Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Sekilas dari Keabadian (24)
Kesaksian Ian McCormack
Oleh: John Adisubrata
ALLAH ADALAH KASIH
“Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1 Yohanes 4:16)
Tetapi sebelum saya berhasil menemukan sebuah tempat persembunyian, kembali saya menyaksikan berkas-berkas cahaya tebal berbentuk gumpalan-gumpalan gelombang yang terpancar keluar dari dalam sumber cahaya tersebut melayang bergulung-gulung datang menghampiri diri saya. Dugaan saya, sentuhan tersebut akan segera menyebabkan diri saya terlontar kembali ke tempat gelap mengerikan yang ada di bawah.
Sambil memejamkan mata penuh kekuatiran saya menantikan hal itu terjadi.
Tetapi dugaan saya ternyata keliru sekali! Ketika disentuh olehnya, saya merasakan cairan lembut yang sama melumuri seluruh ‘tubuh’ saya dengan ajaib sekali. Emosi yang ditimbulkan olehnya meluluhkan segala keragu-raguan, ketidak-percayaan, keangkuhan, kekerasan hati, perasaan tidak layak dan lain sebagainya, yang semenjak tadi sudah meliputi diri saya.
Selain membersihkan saya dari hal-hal itu, ia juga membangkitkan rasa haru di dalam hati yang sukar sekali untuk bisa diuraikan dengan kata-kata. Emosi mengharukan itu meluap-luap keluar dari lubuk hati saya yang terdalam, yang menyebabkan air mata saya mengalir berlinangan membasahi pipi-pipi saya.
Ketika saya masih terus berusaha mempelajari emosi tersebut, kembali saya melihat gumpalan-gumpalan gelombang yang baru dipancarkan keluar dari dalam sumber cahaya itu, melayang bergulung-gulung datang menghampiri diri saya.
Sekali lagi tanpa mengerti maknanya, saya merasakan keindahan emosi yang sama, yang menyebabkan keharuan di dalam hati saya menjadi semakin bertambah memuncak saja!
Kalau tadi saya bisa langsung mengenali emosi-emosi yang ditimbulkan olehnya, emosi yang terakhir ini tidak saya ketahui, karena saya tidak pernah mengalami perasaan yang seindah itu sebelumnya!
Sementara saya masih terus berusaha mereka-reka makna emosi yang saya alami tersebut, tampaklah dari dalam sumber sinar itu semburan gelombang berkas-berkas cahaya tebal yang baru, yang dipancarkan keluar olehnya dan melayang bergulung-gulung datang menghampiri diri saya lagi.
Kali ini jamahan itu membuat diri saya merasa nyaman sekali. Oh, … hati saya diliputi oleh perasaan tenang, aman dan tenteram, seolah-olah Ia ingin meyakinkan saya, bahwa Ia menghargai dan menerima diri saya seperti apa adanya. Secara tidak langsung Ia sudah menjawab segala usaha-usaha saya untuk mempelajari makna-makna emosi yang sedang saya nikmati tersebut.
Tiba-tiba saya menjadi sadar: “Oh, … aku tahu sekarang, … keindahan emosi ini adalah KASIH, … kasih sejati yang tidak pernah kualami sebelumnya di dunia! Ia sedang menghujani diriku dengan kasih-Nya yang murni sekali, … kasih (‘agape’) yang tidak mengharapkan balasan apa-apa!”
Tercengang dengan hati terharu saya menggumam sendiri: “Dia mengasihi diriku?” (1)
Sekali lagi saya menyaksikan berkas-berkas cahaya tebal berbentuk gumpalan-gumpalan gelombang terpancar keluar dari dalam sumber cahaya itu melayang bergulung-gulung datang menghampiri diri saya.
Kali ini saya bisa mengenali dan merasakan keindahan, kemurnian, kesucian dan kekudusan kasih-Nya yang sejati. Kasih yang tidak tersembunyi di balik segala kepalsuan isi hati manusia. Kasih yang bebas dari segala kemunafikan! Kasih yang tidak menuntut ‘favours’ timbal-balik yang biasanya selalu diharapkan oleh SETIAP orang pada saat mereka melakukannya. Benar-benar suatu kasih sejati yang membuat diri saya menjadi semakin merasa tidak berharga untuk menerimanya!
