telah menyanggupkan saya mengasihi orang lain, kepada para pengunjung situs ini yang sedang melakukan ibadah puasa, saya mengucapkan “Selamat menunaikan ibadah puasa. Kiranya puasa tahun ini menjadi puasa yang paling indah dan paling berkesan di sepanjang hidup Anda dan keluarga. Amin.”
Bapak tua itu menghampiri meja kerja saya. Gelas kosong di atas meja diambilnya. “Ikut puasa ‘kan Pak?” ia mengajukan pertanyaan yang sama seperti tahun-tahun lalu. Saya mengangguk. Hari itu hari pertama bulan Puasa. Ia tahu saya Kristen. Tetapi ia juga tahu saya selalu ikut berpuasa seperti yang lain. Setelah seminggu ia akan bertanya apa saya masih akan terus berpuasa. Lalu ia minta pengertian saya akan ketuaannya sehingga tak dapat berpuasa sampai akhir bulan.
Ketika pertama kali saya memintanya menyimpan juga gelas saya, ia terheran-heran. “Bapak ikut Natalan kok ikut puasa?” tanyanya. Jangankan ia yang berpangkat “office oldest boy”, teman-teman yang Kristen saja heran. Ngapain kamu puasa? Mau mengecilkan perut? Apa sih enaknya kelaparan kehausan 12 jam? Peduli amat. Yesus saja boleh puasa, mengapa saya tidak? Saya ingin puasa menjadi bagian ibadah saya kepada Tuhan [Lukas 2:37].
Selama menulis artikel-artikel rohani sebelum memublikasikan artikel “Mengetuk pintu sorga” saya tidak pernah bercerita saya pernah melakukan puasa. Bahkan selama 7 tahun setiap bulan Puasa saya ikut berpuasa bersama saudara-saudara kita yang Moslem. Saya tidak ingin pamer. Saya tidak ingin kesaksian ini malah membuat saya bermegah diri. Tetapi ketika saya membaca catatan pribadi saya tentang murid Sekolah Minggu di Palembang yang pada pertengahan bulan Febuari 1994 melakukan doa-puasa, saya tergerak menulis tentang puasa di sini.
Kelas saya berisi para pelajar SMP dan SMA kelas 1. Puasa ini adalah yang kedua kali mereka lakukan. Tahun sebelumnya para guru SM melakukan doa-puasa 12 jam untuk menggumuli masalah pelayanan SM. Saat itu rekan mengajar saya mengajak mereka untuk mengikutinya. Sekarang sebab diadakan doa-puasa ini tidak sama. Beberapa murid merengek minta diadakan doa-puasa lagi untuk meminta penyertaan Tuhan dalam kegiatan bazar Sekolah Minggu di mana kelas ini menjadi panitianya. Olala, sementara masih banyak orang Kristen menghindari puasa malah anak-anak ini ketagihan.
Walaupun tidak ada ketentuan setiap murid harus berpuasa, keesokan sorenya hampir seluruh murid hadir di aula gereja. Ada yang tubuhnya loyo sempoyongan, tetapi ada juga yang masih lincah. Tidak ada pengujian apakah mereka berpuasa atau tidak. Mereka tidak langsung menyantap makanan yang dihidangkan. Bersama para guru selama hampir 1 jam mereka membaca Alkitab, menyanyikan lagu pujian dan bersekutu dalam doa kelompok. Setelah itu mereka minum teh manis sebab bila mereka langsung menyantap nasi, lambung mereka akan sakit yang perihnya jauh melebihi perihnya saat menahan lapar.
Dulu saya mengira puasa adalah kegiatan jemaat purba; aturan Taurat yang tidak lagi berlaku setelah Yesus bangkit dari alam maut. Bila saya membaca Paulus berpuasa, saya menganggap ia memang harus berpuasa karena ia terlalu miskin untuk membeli makanan. Buat apa saya menyengsarakan perut bila dengan menutup mata melipat tangan saja semua doa saya dijawab Tuhan? Bukankah tubuh ini adalah bait-Nya sehingga harus diberi makan dengan baik? Jika memang puasa itu adalah aturan agama Kristen yang masih berlaku, mengapa saya tidak pernah mendengar pendeta menyuruh jemaatnya melakukannya? Memang kadang-kadang penatua gereja melalui warta gereja menyuruh jemaatnya berpuasa selama sekian hari. Tetapi di akhir maklumat selalu saja ada catatan, “Uang untuk makan siang yang tidak dipergunakan harap ditabung untuk nanti diserahkan kepada gereja dalam sampul persembahan khusus.” Apakah ini puasa? tanya saya kepada penatua. Menurut saya ini adalah salah satu bentuk penganiayaan jemaat oleh penatua dengan berkedok puasa.
