Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Father and Daughter's Time
Sore hari adalah "Father and Daughter Time". Itulah waktu kebersamaan antara Kirana dan papanya. Ada bermacam-macam aktivitas yang dilakukan. Misalnya main ke toko buku, nongkrong di alun-alun, menggambar bersama, di depan laptop bersama (saya dengan laptop saya, dia dengan laptop mamanya), bikin kerajinan tangan, dll. Berikut ini tiga kisah kebersamaan kami.
Kencan Makan Pizza
Ada konsensus tidak tertulis bahwa hari Senin adalah hari liburnya pendeta. Hari Senin 26 Maret), Kirana libur sekolah. Ini adalah kesempatan baik untuk untuk jalan-jalan sebab semenjak anak sekolah, kami kesulitan bisa pergi bersama. Mengapa? Karena ketika Kirana libur sekolah pada hari Minggu, namun hari itu justru adalah hari tersibuk bagi mamanya. Ketika mamanya tidak ada pelayanan di luar hari Minggu, namun Kirana harus bersekolah. Hari libur nasional pun kadang mamanya tidak libur karena biasanya ada cara retret atau pembinaan. Contohnya pada hari libur Nyepi kemarin, mamanya ada tugas pelayanan di gereja dan papanya ada tugas pelayanan di Kaliurang.
Kami sudah siap berangkat ketika tiba-tiba mamanya mendapat telepon. Secara mendadak ada agenda rapat yang harus dihadiri oleh mamanya di Jogja pada sore hari. Maka saya mengusulkan supaya jalan-jalan ke Jogja diundur saja pada sore hari, sekalian mengantar mamanya Kirana rapat di Jogja. Raut muka Kirana mendadak berubah murung. Dia merangkul mamanya sambil menangis. Namun setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Kirana bisa mengerti.
Sore hari. saya, Kirana dan mamanya berangkat ke Jogja. Sementara itu Kyrea, anak bungsu kami, dititipkan pada pembantu rumah tangga.
Saya dan Kirana turun di Ambarukmo Plaza, sementara itu mamanya melanjutkan perjalanan untuk mengadakan rapat. Tujuan pertama kami adalah gerai pizza. Setelah itu berbelanja ke Carefour dan baca-baca buku di Gramedia. Dia tampal antusias membolak-balik buku pop-up yang harganya lima digit. Sementara itu, mamanya mengirim SMS minta dibelikan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Papanya deg-degan sambil meraba dompetnya sambil berdoa ada mukjizat sehingga dompetnya mendadak bertambah tebal.
Puas baca-baca, Kirana mengajak pulang. "Belinya besok saja kalau sudah gajian. Buku ini mahal," kata Kirana. Saya menarik napas lega. Saya pun membatalkan membeli novel pesanan mamanya Kirana demi solidaritas atas pengertian yang ditunjukkan oleh Kirana.
Kencan di Alun-alun
Keesokan harinya, Kirana disengat lebah. Malamnya Kirana minta dibelikan wedang ronde. Barangkali badannya masih nggregesi akibat racun tawon itu. Kami berboncengan menuju warung lesehan di dekat masjid raya Klaten. Kami memesan dua mangkok wedang ronde dan dua piring jagung bakar-keju. Rupanya Kirana tidak berselera. Wedang ronde itu hanya diseruput lima suap saja, setelah itu mengajak pulang.
Inilah nasib akhir nasi goreng buatanku. Senin sore (2 April) Kirana minta dibuatkan nasi goreng. Di dalam magic jar nasi tinggal untuk dua orang. Berarti pas untuk berdua: Kirana dan papanya. Saat menengok kulkas, masih ada sebatang sosis, dua butir telur dan selembar daging asap. Lumayan. Semuanya langsung disamber dan dicincang.
Bawang merah, bawah putih dan garam sudah diuleg, lalu digoreng. Singkat kata, nasi goreng sudah dituang ke dalam dua piring. Kirana mengambil bagiannya. Tiba-tiba "Prang!" Kirana menjatuhkan piring hingga jatuh berkeping-keping. Nasi gorengnya pun berserakan di lantai.
"Sudah, biarkan saja," cegahku saat Kirana akan memungut pecahan beling. "Nih, nasi goreng bagian papa kamu makan saja," lanjutku.
Kirana membawa nasi goreng yang mestinya bagian papanya ke meja makan. Sementara itu papanya membersihkan beling dan nasi goreng.
Tampaknya papanya berhati mulia dengan menyerahkan nasi goreng yang menjadi bagiannya. Tapi sebenarnya setelah Kirana tidur, papanya bergegas pergi ke warung nasi goreng di pinggir jalan. Sssstttt.....jangan bilang-bilang Kirana ya!
***
Sore hari berikutnya (Selasa 3 April) Kirana mengajak masak bersama lagi. Meskipun hari sebelumnya terjadi insiden nasi goreng tumpah, tapi dia tidak kapok. Kirana yang menentukan menu dan resepnya. Papanya jadi pelaksana. Pertama-tama dia memotong-motong kentang beku menjadi kecil-kecil. Setelah itu mengambil telur di kulkas dan mengocok di mangkok. Dia menambahkan garam dan irisan daun bawang. Setelah itu memasukkan potongan kentang beku ke dalam telur kocok. Giliran tugas papanya untuk menggoreng resep kreasi Kirana.
Rasanya bagaimana? Tanya saja kepada raja Salomo mengapa dia menulis ini:“Lebih baik makan sederhana dengan orang yang dikasihi daripada makan mewah dengan orang yang dibenci.”
****
Manusia memiliki kebutuhan emosional untuk dicintai. Jika seseorang merasa tidak dicintai, lama-kelamaan dia akan merasakan kekosongan emosional. Ada berbagai macam cara untuk menunjukkan dan memberikan kasih, namun saya terkesan dengan metode yang dirumuskan oleh Gary Chapman. Konselor pernikahan ini menyatakan bahwa pernyataan kasih bisa diekspresikan dalam lima bahasa kasih, yaitu kata-kata pendukung, saat-saat mengesankan, menerima hadiah-hadiah, pelayanan, dan sentuhan fisik.
Saya mencoba menerapkan lima bahasa kasih itu pada pada anggota keluarga. Ada saatnya saya menciptakan momen-momen khusus bagi mereka. Kalau Kirana menunjukkan kemajuan, maka saya tidak pelit untuk memujinya. Misalnya, jika dia menggambar, maka saya memindai gambarnya dan diunggah di internet. Coretannya mungkin tidak terlalu istimewa dibandingkan dengan anak yang seusianya, tapi ketika karyanya diapresiasi, Kirana tahu bahwa ada orang yang mengasihinya.
Dua ribu tahun yang lalu, Yohanes menulis surat begini: "Janganlah kita hanya sekadar mengatakan bahwa kita mengasihi orang lain; marilah kita sungguh-sungguh mengasihi mereka dan menunjukkan kasih kita dengan perbuatan kita.” Benar! Kata-kata hanya salah satu bagian dari Bahasa Kasih. Masih ada empat yang lain!
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 4862 reads