Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Realita Hidup Di bawah Matahari (1) (ayubw)
Realita Hidup Di bawah Matahari (1)
Dipublikasi Artikel blog by ayubw
REALITA HIDUP DI BAWAH MATAHARI (PENGKHOTBAH 1:1-11)
Sdr-sdr, yang dikasihi Tuhan, jika kita ditanya,"Apakah yang
menjadi tujuan dan makna hidup kita?" Apa jawaban kita. Ada
sebagian orang yang memandang hidup ini sebagai siklus alamiah saja,
seperti falsafah hidup orang Jawa dengan 3M-nya, yaitu: Metu (Lahir),
Mantu (Menikah) lalu Mati, begitu seterusnya. Orang seperti ini melihat
hidup manusia seperti lingkaran yang menjemukan.
Ada lagi yang melihat hidup ini sebagai suatu perjalanan, dimana ada
suatu titik dimana hidup itu sendiri akan berakhir. Orang seperti ini
melihat hidup seperti garis lurus atau titik-titik yang bersambung. Ada
sebagian lagi yang mengatakan bahwa hidup manusia tidak lebih dari
suatu
perjuangan yang senantiasa diwarnai oleh kepahitan, kesakitan,
penderitaan, begitu seterusnya berulang-ulang. Orang seperti ini
melihat
hidup seperti spiral.
Tetapi yang celaka adalah bahwa tidak sedikit orang yang tidak tahu
untuk apa ia hidup, sehingga ia hidup dengan sembrono, hidup dengan
sembarangan, dan seringkali justru menyesali kehadirannya di dunia ini,
sambil bernyanyi, "Untuk siapa/apa aku dilahirkan ke dunia
fana…"
Saya saya mengajak sdr-sdr untuk melihat realita hidup dari kacamata
Pengkhotbah. Bagaimana Pengkhotbah melihat realita hidup manusia.
Setelah mengadakan observasi atau penyelidikan melalui pengalaman dan
pengamatan yang mendalam, ia akhirnya memberikan kesimpulan dengan satu
kalimat pendek,"Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah
sia-sia"
Kata "Kesia-siaan" ini diulang sampai 30 kali dalam 12
pasalnya. Mengapa Pengkhotbah seolah-olah begitu pesimis dan skeptis
memandang hidup ini? Benarkah demikian? Pengkhotbah tidak membiarkan
pembacanya terus bertanya-tanya, tanpa ada jawaban. Pengkhotbah
kemudian
memberi isyarat kepada pembacanya. Isyarat yang langsung diberikan oleh
Pengkhotbah adalah perkataan "di bawah matahari".
Kata "di bawah matahari" ini menjadi kata kunci bagi kitab
Pengkhotbah ini. Kata "di bawah matahari" ini juga diulangi
sampai 30 kali di dalam 12 pasalnya. Dan kalau kita selidiki di dalam
12
pasalnya ini, kita akan mendapati bahwa kata "kesia-siaan"
hampir selalu diikuti dengan kalimat "di bawah matahari",
misalnya : 1:2-3,14;2:11,22;4:7, dst. Jadi, batasan
"kesia-siaan" yang dimaksudkan oleh Pengkhotbah adalah
"di bawah matahari".
Lalu, apa artinya "di bawah matahari" ini?. "Di bawah
matahari" artinya adalah di dunia, dimana kita hidup.
Kesia-siaanhidup "di bawah matahari" adalah kesia-siaan
hidup tanpa Pribadi "di atas matahari". Dengan kata lain,
hidup "di bawah matahari" adalah hidup tanpa Allah,
Pencipta, yang datang dalam wujud "Yesus Kristus."
Pertanyaan sekarang adalah realita hidup seperti apakah yang akan kita
alami jika kita hidup tanpa Kristus?
1. Tanpa Kristus, hidup kita tidak ada nilainya (v.2-3)
"Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala
sesuatu adalah sia-sia. Apa gunanya manusia berusaha dengan jerih payah
di bawah matahari?" Sdr. Kata "Sia-sia" di dalam
bahasa aslinya mempunyai arti "hembusan nafas" sebagai
ungkapan untuk melambangkan hal-hal yang bersifat fana, tidak kekal dan
tidak memuaskan. Menurut Pengkhotbah, hidup tanpa Kristus, adalah
bagaikan sebuah tarikan nafas, tidak ada yang dapat kita genggam, tidak
berarti, sia-sia, meaningless.
