Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Integritas Pemimpin
Seorang aktor terkenal bernama Charles Coburn pernah bercerita begini: "Ketika masih
kanak-kanak, saya jatuh cinta pada teater dan karena waktu itu belum ada
bisokop, saya berkeliling menonton semua pertunjukan hidup yang saya jumpai."
"Ayah
saya memberi nasihat, ‘Nak, satu hal yang tidak pernah boleh engkau lakukan
ialah tidak boleh pergi ke pertunjukan tertutup yang mempertotonkan
wanita-wanita telanjang.'"
"Tentu saja saya bertanya mengapa."
"Dan kata ayah saya, ‘Karena engkau akan melihat sesuatu yang seharusnya tidak boleh
engkau lihat.' Ayah mengulanginya sekali lagi, ‘Karena engkau akan melihat
sesuatu yang seharusnya tidak boleh
engkau lihat.'"
"Jawaban itu justru membuat saya penasaran. Saya malah semakin ingin tahu. Pada
kesempatan berikutnya, ketika saya mendapat cukup banyak uang, saya langsung
pergi ke pertunjukan tertutup itu. Ayahku ternyata benar. Saya melihat sesuatu
yang seharusnya tidak boleh saya lihat,
yaitu Ayahku sendiri."
Dalam istilah Jawa, apa yang dilakukan oleh ayah Charles Coburn dikatakan seperti
"Gajah diblangkoni. Iso kojah (ngomong) nangin ora iso nglakoni"
artinya, "Bisa memberi nasihat, tapi dia sendiri tidak melakukan hal
itu." Ayah Charles Coburn melarang anaknya menonton pertunjukan tarian telanjang,
tapi dia sendiri malah menontonnya. Inilah contoh seorang yang tidak dapat
memberi contoh atau teladan yang baik.
Dalam perikop 1 Timotius 4:1-16, Paulus menekankan kepada Timotius tentang pentingnya
integritas dalam kepemimpinan. Namun sebelum itu, kita perlu mengulas sejenak
tentang Timotius. Ditilik dari namanya, Timotius berarti "orang yang
saleh." Timotius memang cocok menyandang nama ini karena sejak kecil dia
sudah mengenal ajaran-ajaran Kitab Suci. Peran ibunya, yang bernama Eunike,
dalam hal ini sungguh luar biasa. Ibunya telah menanamkan benih yang kekal
dalam hidup Timotius. Selain itu, neneknya yang bernama Lois, juga ikut
membangun jati dirinya menjadi orang yang teguh dalam iman.
Timotius tinggal di kota Listra, suatu daerah di propinsi Kilikia.
Suatu kali, ketika Paulus mengunjungi kota ini.
Paulus mengamati bahwa Timotius cukup menonjol di antara orang Kristen
lainnya di kota itu. Itu sebabnya, Paulus mengangkat
Timotius menjadi asistennya.
Pilihan Paulus tidak salah, karena Timotius menunjukkan kerja dengan bersungguh-sungguh.
Ia menunjukkan pengabdian yang tulus untuk menerima setiap tugas dalam bentuk
apapun yang diberikan kepadanya. Ia tidak pernah membantah kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Semuanya itu diterimanya dengan baik dan bertanggung
jawab.
Dia sering mendapat tugas khusus dari Paulus untuk ke beberapa tempat untuk
mengatasi persoalan di dalam jemaat. Timotius pernah diutus untuk pergi ke kota Berea, Makedonia, Korintus, Filipi dan
Tesalonika. Namun rupanya pelayanan Timotius tidak selamanya berjalan mulus. Di
dalam pelayanannya, dia mendapatkan dua hambatan. Hambatan yang pertama,
berasal dari luar dirinya yaitu berupa ajaran sesat. Ajaran ini mengajarkan
tentang keutamaan tubuh. Tubuh harus dijaga dengan baik misalnya dengan
olahraga, berpantang makanan tertentu, bahkan kalau perlu tidak menikah (ayat
3). Jika dapat melakukan semua ini, maka orang tersebut dipandang lebih saleh
atau lebih rohani dibandingkan orang yang lain. Paulus menantang ajaran seperti
ini.
Hambatan kedua, berasal dari dalam dirinya, yaitu dari usianya yang masih muda. Pada
saat memulai pelayanan, Timotius masih remaja berusia 15 tahun. Pada saat
menerima surat yang pertama ini (1 Timotius), Timotius
berusia 33 tahun. Apakah sudah termasuk sangat tua? Ternyata tidak. Menurut
tradisi Yahudi, seseorang dapat dianggap dewasa pada usia 30 tahun. Namun bagi
seseorang yang menjabat sebagai guru atau pemimpin jemaat, umur 33 tahun ini
masih dianggap terlalu muda.
