Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
KualitasMU ditentukan Juga Oleh KebiasaanMu
KualitasMU ditentukan Juga Oleh KebiasaanMu
Laporan United Nations
Development Program (UNDP), badan PBB untuk program pembangunan, menempatkan Indonesia di
peringkat ke-108 dalam indeks pembangunan manusia (Human development index) 2006 dengan indeks 0,711. Peringkat Indonesia
masih jauh di bawah negera-negara tetangga. Penentuan indeks ini penting karena
memberikan informasi soal kualitas pengembangan manusia pada suatu Negara.
Menurut UNDP ada beberapa hal
yang dipakai untuk menentukan kualitas pengembangan manusia pada suatu Negara.
Diantaranya di dasarkan :
·
Pada pendapatan perkapita
·
Pendidikan
·
Fasilitas Kesehatan
·
Harapan Hidup penduduknya.
Pada
kesempatan ini, kita tidak akan membahas dari semua hal tersebut. Tetapi lebih
memfokuskan pada sektor ”pendidikan”. Pendidikan pun tidak secara detail
melainkan akan diambil beberapa bagian saja. Keempat dasar yang digunakan untuk
menilai tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Keempatnya merupakan satu kesatuan
yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya, bahkan tidak menutup kemungkinan
saling ketergantungan dan berkesinambungan.
Peningkatan
atau penurunan nilai indeks (HDI) tidak hanya milik suatu negara, tetapi juga
sangat ditentukan dengan peranan individu-individu yang berada dalam suatu
negara. Atau dengan kata lain peranan
individu menjadi hal yang penting. Keberhasilan suatu individu dalam bidang
apapun tidak terlepas dari adanya suatu ”kebiasaan”. Saya pernah membaca suatu
buku (lupa judulnya) yang melontarkan suatu pertanyaan, apa yang membedakan
kita dengan Einsten? Coba kita renungkan sejenak, barang 1-2 menit. Kira-kira
apa jawaban anda? Mungkin anda mulai menjawab berkaitan dengan IQ, yah... itu
tidak salah. Atau berkaitan dengan ketrampilan kita, itu juga tidak salah. Buku
itu, memberikan jawaban yang diluar pemikiran saya. Yang membedakan yaitu soal
”Kebiasaan”. Einsten memiliki kebiasaan membaca sedangkan kita tidak memiliki
kebiasaan tersebut.
Saya
setuju dengan buku tersebut. Jika kita melihat definisi kebiasaan yaitu :
sesuatu yang telah biasa dilakukan (mnrt KUBI). Telah biasa dilakukan artinya
tidak memerlukan sesuatu yang lebih untuk melakukannya. Misalnya harus kursus
atau belajar sendiri. Kebiasaan sesuatu yang sudah mendarah daging. Jadi dengan
sendirinya melakukan hal tersebut. Demikian halnya dengan membaca.
Pepatah
mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Artinya melalui buku kita dapat
belajar berbagai hal. Bagaimana kita dapat memiliki informasi atau pengetahuan
yang lebih jika kita tidak memiliki kebiasaan membaca.
Membentuk
suatu kebiasaan membaca bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Saya pernah
mencobanya dengan berbagai tips-tips yang saya dapatkan dari berbagai buku,
saran dari teman maupun melalui media elektronik. Semuanya hanya berlangsung
sesaat, kemudian kembali pada kebiasaan saya yang semula.
Karena
pekerjaan saya sebagai Dosen menuntut saya untuk memiliki kebiasaan membaca
maka mau tidak mau, suka tidak suka saya dituntut untuk membaca. Saat ini juga
saya sedang menempuh pendidikan Pasca Sarjana yang di dalamnya juga tak dapat
lepas dari kegiatan membaca. Akhirnya sedikit demi sedikit mulai muncul
kebiasaan membaca. Situasi atau keadaan dapat memaksa kita untuk membaca. Hal
ini dapat menolong untuk menimbulkan kebiasaan membaca. Katakanlah itu faktor
External yang ada di luar diri kita. Kalau boleh jujur, pengaruhnya hanya 30%.
Faktor Internal menjadi faktor penentu untuk belajar menciptakan kebiasaan
membaca.
Ada
beberapa faktor internal yang dapat saya bagikan berdasarkan pengalaman saya.