Di suatu negeri entah di mana yang berantakan aturan peradilannya hidup seorang janda. Jika dia janda kembang, maka cerita ini tidak berkembang. Dia jadi tokoh cerita yang kisahnya dipublikasi ke seluruh dunia karena namanya ada imbuhan kata TOP (tua, ompong, peyot). Suatu kali dia terpaksa berurusan dengan pengadilan. Urusan perebutan warisan dengan keluarga suami almarhumnya, ‘kali. Dia dikalahkan karena tidak bermodal untuk melakukan kolusi dengan sang hakim. LBH tidak berhasil membelanya. Karena sudah kepepet, daripada dia mati sebab semua haknya dilibas, dia nekad. Dia unjuk rasa tanpa mengerahkan massa karena untuk itu juga butuh modal gede. Pagi subuh dia sudah berdiri di depan rumah hakim yang korup itu. Dia meneriakkan tuntutannya. Satpam menempelengnya. Dia diam. Ketika hakim keluar menuju mobilnya, dia berteriak lagi. Mobil keluar dari halaman dan sengaja menyenggol tubuhnya sehingga dia terpelanting ke aspal. Tetapi tidak ada wartawan yang memotretnya karena dia bukan selebriti. Mobil melaju menuju gedung pengadilan. Dia berjalan kaki menuju arah yang sama. Di depan gedung megah itu dia berdiri sabar menunggu. Sore hari ketika sang hakim keluar, puluhan wartawan mengerumuninya. Bukan untuk menanyakan masalah janda itu, tetapi karena sang hakim berencana menikahi 12 perawan kencur dalam rangka membantu program pemerintah memberantas kemiskinan di negeri itu. Ia meneriakkan tuntutannya sambil mendesak ke depan. Jurus ninja body guard sang hakim membuatnya terkapar nyaris lumpuh. Ketika dia berhasil tegak berdiri, pelataran pengadilan sudah sepi. Lunglai dia pulang ke rumah. Tetapi dia memang bandel. Keesokan harinya dia sudah siaga lagi di depan rumah sang hakim. Bahkan “selalu datang” kata original story ini [Lukas 18:3]. Betapa banyak pengorbanan harga diri yang harus diberikan. Betapa banyak waktu yang dikorbankannya. Betapa banyak ejekan orang-orang yang menganggap dia bodoh atau gila yang harus diterimanya dengan hati perih. Semua dia relakan asalkan ia dapat “selalu datang” meneriakkan keluhannya. Ketekunannya dalam penderitaan untuk menyampaikan petisinya akhirnya membuat hakim itu terpaksa mau memperhatikannya. Jadi, jika hakim yang jahat akhirnya mau menyedengkan telinga kepada orang hina dina karena ketekunannya, terlebih lagi Bapamu yang di sorga. Iya ‘kan?
Puasa bukan kegiatan hura-hura untuk mengundang tepuk tangan. Puasa bukan arena lomba daya tahan tubuh. Puasa adalah kegiatan untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan. “Aku menyiksa diriku dengan berpuasa, dan doaku kembali timbul dalam dadaku,” kata Daud [Mazmur 35:13]. Dalam bahasa aslinya kata yang diterjemahkan dengan “menyiksa” sama dengan “merendahkan diri”. Kemudian di Mazmur 69:11, Daud berkata pula “aku meremukkan diriku dengan berpuasa”. Jika kita gabungkan kesaksian Daud ini, dapat dikatakan berpuasa adalah pengungkapan kerendahan hati betapa kecilnya diri kita di hadapan Allah. Aku bersedia menyingkirkan semua kepentingan diriku asalkan Engkau mau mendengarkankan keluhku. Aku bersedia mengorbankan kebutuhan tubuhku asalkan Engkau mau menyedengkan telinga-Mu kepada rintih jiwaku. Semua yang kumiliki tidak berarti dibandingkan dengan jawaban-Mu yang aku rindukan.
