Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Indeks glisemik dan glycaemic load pada diet diabetes
Diet diabetes yang dikenal sebagai diet kalori seimbang dengan memperhatikan prinsip-prinsip 3 J (Jadwal makan, Jumlah dan Jenis makanan) merupakan salah satu pilar dalam penanganan diabetes. Dalam memilih jenis makanan menurut prinsip 3J dikenal pula indeks glisemik/glycemic index (IG) dan glycemic load (GL).
Artikel ini akan menerangkan pemanfaatan kombinasi IG dan GL dalam melaksanakan diet diabetes yang terutama bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah. Gula darah yang tinggi (hiperglisemia) maupun rendah (hipoglisemia) merupakan keadaan yang merugikan kesehatan penyandang diabetes (atau diabetisi) karena dapat menimbulkan komplikasi yang akut seperti koma diabetik akibat kadar gula darah yang sangat tinggi atau koma hipoglisemik akibat kadar gula darah yang sangat rendah, atau menimbulkan komplikasi yang kronis seperti ginjal diabetes, mata diabetes, kaki diabetes dan sebagainya sebagai akibat dari gangguan kronis pada pembuluh darah.
Di samping pengobatan dan/atau penggunaan insulin, diet dan olahraga merupakan unsur penting dalam penanganan diabetes. Semua ini harus dilandasi oleh edukasi mengingat diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan tetapi dapat dikendalikan sehingga para diabetisi dapat hidup normal. Pengendalian diabetes yang berupa pengendalian gula darah dan/atau lemak darah akan menghindari semua komplikasi di atas. Diabetisi yang memiliki pengetahuan lebih banyak tentang penyakit diabetes dan penanganannya ternyata berusia relatif lebih panjang. Seorang pakar kesehatan pencegahan pun mengatakan bahwa banyak orang meninggal sebenarnya bukan terjadi karena penyakitnya melainkan karena tidak tahu atau tidak mau tahu tentang penyakitnya itu.
Alasan Berdiet
Istilah diet sering memberikan kesan tidak menyenangkan bagi banyak orang. Istilah diet seolah-olah berarti bahwa orang tidak boleh lagi makan enak dan tidak boleh makan sesukanya dalam memilih jenis maupun jumlah makanannya. Dan celakanya, semua ini ditentukan oleh orang lain yaitu dokter yang merawatnya atau ahli gizi/dietisien yang mengatur dietnya. Karena itu, tidaklah heran jika banyak diabetisi yang baru patuh akan dietnya ketika harus dirawat di rumah sakit karena komplikasi diabetes atau ketika dia baru mengetahui lewat pemeriksaan laboratorium bahwa kadar gula darahnya tinggi; akan tetapi, ketika merasakan tubuhnya sudah sehat kembali, mereka segera melupakan dietnya.
Sebetulnya seorang diabetisi tetap boleh makan sebagaimana orang normal apalagi jika dia bisa menyusun sendiri rencana makannya bersama dietisien yang mengatur dietnya. Bahkan dia juga boleh mengonsumsi gula dengan syarat (1) energi yang diberikannya tidak melebihi asupan total energi yang ditentukan berdasarkan kebutuhannya, yaitu 5% dari asupan total energi per hari, dan (2) gula tersebut digunakan sebagai penyedap dalam sayuran atau makanan yang bukan berupa minuman. Jadi, seorang diabetisi yang menjalani diet 1500 kcal boleh mengonsumsi 75 kcal atau sekitar 15 gram gula pasir sehari asalkan bukan dalam bentuk minuman yang manis. Tidak adanya serat dalam minuman atau camilan yang manis seperti softdrink, es dawet atau kolak menyebabkan penyerapan gula terjadi seketika sehingga berisiko untuk menimbulkan lonjakan kenaikan gula darah.
