Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
BILA SAPI LEPAS KADANG
Sudah sering kulihat kerusakan yang terjadi bila seekor sapi lepas dari kandangnya, bahkan beberapa kali merasakan sendiri akibatnya. Setiap sore, sekitar jam tiga kami pergi ke sungai, masing-masing membawa dua galon berukuran sepuluh liter. Mengisinya dengan air lalu menentengnya ke kebun belakang rumah. Memenuhi satu drum besar yang digunakan untuk menyiram sayur manis yang memang hanya bisa tumbuh di musim kemarau. Beberapa kali terjadi, kebun sayur hancur berantakan hanya karena berapa ekor sapi lepas kandang. Sapi memang lebih menyukai rumput, namun tidak pernah tahu adanya larangan mencari makan sambil menginjak-injak tanaman sayur.
Kami hanya tertawa senang bila jejak-jejak yang menghancurkan persemaian sayur manis itu hanyalah kaki-kaki mungil kucing kami, tetapi senyum kejutpun tidak muncul bila gundukan hitam di dekat batang singkong ternyata kotoran sapi.
Jangan harap ada ganti rugi. Itu adalah sapi-sapi BANPRES yang diberikan untuk membantu penduduk kampung yang miskin. Kadang-kadang kami malah mendapat masalah, karena entah mengapa, ada yang tidak bisa menahan diri sehingga menombak beberapa ekor Sapi Bantuan Presiden yang merusak ladangnya. Dan entah mengapa tidak ada yang mau repot-repot belajar menjadi detektif dengan mencari di ladang siapa penombakan terjadi. Akhirnya hanya terjadi saling curiga, lalu pemilik kebun yang rusak, termasuk kami, otomatis menjadi daftar orang yang patut dicurigai.
Sudah sering mengalaminya, sehingga dengan cepat memahami ungkapan "Sapi lepas kandang" bila berhubungan dengan tingkah seorang anak. Ungkapan ini begitu mudah kami pahami karena terbiasa melihat tingkah seekor sapi yang lepas kandang. Berbaring seenaknya di atas penyemaian sayur manis, atau melenggang manis di antara kebun kacang panjang.
'Sapi lepas kandang' katanya menggambarkan seorang anak yang sempurna di depan orang tua, tetapi berubah begitu lepas dari pandangan orang tuanya. Sebuah kandang maya yang tercipta karena orang tuanya punya begitu banyak aturan sempurna yang ketat, tidak boleh ini dan tidak boleh itu. Orang tuanya begitu sempurna sehingga dalam pikirannya tahu bagaimana seharusnya anak yang ideal bertingkah laku.
Aku sudah sering melihatnya.
Aku tidak mengatakan kami dididik dalam keluarga sempurna, ayah dan ibu tidak punya daftar apa-apa yang tidak boleh kami lakukan. Tidak ada aturan bagaimana kami harus duduk, makan, atau tidur. Juga tidak ada daftar peraturan untuk menjadi anak sempurna. Tidak ada larangan menonton acara tertentu di televisi karena televisi kami tergantung dengan cuaca. Kalau cuaca bagus kami boleh menonton apapun di situ. Tidak peduli acara untuk orang dewasa atau bukan.
Kami boleh menonton apapun, tidak peduli itu Film Cerita Akhir Pekan, Losmen, Ria Jenaka, Si Unyil, Aneka Ria Safari, Gebyar Keroncong, Kamera Ria, Berpacu dalam Melodi, Cerdas Cermat, Dian Rana, Flora dan Fauna, Dari Desa ke Desa, Dari Gelanggang ke Gelanggang, Arena dan Juara, Dunia dalam Berita, Berita Nasional, Berita Nusantara, Laporan Khusus. Juga tidak ada larangan menonton film ini: Hunter, Oshin, Hammer, Remington Steele, Lalu yang tak terlupakan, Little Missy. Sepertinya tidak ada batasan mana tontonan dewasa mana yang tidak, yang penting kami boleh menonton televisi.
Kadang-kadang acara televisi sedikit membosankan, sehingga hari minggu aku bisa menonton film silat dengan bayaran seratus rupiah. Hari minggu kami mendapat dua ratus rupiah. Seratus untuk kolekte dan seratus untuk membeli permen. Uang seratus rupiah kebanyakan pindah ke tangan penjaga video yang kebanyakan memutar film Barry Prima. Sisanya yang seratus untuk membeli permen yang dimakan sambil menonton film dengan pola cerita yang selalu sama: Gadis desa mencuci di pinggir kali, sekawanan penjahat bersarung datang, muncul seorang jago silat dengan bersalto, itulah sang jagoan yang kemudian menjadi tamu pak lurah. Putri pak lurah, gadis yang telah diselamatkan, dengan malu-malu menyuguh teh hangat dan singkong rebus. Dengan malu-malu juga, matanya melirik sang jagoan, pak lurah pura-pura berdehem.
Maksudku dengan cerita di atas bukan apa-apa. Hanya sekedar cerita yang mungkin tidak ada hubungannya. Ceritanya kulanjutkan! Tidak ada daftar peraturan untuk menjadi anak yang sempurna di rumah. Jadilah di luar rumah kami bukanlah anak yang tidak nakal, di dalam rumah juga tidak punya alasan bersandiwara. Ayah dan ibu tahu mereka tidak memiliki anak yang sangat luar biasa baik. Bila ada guru yang main ke rumah, ibu pasti bertanya keadaan kami di sana. Karena tahu kami bukanlah anak-anak yang begitu penurut.
Menurut ibu, aku termasuk anak yang sedikit nakal, katanya didukung oleh rambutku yang kaku seperti duri durian. Untuk ini ibu pernah berkata, "Kamu banyak melakukan hal-hal yang tidak baik. Aku hanya ingin kamu tahu itu salah, itu yang paling penting."
Sebuah point yang kusuka. Ibu mengetahui sangat penting bagiku untuk tahu ketika melakukan hal yang salah, aku harus tahu itu salah. Mengetahui apa yang salah tidak sama dengan tidak melakukannya karena dilarang. Aku telah melihat sebagian orang-orang yang tidak melakukan apa yang dilarang itu akan melakukannya jika tidak diawasi, termasuk aku sendiri.
Cerita tentang sapi di kebun, TVRI, lirikan singkong rebus, dan perkataan ibu sama sekali tidak ada hubungannya. Cerita pertama tentang sapi BANPRES, cerita kedua tentang TVRI yang penuh kenangan manis, cerita ketiga tentang jalan cerita film yang sampai sekarang tidak pernah berubah, kecuali namanya menjadi sinetron. Lalu cerita terakhir, tentang perkataan ibu, itu hanya pembelaanku karena sampai sekarang aku selalu melakukan kesalahan, dan menghibur diri dengan berkata, yang penting aku tahu itu salah.
Apapun itu, kembali ke judul blog ini, aku sering mendengar orang berkata, "Biasa, sapi lepas kandang!"
- anakpatirsa's blog
- 4596 reads