Dalam ayat 3, Pengkhotbah mengungkapkan kebenaran ini dengan berkata,
"Apa gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah
matahari?" Bahasa yang sama juga pernah dipakai oleh Tuhan Yesus
dalam Markus 8:36, "Apakah gunanya seorang memperoleh seluruh
dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya" Sdr. Kata
"guna"
disini diambil dari istilah dunia perdagangan, yang bisa juga diartikan
sebagai "keuntungan" (apakah untungnya), yang dalam bahasa
aslinya berati: "Apa yang tertinggal setelah sebuah transaksi
berakhir" Tidak ada lagi.
Pada saat semua telah diucapkan dan selesai dilaksanakan, pada saat
kita tiba di akhir kehidupan, pada saat kita pulang dari upacara
penguburan seseorang yang kita cintai, pada saat layar kehidupan
ditutup, segalanya pada akhirnya akan kembali pada nol besar atau
kekosongan. Dengan perkataan lain, Pengkhotbah mau
berkata,"Apakah
untungnya manusia berusaha dengan berjerih lelah tetapi ia hidup tanpa
Kristus?"
Untuk menunjukkan kesia-siaan hidup manusia, Pengkhotbah kemudian
melanjutkan lagi dengan berkata, "Keturunan yang satu pergi dan
keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada". Pengkhotbah
seolah-olah mau berkata,"Lihatlah generasi datang dan pergi,
gelombang generasi silih berganti, tokoh-tokoh timbul lalu tenggelam
dan
sesaat kemudian terlupakan; dan semua ini dengan latar belakang bumi
tidak mempedulikannya, bumi yang jalan terus, sementara tiap generasi
tiada.Dan suatu ketika, bumi pasti akan menyaksikan yang terakhir dari
kita menghilang, dan kalau itu terjadi apakah manusia masih mempunyai
nilai?"
Sdr. seorang bapak mendapatkan kiriman surat, setelah dia buka ternyata
isinya sebuah cek, ia kemudian membuka/menarik cek itu pelan-pelan. Dia
mulai melihat angka 000.000.000. Dia penasaran dan memelototi cek itu,
dimana 1 nya? Kenapa hanya 000.000.000. Apa artinya nol sembilan ini
kalau tidak ada angka 1-nya/angka di depannya. Sdr. berapapun banyak
angka 0 yang kita miliki, tetapi kalau tidak ada angka satu di
depannya,
maka tidak ada nilainya sama sekali. Demikianlah halnya dengan hidup
kita.
Apapun yang kita miliki, seberapa pun banyak harta/kekayaan yang kita
miliki, keluarga sebahagia apapun yang kita miliki, sesukses apapun
kita, jika kita hidup tanpa Kristus, maka hidup kita sebenarnya tidak
ada nilainya sama sekali. Tanpa Kristus, semua yang kita miliki, tak
ubahnya seperti deretan angka nol besar yang tidak ada nilainya sama
sekali. Hidup di bawah matahari, hidup tanpa Kristus, berati hidup
tanpa
nilai. Bukankah Tuhan Yesus mengingatkan kita,"Di luar Aku, kamu
tidak dapat berbuat apa-apa" (Yoh. 15:5b).
Hidup tanpa Kristus adalah suatu kepulan asap, hembusan angin, sebuah
tarikan nafas, tidak ada yang dapat kita genggam, tak berarti, sia-sia,
meaningless, nol besar, tak ada nilainya sama sekali. Tetapi di atas
sana, di atas matahari ada Kristus yang dapat membuat hidup kita
bernilai. Karena hanya di dalam Kristuslah terletak nilai hidup kita.
Rasul Petrus berkata,"Kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari
cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu
bukan
dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan
dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus…" (I Petrus
1:18-19). Kristus membayar hidup kita dengan hidupnya sendiri,
darah-Nya
mengalir di atas kayu salib, Dia mati untuk menebus dosa-dosa kita.
Kalau begitu berapa nilai hidup kita? Tak ternilai lagi. Nah, kalau
begitu apa yang harus kita lakukan sekarang:
Jangan pernah kita menyia-nyiakan kesempatan hidup yang Tuhan berikan
dengan cara apapun. Jangan pernah sekalipun kita mencoba hidup tanpa
Kristus. Karena ketika kita mencoba untuk melepaskan atau meninggalkan
Kristus dari aspek kehidupan kita, maka hanya kekosongan yang akan kita
rasakan. Sebaliknya ketika kita melibatkan Kristus di dalam setiap
aspek
kehidupan kita; di dalam keluarga kita, di dalam usaha/bisnis kita,
pendidikan anak-anak kita, di dalam setiap pergumulan yang kita hadapi,
maka Kristus yang adalah pemberi nilai hidup kita itu akan memberikan
kedamaian di dalam hati kita, damai yang tidak dapat dan tidak pernah
diberikan oleh dunia ini (Bersambung)
- 5632 reads