Bila kita menganggap puasa hanyalah sekedar menahan lapar dan haus sementara kita berdoa, maka pada akhir puasa kita akan berkata, “Mengapa aku berpuasa tetapi Tuhan tidak memperhatikan juga? Mengapa aku merendahkan diri tetapi telinga Tuhan tetap saja tertutup terhadap doa-doaku?” Lalu kita akan menambah panjangnya barisan orang Kristen yang mengharamkan puasa. Menahan lapar dan haus bukan titik akhir kegiatan merendahkan diri, tetapi sebaliknya, itu adalah titik awal. Dengan penderitaan ini Tuhan ingin kita bisa mengerti penderitaan orang lain dan kemudian bertindak. Berpuasa bukan berarti menyimpan semua makanan di dalam lemari terkunci, tetapi membagikannya kepada orang lain yang membutuhkannya. Berpuasa bukan berarti mengunci diri di dalam kamar tidur, tetapi keluar memberikan diri kepada saudara-saudara kita. Apa yang bisa kita berikan? Hoho, banyak sekali! Bukan saja materi, tetapi juga emosi. Puasa tak ada gunanya bila kesombongan dan amarah masih memahkotai kepala kita.
Dan bila doa-puasa telah kita lakukan dengan benar maka pada waktu itulah terang kita akan merekah seperti fajar dan luka kita akan pulih dengan segera. Pada waktu itulah kebenaran akan menjadi benteng di depan kita dan kemuliaan Tuhan menjadi backing kita. Itulah saat ketika kita berteriak minta tolong Tuhan berkata: “Hus, jangan keras-keras. Aku ini ada tepat di sisimu” [Yesaya 58 : 1-9].
Ketika kesombongan Saulus hancur berantakan di jalan ke Damsyik, Allah hanya mengatakan, “Pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kau perbuat.” Saulus tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Tetapi apa yang dilakukannya kemudian menentukan sejarah hidupnya. Tiga hari tiga malam ia merendahkan diri dengan tidak makan tidak minum! Apa yang didoakan dalam puasanya? Dalam Kisah 12:11 Allah sendiri memberikan kesaksian apa yang diingin Saulus. “Ia sekarang berdoa, dan dalam suatu penglihatan ia melihat, bahwa seorang yang bernama Ananias masuk ke dalam dan menumpangkan tangannya ke atasnya, supaya ia dapat melihat lagi.” Itulah permintaan Saulus. Ia memohon Tuhan mengirim his most wanted man, Ananias, untuk datang menjenguknya dan menyembuhkannya sebagai bukti Allah mengampuni dosanya. Begitu keras doanya sehingga bayangan orang yang ada di urutan pertama dalam daftar orang-orang yang harus dibantai itu muncul dengan jelas dalam pikirannya: melangkah masuk ke dalam kamarnya, menumpangkan tangan ke atasnya, mengampuninya, memberkatinya, dan menyembuhkannya. Ketika Ananias mengajukan protes, Allah menepiskan. “Go, and work for Me!” Puasa Saulus telah membuat doanya menggerakkan tangan Allah.
Setiap orang tahu puasa adalah menaklukkan tubuh jasmani yang sering menjadi tuan yang kejam dan menjajah kita. Perut kita menentukan kapan kita harus makan. Bahkan tidak jarang tuntutan perut membuat kita menunda waktu untuk bersekutu dengan Tuhan. Karena kita harus sarapan pagi pada waktu yang tidak bisa ditawar lagi, kita terlambat datang beribadah di gereja. Karena perut kita bernyanyi, kita tak lagi bisa konsen mendengar Firman Tuhan. Nafsu perut juga sering memperbudak. Lihatlah dalam pesta. Karena nafsu ini, kita mengambil makanan tertentu sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan mereka yang masih panjang berlerot di belakang kita akan kecewa mendapati makanan itu telah habis. Karena nafsu perut, kita menutup kesempatan kerja saudara seiman dengan cara kotor. Membiarkan perut memperbudak kita, sama saja membiarkan ia melahirkan dosa untuk kita.