Lonjakan kenaikan gula darah diperkirakan menjadi penyebab timbulnya komplikasi pada darah dan pembuluh darah seorang diabetisi. Lonjakan kenaikan gula darah akan membuat hemoglobin (yang berfungsi untuk membawa oksigen) dalam sel darah merah tidak dapat bekerja secara normal karena sudah terikat dengan gula. Keadaan ini akan berlangsung selama kehidupan sel darah merah tersebut, yaitu 120 hari. Ikatan hemoglobin dengan gula dapat diukur lewat pemeriksaan HbA1c. Kadar gula yang selalu melonjak juga dapat mengikat protein kolagen dan elastin dalam dinding pembuluh darah sehingga terbentuk senyawa produk glikasi (glycation end-products) yang dapat menimbulkan pengerasan pembuluh darah. Jika kadar kolesterol jahat juga tinggi—keadaan ini sering terjadi pula pada diabetisi—maka pembuluh darah tersebut akan mengalami penyempitan karena pembentukan plak kolesterol.
Diet Diabetes
Diet diabetes dihitung berdasarkan kebutuhan energi seseorang yang ditentukan oleh berat badan, jenis kelamin, status gizi (gemuk atau kurus) dan kondisi kesehatannya. Biasanya dokter atau dietisien akan mengalikan berat badan dengan 25 kcal (untuk wanita) atau 30 kcal (untuk pria) untuk menentukan jumlah kebutuhan energi dalam 24 jam. Selanjutnya seorang diabetisi diminta untuk makan secara teratur dengan jadwal 3 jam sekali (tiga kali makan makanan pokok dan dua atau tiga kali camilan). Yang terakhir tetapi paling penting adalah penentuan jenis makanannya.
Seorang diabetisi tidak boleh makan makanan yang mengandung gula dan tepung secara berlebihan pada saat yang sama karena cara ini akan menimbulkan lonjakan kenaikan gula darah. Sebagai contoh, seorang diabetisi tidak boleh makan nasi dengan sayur mi goreng, lauk perkedel kentang atau jagung, kerupuk dan kemudian menutupnya dengan buah pisang ambon serta teh manis. Diet yang baik bagi seorang diabetisi dapat berupa sepiring nasi (dari beras tumbuk/pecah kulit), sayuran hijau (bayam, wortel, buncis, kacang panjang) dan/atau sayuran tidak berwarna (taoge, ketimun, sawi putih, kembang kol), lauk yang mengandung protein hewani (ikan, unggas, telur) atau nabati (tahu, tempe) dengan disertai minum 1 hingga 2 gelas air putih pada saat sebelum dan sesudah makan. Buah-buah yang manis seperti pisang sebaiknya dikonsumsi terbatas dan tidak segera sesudah makan nasi.
Makanan yang menimbulkan lonjakan kenaikan gula darah sesaat sesudah makan memiliki indeks glisemik (IG) yang tinggi dan jenis makanan ini umumnya mengandung monosakarida atau disakarida yang dapat menaikkan gula darah secara seketika seperti glukosa, sukrosa dan maltosa (yang segera terurai menjadi glukosa). Makanan yang dapat mempertahankan kadar gula yang tinggi dalam waktu yang lebih lama disebut sebagai makanan dengan glycemic load (GL) yang tinggi. Makanan tersebut mengandung monosakarida atau disakarida yang baru beberapa saat kemudian akan dirombak menjadi gula darah atau glukosa di dalam hati; monosakarida atau disakarida tersebut adalah fruktosa (gula buah) dan laktosa (gula susu). Untuk menghitung IG serta GL dan memanfaatkannya diperlukan pengetahuan khusus yang dapat dipelajari lewat konsultasi dengan seorang dietisien atau dokter ahli gizi.
Kombinasi IG dan GL
Indeks glisemik mengungkapkan seberapa tinggi kadar gula darah itu meningkat setelah makan suatu makanan dibandingkan dengan glukosa yang dijadikan standar. Untuk keperluan ini, luas daerah di bawah kurva kenaikan gula darah diukur tiap ½ jam selama 3 jam sesudah mengonsumsi suatu makanan. Glukosa sebagai standar memiliki indeks glisemik 100. Makanan yang memiliki IG tinggi (sekitar 80) meliputi makanan yang mengandung glukosa, sukrosa dan maltosa seperti gula, tepung dan berbagai makanan sumber karbohidrat yang mencakup nasi, mi, roti dan umbi-umbian. Makanan dengan IG rendah meliputi makanan sumber protein seperti daging, ikan, telur, unggas, tahu serta tempe, dan sayuran serta buah yang tidak manis.