Tak henti-hentinya Ia menghujani saya dengan gelombang-gelombang berkas-berkas cahaya kasih yang baru, untuk meyakinkan saya akan ketulusan kasih-Nya yang tiada batasnya dan tidak bersyarat!
Kendatipun akhirnya Ia berhasil mempengaruhi keyakinan saya akan kasih-Nya yang sejati, keragu-raguan di dalam hati saya mulai timbul kembali: “Jangan-jangan Dia tidak menyadari perbuatan-perbuatanku yang jahat selama ini.”
Timbul dari kesadaran hati nurani saya sendiri, dengan hati pedih dan malu saya mengakui dosa-dosa saya di hadapan-Nya: “Oh Tuhan, aku sering menghujat nama-Mu! Bahkan … tidak jarang aku menjadi marah dan mengutuki diri-Mu!”
Belum juga selesai mengucapkannya, kembali Ia mengirimkan gumpalan-gumpalan gelombang berkas-berkas cahaya kasih yang baru kepada saya.
Menikmati jamahan-Nya hati saya menjadi semakin hancur. Menangis tersedu-sedu saya melanjutkan pengakuan dosa saya kepada-Nya: “Oh Tuhan, … tidakkah Engkau tahu, aku sering berzinah untuk memuaskan hawa nafsu kejantananku sendiri?”
Kembali dengan dahsyat sekali Ia memancarkan gumpalan-gumpalan gelombang berkas-berkas cahaya kasih yang baru untuk menjamah diri saya.
“Oh Tuhan, … apakah Engkau tidak tahu, bahwa aku sering memadat dan menggunakan obat-obatan narkotik yang terlarang untuk memuaskan kekosongan jiwaku? Bagaimana Engkau bisa mengasihi orang berdosa seperti aku?” Kembali saya meratap penuh penyesalan dengan hati pilu dan malu.
Sekali lagi gumpalan-gumpalan gelombang berkas-berkas cahaya kasih yang baru dikirimkan oleh-Nya untuk membuktikan kemurnian kasih-Nya kepada saya! (2)
Tak henti-hentinya Ia menjawab setiap keluhan penyesalan diri yang saya ucapkan dengan jamahan-jamahan kasih-Nya yang berkelimpahan. Saya merasa yakin sekali, bahwa hanya Allah pencipta semesta alam saja, sumber kasih itu sendiri, yang mampu mengaruniakan kasih setulus itu kepada saya. Karena ketika saya masih hidup di dunia, saya tidak pernah mengalaminya!
Saya menjadi sadar, bahwa tidak ada tindakan-tindakan dosa yang pernah saya lakukan, sengaja ataupun tidak, yang bisa menghalang-halangi kasih-Nya kepada saya! (3)
Pada saat saya sedang berada di dalam perjalanan menuju ke rumah sakit Victoria, Allah yang maha tahu ini sudah membeberkan segala kekotoran dan kejahatan hidup yang pernah saya lalui. Saya menentang Dia, bahkan mendahulukan segala keinginan-keinginan hati saya sendiri untuk mengejar kenikmatan-kenikmatan hidup duniawi.
Tetapi semenjak saat itu, Ia juga memberi keyakinan kepada saya, bahwa dosa-dosa tersebut sudah dihapus bersih oleh-Nya, menjadi putih seperti salju segar di musim dingin yang baru saja melayang turun dari langit! (4)
Semua jalinan kata-kata yang saya pergunakan untuk mengisahkan pertemuan saya dengan Allah semesta alam di dalam buku ini, tidak akan pernah bisa memadai kedahsyatan peristiwa yang terjadi sebenarnya. Karena memang tidak ada kata-kata yang tepat di dunia, yang bisa melukiskan keindahan kejadian-kejadian yang saya alami pada saat itu!
(Nantikan dan ikutilah perkembangan kesaksian bersambung ini)
SEKILAS DARI KEABADIAN (25)
Kesaksian Ian McCormack
BOLEHKAH AKU MEMANDANG-MU?
- John Adisubrata's blog
- 4608 reads