Pada usia semuda ini, Timotius harus memimpin dan mengajar orang-orang yang lebih
tua daripadanya. Hal ini membuat jemaat dan orang lain memandang remeh
Timotius. Dalam bahasa di sini, mungkin saja ada orang yang berkata dengan
sinis, "Huh, anak kemarin sore. Tahu apa kamu?", "Kamu itu masih
hijau, tidak usah sok tahu!" atau "Apa sih yang kamu tahu? Tahu
nggak, rasanya baru kemarin aku mengganti popokmu."
Dengan kata lain, saat itu jemaat mempersoalkan kewibawaan Timotius sebagai pemimpin
mereka. Menghadapi situasi seperti ini, apa yang harus dilakukan Timotius?
Bagaimana dia dapat meningkatkan wibawanya di depan jemaatnya? Bagi seorang
pemimpin, kewibawaan adalah sesuatu yang sangat penting. Tanpa kewibawaan,
seorang pemimpin tidak akan mampu mengerakkan anak buahnya. Coba bayangkan
seandainya Ivan Gunawan menjadi komandan pasukan tentara. Apa yang terjadi?
Mungkin perintahnya akan ditertawakan anak buahnya, karena dia tidak memiliki
kewibawaan sebagai seorang komandan militer.
Lalu darimanakah seseorang mendapatkan kewibawaanya? Ada beberapa sumber yang dapat mendatangkan
kewibawaan:
1. Kefasihan berkata-kata. Seseorang
yang berbicara dengan baik dapat mempengaruhi orang untuk berbuat sesuatu.
Sebagai contoh, bung Karno dan bung Tomo adalah orang yang pandai berbicara.
Dengan berbicara di corong radio, bung Tomo berhasil membakar semangat
arek-arek Suroboyo untuk bertempur melawan tentara Inggris.
2. Kepandaian. Seorang yang pandai,
berilmu tinggi, berwawasan luas, mempunyai gelar yang banyak, biasanya disegani
dimana-mana. Yohanes Surya dipercaya memimpin Tim Olimpiade Fisika karena punya
kepandaian di bidang itu.
3. Kekuasaan. Seseorang yang memiliki
kedudukan penting akan dihormati banyak orang. Ketika kita bertemu dengan Presiden,
maka secara otomatis kita akan menunduk hormat.
4. Uang. Orang kaya biasanya
ditempatkan sebagai orang terpandang. Apalagi jika dia dermawan.
5. Kecantikan/ketampanan. Kelebihan
fisik semacam ini biasanya mendatangkan kekaguman banyak orang.
6. Keturunan. Menjadi anak orang
ternama, biasanya akan menempatkan orang itu menjadi orang ternama juga.
Contohnya Megawati atau anak-anak artis yang sekarang menjadi artis juga.
Namun sumber-sumber kewibawaan yang disebutkan tadi tidak dapat bertahan lama.
Contohnya wibawa berdasarkan kekuasaan. Bagaimana jika dia tidak berkuasa lagi.
Apakah dia masih dapat berwibawa. Sebagai contoh, mantan bupati Gunungkidul.
Setelah turun dari jabatannya, sekarang ini dia mendekam di penjara karena
dugaan kasus korupsi. Apakah dia masih memiliki kewibawaan? Rasanya tidak.
Bagaimana dengan orang yang kehilangan uang? Atau kecantikannya semakin memudar
seiring dengan pertambahan usianya? Kewibawaan seperti itu tidak akan bertahan
lama.
Kembali lagi persoalan Timotius tadi. Di dalam menghadapi ajaran sesat dan anggapan
remeh dari jemaat, maka Timotius harus memiliki wibawa di tengah-tengah jemaat.
Bagaimana Timotius mendapatkan wibawa itu? Simak baik-baik nasihat Paulus
kepada Timotius.
Menurut Pulus, cara yang terbaik untuk mendapatkan kewibawaan adalah dengan keteladanan hidup. Paulus ingin menabahkan
hati Timotius dengan mengatakan bahwa orang-orang tidak akan menganggap remeh
dia, bila dia menjadi teladan bagi orang-orang percaya. Kewibawaan seorang
pemimpin rohani bukan terletak pada hal-hal lahiriah seperti kekayaan, usia,
kekayaan, kepintaran, penggunaan kekerasam, melainkan di dalam keteladanan
hidup. Bilamana orang percaya melihat dalam diri pemimpin itu mencerminkan
Kristus maka dengan sendirinya mereka akan menghormatinya.
Ada sebuah contoh keteladanan yang bagus:
Suatu ada seorang ibu yang dengan risau
menemui Mahatma Gandhi, sambil menggandeng putrinya. Dia menjelaskan bahwa
putrinya mempunyai kebiasaan gemar makanan manis. "Dapatkan Mahatma
menasihati anak saya dupa meninggalka kebiasaan buruk itu," pinta ibu
kepada Gandhi.
Gandhi berdiam sejenak, lalu berkata,
"Bawalah kembali putrimu setelah tiga minggu. Saya akan berbicara
kepadanya," kata Gandhi.
Ibu itu lalu pergi. Tiga minggu kemudian,
dia kembali lagi bersama putrinya.