Glycemic load (GL) yang dikembangkan oleh pakar gizi di Universitas Havard dapat diibaratkan sebagai “kekuatan (power)” yang mendorong suatu makanan untuk mempengaruhi kadar gula darah dalam waktu 3 jam. GL dihitung lewat perkalian IG dengan persentase kandungan karbohidrat per porsi makanan. Misalnya, kentang rebus dengan IG yang tinggi (sekitar 70) tapi persentase kandungan karbohidratnya hanya 18 akan mempunyai GL (70 x 18)/100 = 12,6. Sebaliknya roti yang IG-nya sama tinggi (sekitar 70) dengan persentase karbohidrat yang juga tinggi (50) akan memiliki GL (70 x 50)/100 = 35. Jadi, kentang rebus tidak begitu mempengaruhi kadar gula darah bila dibandingkan roti kecuali jika kentang rebus tersebut dikonsumsi dengan makanan yang GL-nya tinggi seperti nasi. Berikut ini beberapa contoh makanan dengan berbagai tingkat IG dan GL:
1. IG maupun GL yang tinggi.
Makanan dengan IG dan GL yang tinggi jelas akan membuat gula darah melonjak dan lonjakan ini akan bertahan dalam waktu 3 jam. Makanan ini segera menaikkan gula darah dan karena di balik kenaikan tersebut juga terdapat power untuk mempertahankan lonjakan kenaikan ini, maka makanan dengan IG dan GL yang tinggi akan membuat kadar gula darah puasa maupun 2 jam sesudah makan tetap tinggi sekalipun makanan tersebut dikonsumsi dengan porsi yang kecil. Contoh makanan dengan IG dan GL yang tinggi adalah makanan manis seperti sirup, softdrink dan makanan sumber karbohidrat yang sederhana (tepung) seperti roti dan mi.
2. IG yang rendah dengan GL yang tinggi.
Makanan dengan IG yang rendah tapi GL-nya tinggi juga dapat menaikkan gula darah tetapi kenaikan ini hanya terjadi jika jenis makanan tersebut dikonsumsi dengan porsi yang besar. Sebagai contoh, jus buah yang tidak mengandung gula. Jus buah yang murni (tanpa gula) memang tidak menaikkan kadar gula darah dengan seketika apabila jus tersebut tidak mengandung sukrosa atau glukosa; akan tetapi, kandungan fruktosa (gula buah) yang cukup besar di dalamnya akan menimbulkan kenaikan gula yang terjadi kemudian (dalam waktu 2-3 jam) jika porsi yang dikonsumsi cukup besar.
3. IG yang tinggi dengan GL yang rendah.
Makanan dengan IG yang tinggi tapi GL-nya rendah seperti wortel impor atau kentang rebus tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kadar gula darah 2-3 jam sesudah makan. Makanan ini tidak memiliki power untuk mempertahankan lonjakan kenaikan gula darah yang terjadi karena IG yang tinggi. Namun, jika makanan tersebut dikonsumsi dengan makanan yang GL-nya tinggi seperti jus buah di atas, maka kenaikan gula darah dalam waktu 2-3 jam sesudah makan akan terjadi.
4. IG maupun GL yang rendah.
Jenis makanan ini merupakan pilihan terbaik untuk mengurangi kemungkinan lonjakan kenaikan gula darah maupun kadar gula darah 2-3 jam sesudah makan yang tinggi. Dengan demikian, jenis makanan tersebut sering digunakan sebagai suplemen dalam mengombinasikan makanan untuk mencegah kenaikan gula darah. Contoh makanan seperti ini adalah kedelai yang IG dan GL-nya rendah. Dalam beberapa penelitian, kadar gula 2 jam sesudah makanan ternyata sedikit lebih rendah daripada kadar gula darah puasa pada sejumlah diabetisi yang mengonsumsi camilan dari kedelai seperti tahu dan tempe. Jenis makanan lain adalah formula susu diabetes yang sengaja diproduksi untuk mengendalikan gula darah. Salah satu formula susu tersebut (Glucerna SR, Nutren Diabetes) memiliki IG 30 dengan GL di bawah 10.