Dengan puasa kita berkata kepada perut, “Hai perutku, aku ini tuanmu. Sekarang aku yang mengatur kapan kamu aku isi dan dan apa yang mengisi kamu.” Paulus dalam 1 Korintus 9:27 berkata, “Aku melatih tubuhku dan menguasai seluruhnya supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” Bayangkan apa tidak konyol bila tiba hari penghakiman saya melihat Anda-Anda yang makin mengenal kasih Allah karena artikel-artikel saya berjalan masuk ke sorga tetapi ketika saya sampai di depan gerbang sorga malaikat berkata, “Aduh, I’m deeply sorry, namamu tidak dibooking di sini.”
Membiarkan keinginan daging menguasai diri, berarti kita membantunya berperang melawan Roh Kudus. Galatia 5:17 mencatat, “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging – karena keduanya bertentangan – sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.” Jelaslah puasa bukan hanya menaklukkan keinginan tubuh, tetapi juga ketinggian hati terhadap Roh Kudus.
Bagaimana sekarang? Apa? Anda mau mulai puasa tidak makan tidak minum 3 hari 3 malam? Aduh guys, jangan nekad. Itu seperti menyuruh tukang ojek langgananmu duduk di kokpit pesawat tempur. Bisa berantakan tubuhmu.
Mulailah dengan jenis puasa yang paling ringan, yaitu puasa pantang [PP]. Berpantanglah terhadap satu macam makanan atau minuman untuk waktu tertentu. Anda bisa berikrar, “Aku tidak akan makan coklat selama 30 hari” jika selama ini Anda setiap hari selalu mengulum coklat dan perasaan sih tanpa makanan ini Anda tak sanggup hidup normal. Tubuh dan jiwa Anda pasti berontak, tetapi hardiklah (daripada menghardik orang lain), “Jangan cerewet, aku sekarang yang mengaturmu. Aku hidup bukan dengan coklat saja, tetapi dengan Firman Tuhan.” Lain halnya bila Anda memaklumkan PP durian selama sebulan bila seumur hidup mencium baunya saja Anda sudah klenger. Ini sih puasa bo’ongan. Termasuk puasa bo’ongan bila selama berpuasa kita tiduran di dalam kamar ber-ase sambil nonton tivi kabel.
Jangan sekali-sekali meremehkan PP karena puasa ini tidak ringan. Dengan catatan apa yang dipantangkan adalah makanan atau minuman favorit kita! Daniel PP daging dan anggur [Daniel 10:3]. Daniel bukan orang miskin yang sehari-hari hanya minum air ledeng dan makan mi instan saja. Ia petinggi kerajaaan super power. Menu hariannya – kalau peristiwa ini terjadi sekarang – steak, sirip ikan hiu, sop sarang burung, nasi ayam hainan. Betapa berat penderitaannya memaksa diri menyantap salad dan karedok saja sementara di sekelilingnya puluhan menu mewah terhidang. Bayangkan saja bila Anda diundang pesta konglomerat tetapi ketika Anda mengambil piring ia berkata, “Bro, khusus untuk kamu, makan nasi putih dengan emping saja. Dan minumnya akua saja ya.” Aduh emak! Sementara di sekeliling sekian mulut sibuk berdecak-decak kenikmatan, Anda sendirian sibuk mendelik-delik mendorong nasi yang macet di batang tenggorokan dengan air bening. “Aku berkabung tiga minggu penuh,” kata Daniel atas PP-nya ini [Daniel 10:2].
Tuhan tidak meremehkan PP-nya ini. Suatu hari seorang malaikat bergegas menemui Daniel. Sepertinya saya mendengar malaikat itu berkata, “Hentikan puasamu yang sudah sampai pada hari ke-21 ini, Daniel. Sebetulnya pada hari pertama kamu berpuasa, permohonanmu sudah sampai ke meja Allah. Tetapi aku yang diutus-Nya dihadang panglima iblis yang menguasai teritori ini. Dua puluh satu hari aku tak berhasil menembus blokadenya sampai Mikhael datang merepotkan mereka. Aku berhasil menyusup keluar dari kancah pertempuran udara yang sedang berlangsung untuk menemuimu.” Sulit membayangkan betapa hebatnya kekuatan puasa yang memberi sayap doa Daniel. Doanya terbang pada hari pertama menerobos daerah kekuasaan iblis sehingga kuasa kegelapan harus menata kembali pertahanannya yang berantakan untuk menghadang jawaban Allah.
