Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Jejak di Jalan (dan lainnya)
Aku mengingat jejak di jalanan padat
Di satu siang yang menanti
Waktu nyeri kian menjadi
Memandang jejak kukenang janji
Juga rumput yang menari girang
Saat hujan memeluk pinggangnya
Derap menjauh tinggallah jejak
Berderet lubang yang menganga
Luka dan caci membanjiri
Aku melangkah di jalanan padat
Membuat jejak sebelum badai kembali
Satu hangat mengalir di pipi
Jejak padat di jalan yang beku
Sepasang rumput yang lelah
Menatap bintang enggan mendarat
Diharini
Waktu embun menetes pagi ini
Dingin mencoba memeluk diri
Namun kehangatan sia-sia
Segera meresap dalam hening
Lalu matahari menyiksa bahagia
Aku kering tak bernyawa
Namun angin menghantam
Menghantarku kembali pada kata
Dan kini bulan meleleh di atasku
Yang kuhela hanya jiwamu
Namun kesadaran membenciku
Tepat di hati menghujam mati
Bawah Lampu
Dalam sebuah ruangan di bawah lampu yang menyilaukan
Seorang menulis keluhan perih dalam tangis diam
Membaca perlahan berusaha mencari arti bagi wajah muram
Tak ingin dia meratap namun sesak mustahil dihiraukan
Aku bertanya tentang ketakutan tapi sesal yang ia ceritakan
Sungguh tipis udara seperti hati yang tak pasti
Sedangkan cahaya itu hanya datang guna menyiksa
Sengat putihnya memantul dari mata pucat darah
Jemari yang merangkai ajaran merunduk malu pada sorotan
Di bawah tatapan sakit mengalir deras keheningan
Bahkan satu baris lagi tetap gagal menenangkan
Mungkin hanya gelap yang dapat sekejap membungkam
Siklus yang Sulit Berhenti
Kali ini aku ingin berhenti bicara tentang buku yang kubaca
Aku ingin membelah kota menjumpaimu yang tetap diam
Pecahan kaca dan lilin di sakuku nanti yang akan bicara
Tapi aku lupa membawa api dan aku lalai dan lihat merah mulai basah
Apakah saat itu kau akan memekik lalu berkata kau kesakitan melihatku?
Dan akankah aku kemudian kembali bicara tentang hal yang kau benci?
Kalau
Seandainya menunggu di depan jendela
Tengadah seperti manusia celaka
Seumpama mengetuk pagar hati
Menggoda bagai daging penjaga
Andaikan menoreh kulit bahu
Beratnya serupa hukuman menanti
Kalau saja mengunyah telinga
Berbisik laksana ular terkutukmu
Tapi mana harapan aku tak tahu
Mungkin dia lari mengejar kenangan
Atau dia sembunyi di balik hasrat
Mataku terpejam bermimpi mencari
- y-control's blog
- 3560 reads