Penutup
Khusus untuk indeks glisemik (IG), seorang diabetisi diharapkan setiap 3 jam mengonsumsi jenis-jenis makanan yang bervariasi dan jika dikombinasikan memiliki IG kurang dari 55. Sedangkan untuk glycemic load (GL), penjumlahan GL pada semua makanan yang dikonsumsinya dalam waktu sehari (24 jam) seyogyanya tidak melebihi angka 100. Untuk mencapai tujuan ini, seorang diabetisi dapat mengurangi konsumsi minuman/makanan selingan yang IG dan GL-nya tinggi seperti sirup, softdrink, roti manis, kue kering dan tarcis yang manis sementara makanan/minuman yang IG dan GL-nya rendah seperti alpukat, kacang-kacangan (kacang tanah rebus, kacang hijau, tahu/tempe), sayuran rebus atau lalapan, teh tawar, susu kedelai dan formula susu diabetes dapat dijadikan sebagai minuman/makanan selingan.
Kebiasaan makanan magelangan seperti disebutkan di atas yang mengandung lebih dari 2 macam makanan sumber karbohidrat jelas harus dihilangkan jika kita tidak ingin mengalami lonjakan kenaikan gula darah yang seketika maupun kenaikan gula darah yang tetap bertahan setelah 2 jam (Ingat, pemeriksaan gula darah untuk kontrol biasanya dilakukan saat puasa dan 2 jam sesudah makan). Makan malam dengan kombinasi menu yang terdiri dari makanan dengan IG dan GL yang rendah sangat dianjurkan karena tubuh kita tidak membutuhkan energi yang tinggi untuk bekerja pada saat tidur malam. Makanan yang dianjurkan adalah kombinasi sayuran dengan protein rendah-lemak seperti ikan atau unggas atau tahu/tempe yang memiliki IG maupun GL yang rendah tetapi kandungan proteinnya cukup baik. Kandungan protein yang cukup baik ini dapat digunakan oleh tubuh untuk menggantikan jaringan tubuh seperti otot yang aus karena terpakai pada siang harinya. Selain itu, sebagian metabolisme zat-zat gizi bekerja pada malam hari sesudah saluran cerna kita mencernakan dan menyerap makanan pada siang hari. Metabolisme ini membutuhkan hormon dan enzim yang semuanya terbentuk dari protein yang kita makan. Dan bagi diabetisi yang berpuasa dalam bulan Ramadhan, makanan yang mengandung protein dan serat seperti steak ikan yang dikonsumsi bersama sayuran akan membuat mereka tidak mudah merasa lapar karena makanan seperti ini memiliki indeks kekenyangan yang relatif tinggi. Makanan tersebut dapat dikonsumsi pada malam hari sebelum pergi tidur. Pada saat buka atau saur di bulan puasa, diabetisi dapat mengonsumsi karbohidrat dan minyak asalkan KH-nya jenis yang kompleks seperti sayuran, buah, sereal serta bijian yang utuh dan minyaknya jenis yang baik seperti minyak yang menjadi sumber asam lemak n-6 (minyak kedelai, minyak jagung dan sebagian minyak nabati lainnya), MCT/middle chain triglyceride (trigliserid rantai sedang) seperti VCO, sumber asam lemak n-9 (minyak zaitun, minyak kacang), dan sumber asam lemak n-3 (minyak ikan) di samping karbohidrat kompleks, protein rendah-lemak jenuh dan sayuran/buah yang kaya akan vitamin, mineral serta antioksidan. Minyak jahat seperti gajih, jelantah, minyak trans dan santan kental jelas harus dihindari.
andryhart
- andryhart's blog
- 8235 reads