Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Hari ini 25 Tahun Lalu (2)
Si kembar tumbuh bersama kami, masih segar dalam ingatan bagaimana ibu merawat mereka ketika keduanya sakit secara bersamaan. Waktu itu ayah mengajar di desa lain, sehingga hanya ibu yang mengurus mereka, sedangkan kami dapat dikatakan masih anak-anak. Masih segar dalam ingatan perkataan ibu kepada tante yang berkunjung, "Memang, mereka ini kalau satu sakit, yang lain pasti ikut sakit."
Aku juga ingat, waktu itu ayah masih juga mengajar di daerah lain, mereka menginginkan boneka yang dijual oleh pedagang keliling. Ibu sepertinya belum punya cukup uang, sehingga hanya bisa berkata, "Nanti kalau ayah pulang kita beli." Tetapi akhirnya setelah beberapa waktu, ibu mendapat uang tambahan sebelum ayah pulang, ibu berkata, "Ayo kita beli boneka."
Kami semua, delapan bersaudara berangkat menyusul pedagang mainan yang sudah melewati rumah. Sore itu juga ibu membuatkan baju untuk kedua boneka yang diberi nama Tati dan Nani. Mereka berdua yang memberikan nama ini, berdasarkan nama dua kakak beradik yang masih kerabat kami juga.
Di rumah, ada sebuah foto waktu masih berumur 2 tahun. Mereka berdampingan sambil memegang boneka ini. Kami tidak bisa menahan senyum setiap kali melihat foto tersebut. Di foto tersebut tampak Mantuh memegang bagian perut bonekanya, sedangkan Nyai memegang bagian kaki bonekanya dengan gaya seenaknya. Kelihatan dengan jelas kalau tangan Nani, boneka Nyai hanya tinggal satu.
Di ruang tengah ada sebuah ayunan. Sebuah ayunan warisan, Kami semua, delapan bersaudara, pernah memakai ayunan ini. Hanya si kembar ini yang mewarisinya secara bersama-sama. Karena hanya satu ayunan, mereka duduk dengan posisi saling membelakangi. Aku suka tiduran di bawah mereka, sambil mengayunkan ayunan ini, Lalu ikut tertidur di bawahnya.
Ada sebuah kejadian tak terlupakan, waktu itu kami mandi di sungai. Aku memberanikan diri membawa Nyai ke tengah sungai, berpelampung sebuah galon kosong. Lalu sebuah speedboat datang melaju, membuat pelampung kami terlempar.
Ada orang berkata, "Jangan menolong orang yang sedang tenggelam jika tidak tahu caranya." Aku setuju, karena merasakan bagaimana Nyai mencengram tubuhku sehingga tidak bisa bergerak, dan aku sama sekali tidak berbuat apa-apa. Aku hanya bisa mendengar teriakan Nyai, ketika aku sendiri tidak sanggup berteriak.
Kami pasti tenggelam. Tidak ada pikiran lain, dalam kepanikan aku merasa harus tenggelam juga. Sebuah kebodohan, mungkin, Tetapi pada saat itu hanya inilah yang ada dalam pikiran. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Ketika hampir menyerah, aku melihat kakak nomor dua datang membawa galon ekstra. Ini memberiku semangat untuk bertahan, bertahan sampai Nyai bisa mendapatkan galon itu, dan aku bisa tenggelam tanpa beban rasa bersalah.
Aku tidak ingat bagaimana kakakku melakukannya, hanya ingat ia memegang Nyai dan memberikan galon ekstranya kepadaku. Lalu kami pulang tanpa berkata apa-apa.
Di rumah, Nyai tidur sampai sore, ini membuatku ketakutan. Ketika ia bangun, aku menggendongnya ke kebun di belakang rumah. Semua kakakku sudah berada di sana, membantu Ibu. Melihat aku datang sambil menggendong Nyai, ia hanya berkata, "Tadi kalian hampir tenggelam ya."
"Ya," jawabku.
Ibu hanya berkata, "Aku percaya kamu tidak akan mengulanginya lagi."
Sejak itu, aku sama sekali tidak pernah turun ke sungai ketika adik-adikku sedang mandi. Aku hanya duduk di pinggir sungai, bersiap-siap jika sesuatu terjadi lagi. Sama seperti kakakku yang pernah siap dengan sebuah galon eksra ketika kami akan tenggelam.
Ada sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh orang tua dan saudara-saudaraku berhubungan dengan kejadian ini. Selama beberapa tahun setelah itu, apa yang telah terjadi seringkali menjadi sebuah bermimpi buruk. Bahkan kadang-kadang aku tidak bisa tidur atau terbangun di tengah malam, dan teringat kejadian tersebut. Lalu butuh waktu beberapa jam untuk bisa tidur lagi.
Aku mulai berpisah dengan keduanya ketika mereka masih kelas 4 SD. Sedikit kaget ketika pulang kampung mereka sudah kelas 1 SMP. Ingat bagaimana mereka membongkar isi tasku. Lalu ketika aku duduk di kursi, Mantuh memintaku mengangkatnya dengan kakiku. Tentu tidak sanggup kulakuan lagi, padalah dulu ini selalu kami lakukan.
Aku lebih kaget waktu tahun 1999, setelah dua tahun lebih tidak pulang. Mereka sudah SMA, dan kamar mereka dipenuhi dengan poster para cowok yang kata mereka namanya "boys band". Ada Westlife, Boyzone, Backstreetboys, dan lain-lain -- Adikku sudah beranjak menjadi gadis dewasa.
- anakpatirsa's blog
- 3751 reads