Kali ini Gandhi dengan tenang mendekati anak
dan dengan kata-kata yangs ederhana dia menjelaskan dampak buruk jika makan
terlalu banyak makanan manis. Dia meyakinkan supaya anak perempuan itu
meninggalkan kebiasaan buruknya.
Sang Ibu merasa lega dan berterimakasih pada
Gandhi. Namun, dia itu masih penasaran pada sesuatu. Dia bertanya kepada
Gandhi, "Saya ingin tahu, mengapa tiga minggu yang lalu Anda tidak
langsung mengatakan hal ini kepada putri saya. Mengapa harus menunggu tiga
minggu?"
Dengan sabar Gandhi menjawab, "Soalnya
tiga minggu yang lalu saya juga masih ketagihan makanan manis. Selama tiga
minggu ini, saya harus menghentikan kebiasaan buruk saya sebelum saya
menasihati putri ibu."
Paulus mengatakan bahwa Timotius harus menjadi
teladan dalam hal perkataan dan tingkah laku. Itu artinya bahwa perbuatan
seorang pemimpin rohani harus sama dengan perkataannya. Gandhi harus berjuang
menghentikan kebiasaan buruknya lebih dulu sebelum dia menasihati orang lain
supaya menghentikan kebiasaan buruk itu.
Inilah yan disebut dengan INTEGRITAS. Seorang pemimpin harus memiliki integritas. Yang
dimaksud dengan integritas di sini adalah antara yang diucapkan oleh pemimpin
itu sama dengan yang dilakukannya. Jika pemimpin itu berkata, 'Mari kita
berantas korupsi!', maka dia tidak boleh korupsi. Pemimpin yang baik akan tetap menjaga
integritasnya walaupun tidak ada orang yang melihatnya. Sebagai contoh, pada
malam hari dia melewati lampu merah yang sepi. Tidak ada satu orang pun di
sana. Seandainya dia menerobos lampu merah, tidak ada seorang pun yang tahu.
Namun pemimpin yang berintegritas, tidak akan melakukan hal ini sekalipun tidak
ada orang yang tahu.
Selanjutnya Paulus mengatakan bahwa keteladaan itu harus
harus dinampakkan dalam bentuk kasih,
kesetiaan dan kesucian. Dalam
hal kasih, Seorang pemimpin yang baik memberikan
teladan dalam mengasihi anakbuahnya. Sekalipun ada anak buahnya yang menentang
dia, namun dia tetap mengasihi orang itu. Jika ada anak buahnya yang mengalami
kesulitan, dia membantu dengan tulus.
Sementara
itu keteladanan dalam kesetiaan ditunjukkan dengan kekokohan imannya kepada
Tuhan. Dalam situasi seperti apapun, pemimpin tidak kehilangan keyakinannya
atas kuasa Tuhan. Dia selalu mengandalkan Tuhan. Kemudian kesucian ditunjukkan
dengan pengendalian dirinya terhadap godaan dosa. Dia berusaha memberi contoh
kepada anak buahnya dalam menghadapi segala tantangan dan godaan yang dapat
menyebabkannya jatuh ke dalam dosa.
oooOOOooo
Apakah
Anda pernah mendengar ada orang yang
berkata kepada Anda begini: "Kamu adalah calon pemimpin di masa
depan?" Apakah Anda setuju? Kalau saya tidak setuju. Anda adalah pemimpin
pada saat ini juga. Bukan pemimpin di masa mendatang.
Anda dapat menjadi pemimpin ketika ada di sekolah, di tempat kursus atau les, di
lapangan, di tempat bermain, di mal, di pasar. Dimana saja Anda dapat menjadi
pemimpin. Ketika Anda menjadi pemimpin, tidak usah merasa risau. Ingatlah
nasihat Paulus ini: Kita harus menjadi teladan yang baik bagi orang-orang yang
kita pimpin. Bagaimana cara menjadi pemimpin yang baik? Caranya dengan
mempertahankan integritas. Hidup kita harus memberi teladan yang baik.
Misalnya, dengan tidak mencontek saat ujian meski ada kesempatan. Dengan menolak
merokok meskipun diejek tidak jantan. Kita tidak mau ikut ngerumpi untuk menjelek-jelekkan orang lain, meskipun dicap tidak
gaul. Kita tidak mau mencuri mangga
tetangga, meskipun tidak ada orang yang tahu. Kita menolak ikut tawuran,
walaupun dituduh tidak setia kawan.
Jika kita melakukannya dengan sungguh-sungguh, maka orang lain akan merasa segan dan
hormat kepada kita. Amin
Dikembangkan
dari "Derap Remaja" Sinode GKI Klten. Pernah disampaikan penulis pada Ibadah
Remaja GKI Klaten.
............................................................
Visit my
site: http://purnawan.web.id/
My blog:
http://purnawan-kristanto.blogspot.com
My
Video: http://www.beoscope.com/purnawan/index.php
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- 13251 reads