Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Anak berhati Hamba. Suatu tanda kerendahan hati atau kesombongan?
Sebagai penduduk kota Semarang, kalau mengendarai mobil, sering di perempatan jalan kita ditemui oleh pengamen atau peminta-minta pria, memakai pakaian wanita. Bukan dengan maksud untuk menghakimi, karena Tuhan juga mengasihi mereka, tetapi saya ingin menunjukan bahwa seorang pria yang memiliki hati seorang wanita akan menjadi seseorang yang beda dengan maksud sang pencipta. Sama dengan wanita berhati pria, orang dewasa berhati kanak-kanak (dalam arti negatif), dan manusia berhati serigala. Mereka yang memiliki hati yang berbeda dengan identitasnya pasti akan menjadi orang orang yang tidak sesuai dengan maksud sang pencipta.
Galatia 4:7 Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.
Paulus berkata bahwa kita orang percaya adalah bukan lagi hamba melainkan anak. Saya sungguh bersyukur kalau manusia seperti saya ternyata sudah dianggap sebagai anak oleh pencipta bumi, langit dan segala yang ada di universe ini. Sebagai apresiasi pada Tuhan, saya akan bertingkah laku seperti sebagaimana Dia memperhitungkan saya.
Lukas 15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.
Mari kita melihat satu perumpamaan mengnenai kisah anak yang hilang. Sebagian besar kita tentu pernah mendengar cerita atau khotbah mengenai parable ini. Mari kita melihat apa yang ada dihati anak sulung. Dia berpikir, dengan berlaku setia, selalu melayani, dia berhak menerima upahnya. Seorang hamba bekerja demi upah. Dia akan melakukan pekerjaan yang diserahkan padanya dan mengharapkan upah sesuai apa yang sudah dikerjakan. Si anak sulung yang sebenarnya memiliki hak sebagai anak, sayangnya masih memiliki mentalitas seorang hamba. Dia mengharapkan upahnya berdasarkan performance atau kesetiaannya.Anak sulung ini adalah seorang anak berhati hamba.
Sekarang pertanyaannya adalah, apabila seseorang menerima berkat dari Tuhan, apakah dia menganggap berkat itu adalah hasil karya, hasil pelayanannya, hasil dari kemampuannya untuk hidup kudus, hasil dari perpuluhannya, atau dia menganggap berkat itu tidak layak diterimanya, dan Tuhan memberikan berkat itu karena posisinya sebagai anak.
Orang yang menganggap berkat adalah hasil dari kemampuannya menyenangkan hati Tuhan adalah orang yang sangat sombong, seorang anak berhati hamba. Sebaliknya orang yang menganggap berkat yang diterimanya adalah hasil dari pemberian sang pencipta yang penuh kasih adalah seorang yang rendah hati. Seorang anak yang berhati sebagaimana mestinya, yaitu anak yang berhati anak.
Mari kita hidup dengan kerendahan hati yang murni.
- Nugraha Suprana ministry's blog
- Login to post comments
- 5839 reads