Bila Anda telah berhasil PP-coklat selama 30 hari, dengan catatan – juga berhasil melumatkan keangkuhan jiwa, mulailah mencoba puasa mutlak [PM] tidak makan tidak minum dari setelah makan malam sampai tiba waktu makan pagi. PM ini paling asyik karena dapat dilakukan bersama seisi rumah.
Saya tidak pintar berbahasa Inggris. Tetapi saya membaui adanya kebiasaan PM-malam ini selama berabad-abad. Makan malam dalam bahasa ini disebut dinner. Jika saya menganggap akar kata ini adalah din yang artinya kegaduhan yang berlangsung pada saat tertentu, maka dapat dibayangkan ramainya makan malam terakhir ini. Tetapi anehnya, bahasa ini mengenal kata supper untuk makan malam juga. Menelusuri kamus saya menemukan kata sup yang berarti take a little liquid into the mouth at one time. Barangkali ketika malam makin larut, ada anak-anak balita menangis karena lapar atau haus. Maka ibunya menuangkan sedikit cairan ke mulutnya untuk mendiamkannya. Bisa juga ada anak-anak bajera [baru jerawatan] yang tidak tahan godaan menyelinap ke dapur dan melakukan supper kilat. Dalam bahasa pergaulan sehari-hari kata supper amat jarang dipergunakan, karena kata ini berarti last meal of the day. So, kalau Anda menjelang tengah malam membuat mi instan itulah supper.
Ketika pagi tiba berteriaklah kepala keluarga, “Let us break the fast dengan breakfast yang nikmat.” Andaikan keluarga-keluarga Kristen menghidupkan tradisi ini, betapa indahnya. Setelah dinner menaikkan doa syafaat bersama. Ketika di tempat tidur perut berontak, maka lidahpun mengucapkan kembali doa syafaat tadi. Pagi hari kembali mereka berkumpul untuk menghentikan [break] puasa [fast] itu.
Usahakan kemudian membalik waktu PM ini. Tidak makan-minum selama 12 jam dari setelah makan pagi sampai tiba waktu makan malam, selama 3 hari, 7 hari, sampai Tuhan menjawab doa kita. Bila kita telah terbiasa dengan PM siang ini, suatu saat kamu akan tiba pada PM-24 jam.
Orang sering heran dan bertanya apa bisa orang hidup tanpa makan-minum selama 24 jam, 72 jam, terlebih lagi 960 jam seperti yang pernah dilakukan Yesus. Karena herannya orang tergoda meremehkan kebenaran pernyataan dalam Alkitab dengan mengatakan: “Ah, mungkin yang dimaksud dengan puasa tiga hari tiga malamnya Saulus adalah setiap 24 jam ia makan minum satu kali, kemudian puasa lagi untuk ronde berikutnya.” Bila kita meremehkan pernyataan ini, maka kita juga meremehkan kuasa Roh Kudus dan Firman yang mengatakan, “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah.”
Lalu kapankah kita harus melakukan doa-puasa?
1. Bila dosa menekan jiwa.
Kita tahu Yesus telah mati untuk menghapus dosa kita. Tetapi bisa terjadi pada suatu saat kita merasa belum benar-benar diampuni. Bayang-bayang dosa menekan jiwa. Kita tak tahu lagi apa yang harus kita ucapkan dalam doa. Kita tahu Yesus mati bagi kita, tetapi kita kurang yakin dosa yang ini juga termasuk dosa yang diampuni oleh Yesus di kayu salib.
Saulus pernah terjebak dalam situasi seperti ini. Sulit ia bisa memercayai Yesus juga mati bagi dirinya yang telah membunuhi pengikut Yesus di dalam rumah sembahyang. Bahkan Ananias pun meragukan kasih Yesus ini. Iblis mencoba mengguncangkan imannya. Tetapi ia melakukan sesuatu yang tepat. Ia berpuasa. Dengan puasa ia menyatakan kesungguhan penyesalan atas segala dosa yang telah ia perbuat.