Mungkin tidak sehebat pengalaman anda yang sudah memiliki kebiasaan membaca. Suatu
saat, ketika saya mengikuti perkuliahan. Dengan sistem diskusi, saya melihat
beberapa teman telah menguasai beberapa hal yang saya tidak kuasai. Lalu timbul
keinginan saya untuk membaca tentang hal-hal yang teman saya ketahui. Kebiasaan
membaca dapat terbentuk ketika ada satu kebutuhan dalam diri yang tidak
terpenuhi. Atau dengan kata lain,
kita harus mengetahui apa yang kita dapatkan ketika kita membaca suatu buku. Apakah
bacaan yang kita baca mengisi kebutuhan kita tentang sesuatu hal? Jika bacaan
yang kita baca tidak menambahkan sesuatu dalam diri kita, saya sarankan anda
untuk berhenti membaca karena hal tersebut hanya melelahkan mata dan sesuatu
yang sia-sia.
Interes
atau ketertarikan terhadap suatu buku juga dapat dijadikan salah satu hal yang
dapat membentuk kebiasaan kita dalam membaca. Suatu saat saya sangat tertarik dengan kegiatan menulis
buku. Saya pergi ke toko buku dan mencari beberapa buku yang berkaitan dengan
tulis-menulis (creativ Writing).
Empat buah buku sekaligus saya beli, dalam sekejap buku itu selesai dibaca.
Ketertarikan kita terhadap suatu hal sangat menentukan kemauan kita untuk
membaca. Baik itu bacaan fiksi maupun non fiksi. Saya tidak menyoroti dari isi,
tetapi lebih kepada menciptakan suatu kebiasaan membaca.
Ketika
memilih buku di GRAMEDIA, saya mencari beberapa judul buku yang membahas hal
yang menarik. Ada beberapa buku dengan pokok bahasan yang sama, tetapi saya
cenderung untuk mencari tampilan yang lebih menarik, tidak terlalu tebal, kalau
mungkin yang bergambar dan harganya terjangkau. Perlu dipahami kebiasaan itu
terjadi bukan seketika tetapi membutuhkan proses dan proses itu berlangsung
dengan grafik yang meningkat (perkembangan
yang progresif). Pada awal membentuk kebiasaan membaca jauh lebih baik jika
kita mencari buku-buku yang ringan terlebih dahulu atau fastbook. Bentuk yang kecil dengan bahasan yang tidak terlalu berat
dan tipis membawa daya tarik tersendiri bagi kita yang sedang membentuk
kebiasaan membaca.
Awal
pembentukan kebiasaan membaca bukanlah sesuatu yang mudah. Biasanya orang mulai
malas dan tidak berniat membentuk kebiasaan membaca ketika kita mulai
membayangkan hal-hal yang negatif atau yang melelahkan kita. Jim Rohn, filsuf
pembangkit motivasi nomor satu di Amerika, memberikan saran agar kita
menggunakan waktu 1 jam ekstra untuk membaca setiap hari. Jadi jangan pernah membayangkan waktu yang berjam-jam dan
melelahkan. Untuk awalnya cukup 1 jam saja. Dengan menyediakan waktu 1 jam
untuk membaca perhari diharapkan dalam 1 minggu kita sudah mampu membaca 1
buku. Dengan demikian dalam 10 tahun kita sudah membaca 520 buku dan dalam 20
tahun. Lebih dari 1.000 buku. Ini sudah menempatkan kita pada 1% pakar teratas
dalam bidang kita. Wauuu... menakjubkan.... hanya butuh waktu 1 jam dalam
sehari, tentunya ini sesuatu yang mudah dan menjadikan anda unggul dibandingkan
dengan rekan-rekanmu yang lain. Jadi sebelum membaca buku, fokuskan pada
hal-hal yang positif dan bayangkan anda memasuki jajaran pakar-pakar.
Tunggu
apalagi, jangan pernah terpikir bahwa membaca adalah kegiatan kaum intelektual saja tetapi semua kalangan.
Awalnya terasa susah, tetapi cobalah, bertahanlah, lihat kembali tujuan atau
manfaat apa yang anda akan dapatkan dan carilah buku-buku yang menarik bagimu. Menarik atau bagus menurut orang lain belum tentu menarik
dan bagus menurut anda.
- Pestaria Happy's blog
- 5278 reads