2. Bila hati digelapkan kedukaan.
Ketika duka pekat membalut jiwa, mungkinkah damai sejahtera dari Allah dan Tuhan Yesus masih punya arti bagi kita? Ketika semua anak Ayub mati dalam sehari, ketika semua perusahaannya gulung tikar dalam sekejap, ketika semua peternakannya kehilangan penghuninya dalam seketika, ketika semua asetnya dibekukan serentak, apakah seruan damai sejahtera masih melentikkan kehangatan bagi jiwanya? Tidak! Ayub yakin Allah itu ada, tetapi bagaimana ia bisa meyakinkan dirinya bahwa Allah masih mencintainya? Bersama teman-temannya ia berdiam diri di hadapan Allah. Tujuh hari tujuh malam mereka melakukan PP-bicara. Dan Allah menjawab doa-puasa mereka.
3. Bila hidup rohani mengering.
Mengikuti Yesus seperti menjelajahi kembali sejarah Perjanjian Lama yang penuh dengan peperangan. Peperangan yang berat karena kita berada dalam kancah perang roh. Sering kita tidak menyadari Iblis menyusupkan tenteranya ke belakang garis pertahanan kita. Sering saya sendiri tiba-tiba terkejut ketika kata-kata dalam Alkitab kehilangan makna, doa-doa saya bagai gelembung sabun yang musnah tanpa arti dalam sekejap, kerja pelayanan saya di gereja kehilangan gairahnya. Saya tidak lagi bisa melihat bayang-bayang Kristus di sekeliling. Saya tidak bisa lagi berseru Haleluya ketika seseorang bersaksi. Tidak ada lagi kesukaan dalam hati saya. Yang ada hanya kejengkelan, kesedihan dan kemarahan. Ada apa? Di manakah Roh Kudus telah saya tinggalkan? Garam yang kehilangan asinnyakah saya ini?
Saat itulah saya tahu saya harus membungkus doa saya yang telah kehilangan sayapnya dengan puasa. Saya harus merendahkan diri di hadapan-Nya agar Ia berkenan menunjukkan tempat-tempat di mana saya telah membiarkan tentera Iblis menetap. Puji Tuhan, saya bisa bersaksi jawaban Allah membuat saya malu sehingga nyaris saya tidak lagi menulis untuk Anda. Dalam peperangan rohani saya terlalu sibuk mengorek-ngorek kesalahan saudara-saudara seiman sehingga lupa menjaga kesehatan rohani sendiri. Akhirnya, sementara orang lain berbenah diri, rohani saya merosot ke titik nol.
Masih banyak hal-hal yang mendorong seseorang melakukan doa-puasa. Jika Anda merasa belum memiliki sebuah karuniapun, mengapa tidak mengetuk pintu sorga dengan doa-puasa? Jika Anda harus menentukan calon-calon anggota Komisi atau penatua gereja, bukankah daripada ribut mengadu rekomendasi lebih baik melakukan doa-puasa masal? Jika Anda melihat teman dalam kesulitan dan ingin mendoakannya dengan sungguh-sungguh, mengapa Anda tidak melakukan PM-12 jam untuk dirinya?
Lakukanlah doa puasa bukan hanya karena itu kewajiban agama seperti halnya persembahan perpuluhan, tetapi semata-mata karena kerinduan mendekatkan diri dengan Allah. Lakukanlah dengan senyap. Tidak usah menggantungkan karton bertulisan “Awas, aku sedang berpuasa” di leher sehingga membuat semua kepala mengangguk kagum. Jikalau harus ada orang lain yang mengetahui, mereka hanyalah orangtua kita agar mereka tidak curiga kita sedang melakukan unjuk rasa dengan mogok makan. Siapa tahu mereka berkata, “Biarlah kami ikut menaikkan permohonanmu dengan ikut berpuasa.” Ah, betapa indahnya.
(selesai)
PS: Dalam kasih Tuhan Yesus yang telah menyanggupkan saya mengasihi orang lain, kepada para pengunjung situs ini yang sedang melakukan ibadah puasa, saya mengucapkan “Selamat menunaikan ibadah puasa. Kiranya puasa tahun ini menjadi puasa yang paling indah dan paling berkesan di sepanjang hidup Anda dan keluarga. Amin.”
Belum ada user yang menyukai
- Purnomo's blog
- Login to post comments
- 6356 reads